8/24/13

Pilihan Hotel di Yogyakarta

1. Royal Ambarrukmo
Hotel tua bintang 5 ini bangunanya menyatu dengan sebuah pendopo klasik. Dibangun di atas tanah kraton, bisa ditempuh 15 menit dari bandara. Kamar besar dengan bed besar, menu sarapan lengkap dari westren sampai tradisional membuat istitahat anda di kota ini mengesankan. Ratenya 800ribuan.

2. Fave Hotel Kusumanegara
Satu dari sedikit saja hotel budget yang memiliki kolam renang. Dengan budget 300ribuan, hotel bintang 2 yang terletak 15 menit dari Jogja Expo Center ke arah barat ini memberikan fasilitas yang sepadan. Kamar yg tidak terlalu luas, sarapan dengan menu yg cukup, kafe sederhana disamping kolam renang.

3. Grand Dafam Merapi-Merbabu Hotel
Hotel bintang 4 ini terletak 15 menit dari Terminal Condong Catur. Lahannya luas, sehingga kolam renang ada di luar bangunan. Ratenya 500ribuan. Sarapannya menyajikan banyak pilihan menu, kamarnya luas dgn furniture yg terbatas.

4. Pop Hotel Sangaji
Hotel bintang 2 yang terlalu minimalis. Ruangannya sempit, kamar mandinya sempit. Ratenya 300ribuan. Hotel grup Haris ini identik dengan warna+warni interior yang digemari anak-anak. Menu sarapan hanya 2 macam, nasi yang dibungkus daun pisang seperti nasi bungkus warteg.

5. Syahid Rich Hotel
Hotel bintang 4 dengan rate 500ribuan. Kamarnya luas, bed nya besar. Kolam renangnya luas. Bangunan berarsiteltur romawinya menampakkan kemegahan. Seandainya menu sarapan dilengkapkan lagi pilihannya, orang sudah akan menyangka bahwa ini bintang 5. Hotel yang terletak 15 menit dari Tugu Jogja ini recomended untuk yg mencati suasana yang lega.

6. Hotel Cakra Kembang
Pendopo kecil klasik di samping kolam renang adalah resto dari hotel ini. Menunya mungkin terlalu sederhana tetapi suasana asri menjadi daya tarik hotel ini. Hotel yg terletak 15 menit di utara UGM ini merupakan jenis hotel tua yang anggun dan bersahaja. Kalau ingin akses ke kamar yang bebas tak perlu mondar-mandir di recepcionist, anda bisa memilih kamar yang berada di bangunan luar. Jika karakter hotel bangunan baru adl kamarnya relatif sempit, hotel Cakra Kembang yang bangunan ini kamarnya luas.

7. Ros In Hotel
Terletak 15 menit di selatan Kraton Yogya. Hotel bintang 4 dengan interior romawi tema keemasan. Kamarnya lumayan luas, menu sarapan lumayan enak, kolam renang lumayan besar tetapi sangat segat airnya. Anda mau mengisi kamar twinbed anda dengan 4 orang sekalipun, tidak ditegur. Dengan rate 500ribuan bahkan kurang, anda bisa menikmati fasilitas yang ada, termasuk fitness center dan ruang pertemuan juga besar.

8. Edelweiss Hotel
Terletak 15 menit di sebelah timur UGM. Hotel bintang 3 yang terasa bintang 2. Menu sarapan pilihannya sangat terbatas, kolam renang dewasa hanya cukup utk 1 orang, kamarnya terlalu sempit. Ratenya 400ribuan.

9. Ibis Style Hotel
Terletak 15 menit dari Stasiun Yogyakarta. Hotel ini cocok utk pelancong Malioboro. Sarapannya bercitarasa, pilihan menu memuaskan utk kelasnya sbg hotel bintang 3. Kolam renang dan kafe didesain artistik

10. Dafam Fortuna Hotel
Terletak di area Malioboro. Hotel baru dengan kamar ukuran sedang tapi sudah cukup lega. Menu pilihan sarapan memuaskan. Hotel bintang 3 ini memiliki kolam renang yang nyaman di rooftopnya. Fasilitasnya sesuai ratenya yang 400ribuan.

8/8/13

Perbandingan dua video tentang walisongo

ini ada 2 video tentang walisongo, satu video kalau Anda simak begitu ilmiah, sedangkan satu video kok cuma blunder.

mana yang fakta empirik dan mengandung ilmu, mana yang blunder, cuma ra'yu dan tidak jelas data2nya dari dua video ini? simak dan nilai sendiri.

Video 1
Video 2

8/4/13

#10 Ka'bah

Sampailah di Pemondokan, Namanya Olayan Ajyad Hotel. Hotel Binthcxcang 4 di ring paling depan, paling dekat dengan Masjidil Haram. Didepannya lagi tinggal hotel-hotel bintang 5. Beda dengan di Madinah yang tinggal mlumpat pagar, jarak Masjidil Haram-hotel lebih kurang 200 meter.

Chek in, makan malam, tidurK sejenak. Lalu jam 1 malam kita serombongan baru bergerak menuju Masjidil Haram. Labaik Allahuma Labaik... Mulai nampak bangunan Masjidnya, melalui pintu No.1 aku masuk masjid yang begitu terhormat itu, sampai beberapa langkah aku melangkah masuk, nampak di depan dengan mata kasat ini bangunan kubus diselimuti kaib hitam

Ka'bah

Sholat Tahiyatul Masjid dilanjut dengan Sholat Jamak Takhir Qasar Maghrib Isya menjadi aktivitas pertamaku di Masjid dengan keutamaan 100.000 kali lipat ini.

Ka'bah dari kejauhan
Talbiyahpun selesai dikumandangkan. Saatnya menunaikan rukun umroh kedua : Tawaf.

Selesai tawah dilanjutkan menuju bukit Shofa, saatnya menunaikan rukun umroh ketiga : Sa'i. Diantara semua rangkaian ibadah, aku sendiri paling khidmat disini, sepanjang 7 kali bolak-balik dari bukit Shofa ke Marwah.

Sampai di Bukit Marwah, aku menyelesaikan rukun umroh yang terakhir : Tahalul.
Menjelang shubuh, ritual umroh selesai. Sampai syuruq skitar jam 6 kurang sedikit aku lewatkan waktu di sekitar Ka'bah baru kemudian pulang ke hotel dan melepas ihram, ganti pakaian biasa.

Ka'bah lebih dekat

#9 Labaik Allahuma Labaik

"Labaik Allahuma Labaik...dst..." seisi bis mengumandangkan kalimat tersebut sepanjang lebih kurang 600 km jarak menuju kota Mekkah. Kecuali yang tertidur pastinya. Khidmat sekali bacaan talbiyah dikumandangkan, tidak seperti yang dilagukan versi pop religi tertentu. Sunnahnya sejak miqot, talbiyah dikumandangkan sampai dengan kita akan memulai tawaf, begitu penjelasan ust. Rofieq dari kursi Tour Leader di bagian depan bus.

Pemandangan Kerajaan Saudi aku nikmati sepuas-puasnya karena aku duduk di bangku paling depan. Dari jam 3ansore sampai masuk ke Mekkah sekitar jam 9an malam.

Setiap melihat angka kilometer di samping jalan raya yang aku lalui, "Mekkah 50 km", semakin kecil angka km nya, semakin nggegirisi bacaan talbiyah terdengar si telinga. 

Sampai akhirnya terdengar ust Rofieq berbicara : "Bapak Ibu semuanya, mari bangun semua, beberapa saat lagi kita akan memasuki batas kota suci Mekkah Al Mukaromah, saya ingin semuanya dalam keadaan tersadar saat melewati ini, tidak ada yang tertidur, karena..... bla bla bla usg Rofieq menjelaskan beberapa dalil".

Menara yang konon tingginya 600 meter lebih dengan jam raksasa yang besarnya 30 meter di atasnya, mulai tampak. Itulah Bait Al Braj, bangunan tinggi yang letaknya persis di depan pintu No.1 Masjidil Haram.

Aku mulai sok tahu menunjuk-nunjuk : kita mau ke arah situ tuh. Masjidil Haram yang dulu hanya di pigura2 ruang tamu, kini nyata di depan sana, tidak jauh lagi.
Terima kasih ya Allah berkenan mengundangku ke sini.

#8 Bir Ali

Akhirnya tiba pada detik terakhir mata ini diijinkan Allah menatap secara kasat Masjid Nabi-Nya yang terhormat itu.

Saatnya meninggalkan Madinah, menuju Mekkah. Aku kembali ke pemondokan, melepas semua pakaian, berganti pakaian ihram. Helaian kain putih tak berjahit, menyerupai kain yang akan aku pakai ketika pulang keharibaannya nanti. Bedanya, kalau ini jumlahnya 2 helai, kalau nanti aku mati dibungkus berapa helai ya, belum tahu malah. Dasar ngawur, padahal kemaren sebelum berangkat sudah dijelaskan sama Mbah Kung.

Selamat jalan Madinah Al Munawarah, terlihat tugu bertuliskan END OF HARAM. Ya, itu adalah tugu penanda batas tanah haram atau tanah suci Madinah. Nanti di Mekkah juga akan ada lagi penanda batas masuk tanah sucinya.

Tidak jauh dari tugu itu, berhenti kita di masjid yg cukup besar tapi belum seapa-apanya Nabawi. Namanya Bir Ali. Di Masjid itulah kita mengambil Miqat.

Yang dilakukan adalah niat. Niat adalah 1 dari 4 rukun umroh yang wajib dikerjakan. Sebetulnya bisa memaikai kain ihram disini, tidak dari pemondokan, tapi tidak ada tempat khusus untuk ganti, paling di dalam masjid atau di tempat wudhu.


8/1/13

#7 Shaf Pertama

Dari kamis sore, kini sudah Ahad. Entah untuk keberapa kalinya aku keluar masuk Badr Gate, pintu kesukaanku. Dua setengah jam sebelum Dhuhur, aku sudah selesai dari Raudhoh dan Makam Rasulullah. Keluar Masjid dari pintu depan kiri (Baqee Gate), dan masuk lagi lewat pintu depan kanan. Pintu itu letaknya sejajar dengan shaf ke-6an dari depan.

Wah, ada space nih di sebelah Bapak tua di Shaf pertama. Langsung saja aku hampiri. Alhamdulillah, akhirnya dapat shaf pertama, walau waktu dhuhur masih dua jam lebih.

Aku mengisi waktu dengan sholat mutlak, dilanjut tilawah. Seusai tilawah, seperti biasa : bercakap-cakap dengan bahasa Isyarat dengan orang disebelahku.

Si Bapak tua yang wajahnya mengingatkanku pada sunan-sunan walisongo itu meminjam mushafku. Dia tidak bisa bahasa Indonesia, aku tidak bisa bahasa Arab, kebingungan juga aku menangkap maksud yang dia isyaratkan. Sampai akhirnya faham juga, dia bilang mushafku terlalu kecil, tolong ambilkan di rak didepanku itu mushaf2 lebih besar, ayo baca Quran sama-sama.

Satu mushaf dibaca bersama, aku jadi teringat Mbah Kung. Kakekku yang saat itu sedang berulang tahun ke 97 dan tetap sehat dan rajin sholat. Mbah Kung banyak menemaniku sewaktu aku kecil, tapi aku jarang sekali ke rumah Mbah sekarang saking sok sibuknya. Sehat2 nggih mbah... *meng-ha-ru-kan.

Mbah Kung adalah orang yang aku mintai restu setelah Ibu Bapakku dan mbah Putriku sebelum berangkat. Mbah Kung yang mantan pejuang sekaligus kayim (nasionalis-spiritualis jadi satu di cucunya ini) pesannya sederhana sekali saat itu, pertama : "moga-moga ngibadahmu ketrima". Kedua, "jaman mbah buyut munggah kaji mbiyen, kain ihram disimpan untuk dijadikan kafan, jadi tidak beli mori lagi". Dan beberapa wejangan untuk meluruskan niat lainnya. Mbahku TOP abizz, the real ulama, yang sudah terbukti dan teruji. Wejangannya mantebbb abizz.

Kembali ke shaf pertama Masjid Nabawi, aku membaca Quran bersama dengan Pak tua mirip walisongo itu. Awalnya dia cepet banget bacanya, aku kepuntal2 jadinya pelan banget bacanya.
Sebuah teknik mengajari Baca Quran yang keren, santun dan nancep banget buatku. Aku baru nyadar tahsinku masih buerantakan abiz, bacaanku dikoreksi tanpa dia mengguruiku dan aku merasa digurui. Aih, takjub aku, wong kita nggak bisa bahasa satu sama lain kok ya aku bisa dikasih tahu banyak hal.
Sekitar sejam aku selesai berguru. Dan jeng jeng jeng...saatnya dapat sertifikat dan ganti nama, karena sudah nyantri di tanah suci. Hahaha....becanda2....

Selesai itu, tanpa sempat berkenalan, aku dan sang mirip sunan itu terpisah oleh seorang pangeran Arab yang duduk disebelahku.

Adzan dhuhur berkumandang. Sholat terakhirku di Masjid Nabawi saat itu, di shaf pertama dan pas Imam meninggalkan pengimaman aku sempat menyalami beliau, beliau tersenyum santun.

#6 Bukber di Nabawi

Walaupun bukan bulan puasa, tapi hampir tiap hari ada buka puasa bersama. Karena bulan itu bulan Rajab, pada puasa Rajab katanya orang sana. Menyenangkan, karena aku sempat dan kuat puasa sekali di Madinah saat itu.

Ada plastik digelar banyak sekali, di atasnya ada roti arab, kurma dan teh manis (teh bukan ya?kayaknya si teh). Aku duduk saja di salah satu gelaran makanan itu. Satu demi satu orang berdatangan menyebelahiku. Sesekali sambil sok akrab dengan bahasa isyarat aku berbincang dengan orang-orang tidak bisa berbahasa Indonesia (kasihan..) di sebelahku.

Ada banyak hal menarik buka puasa bersama disana. Diantaranya pertama : walau rotinya cuma sepotong, tapi bikin kenyaang juga. Maafkan aku roti, aku sudah suudzon sebelumnya (yah, buka begini mana kenyang, batinku sebelum adzan). Terbukti aku kuat sampai baru makan malam sesudah Isya, sekitar jam 10 malam.

Kedua : orang yang memberi buka puasa (yang dipikiranku dia adalah juragan mebel--mentang2 mukanya arab. Arab = mebel? Hehe), mengajak jamaah untuk buka puasa dengan makananya sangat mengharap. Dalam bahasa Arab si, tapi mungkin dia bilang "tolong buka disini saja mari...mari..."

Hidangan Buka Bersama

#5 Makam Baqi

Makam Baqi, makamnya para Sahabat di zaman Rasulullah dan makam ulama-ulama saat ini. Letaknya di sisi kiri masjid Nabawi, arah jam 11 dari apartemenku. Walau bersambungan langsung dengan pelataran Nabawi, setengah jam lebih deh aku berjalan melewatkan senja dari penginapan menuju kompleks pemakanan itu. Kita tidak bisa masuk, hanya melihat dan berdoa dari balik teralis tinggi.

Sepulang dari Baqi, aku bercerita dengan teman jamaah yang sudah umroh dan haji berulangkali. Pa Imam namanya, beliau mungkin ke Mekah-Madinah seperti ke Bekasi. Hehehe...piiis pa Imam.

Akhirnya saya diajari teknik masuk ke Makam Baqi dan cara bagaimana menyaksikan pemakaman disana yang beberapa berbeda dengan di tanah air. Misalnya katanya, kedalaman kuburannya cuma paling setengah meter, karena memang batu berpasir disana, bukan tanah gembur seperti disini. Dan setiap periode tertentu tulang belulang dikumpulkan di satu tempat untuk bisa bergantian makam itu dipakai oleh yang lain.

Sayangnya kesempatan mempraktekkan tips dari Pa Imam itu belum menghampiriku, sampai meninggalkan Madinah. Mudah2an nanti bisa kesana lagi.

Underpass disamping makam Baqi, jalan ini lewat bawah Masjid Nabawi

#4 Masjid Quba

Keesokan harinya adalah Jadwal city tour Madinah. Destinasi pertama adalah masjid Quba, Ustadz Rofieq dan mas Ahmad sang mutowif mengingatkan kita sebelum bis berangkat untuk ambil wudhu terlebih dahulu. Agar kita mendapat keutamaan pahala setara Umroh karena memiliki wudhu dari tempat tinggal sampai Sholat 2 Rakaat di Masjid Quba.

Masjid Quba
Masjid Quba adalah masjid yang didirikan Rasulullah pertama ketika hijrah. Rasullullah gemar ke masjid tersebut setiap hari Sabtu. Dan hari itu kita kesana juga hari Sabtu. Btw, kenapa Rasulullah masih senang ke Masjid Quba padahal sudah ada Masjid Nabawi. Wallahu'alam, pendapatku si : karena Rasulullah tidak melupakan sejarah.

Semoga kita termasuk orang yang tidak melupakan, apalagi meremehkan, apalagi hobinya menghancurkan situs2 sejarah. Dengan dalih menghindari syirik, dll. Cerdaslah sedikit, ada kok caranya mengantisipasi syirik tanpa harus menghancurkan situs sejarah. Kalau begitu pola berpikirnya, sama saja kamu menghindari sombong dengan tidak mau menjadi kaya. Hanya orang dungu yang merasa terbimbing yang punya pemikiran seperti itu.

Masjid Quba, dijelaskan oleh Ustadz Rofieq sebagai masjid yang memiliki kedudukan yang utama di bawah tiga masjid (Masjidil Haram, Nabawi & Aqsa). Di bawah masjid Quba tidak ada lagi, masjid selain itu, dimanapun, derajatnya sama.

Destinasi selanjutnya adalah ke Jabal Uhud, lalu ke Jabal Magnet, Masjid Qiblatain dan sampai lagi di Masjid Nabawi beberapa menit menjelang Adzan Dhuhur.

#3 Sholat Jumat di Madinah

Pagi pertama di Madinah Al-Munawaroh, hari itu hari Jumat. "Dududu, yang mau jumatan di Masjid Nabawi ni yee.." celetuk seorang jamaah putri di rombonganku. Iya yah, nggak ngimpi banget aku.

Pagi itu tanpa diagendakan, Bang Roni mengajakku mblusukkan kota Madinah. Ketemu orang sehobi : hobi jalan kaki. Ya, ke kota manapun kalau ada waktu pasti aku sempatkan jalan kaki menyetubuhi kota. Karena dengan jalan kaki, semua menjadi terlihat dekat dan detail.

Menyusuri jalanan Madinah yang aspalnya semulus paha Cherry belle, ke tempat jajanan membeli semacam hotdog khas arab, ke daerah yang banyak burungnya macam di film Habibie-Ainun, menyusuri gang-gang sempit tempat losmen 20riyal (50ribuan) permalam berada, sampai ke masuk ke lobi-lobi hotel bintang 4 sekedar meluruskan kaki di sofa dan mensurvay rate room. Hohoho... udah optimis banget mau kesini lagi tanpa biro nih kayaknya. *sssst rahasia.

Time to Jumatan.

Masjid Nabawi sudah dipadati jamaah sampai halaman-halamannya. Aku sangat terbantu sekali dengan dekatnya jarak pemondokan, coba kalau jauh, akan susah lagi time managementnya, karena jarak dari gerbang depan masuk ke bangunan masjid saja sudah lumayan luas tu pelataran. Daru pintu masjid sampai pengimaman lebih luas lagi, harus melewati berapa block di dalam masjid.

Oya, tapi tidak usah kuwatir ngos-ngosan jalan mencari shaf terdepan, karena di banyak titik di dalam dan luar masjid disediakan air zam-zam yang didatangkan khusus dari Mekkah.

Zam-zam

Jum'atanpun berlangsung khidmat, dengan khotbah yang 100% tidak ada Bahasa Indonesianya. Ya iyalah...

Mmm, aku jadi teringat kisah di tanah air. Bahwa para wali dan ulama zaman dulu sering paginya masih di kampungnya, tapi siangnya dia jumatan di Masjid Nabawi. Hohoho... apa pendapatmu? Pendapatku si : logika itu bukan puncaknya ilmu. Masih ada ilmu di atas batas kemampuan pemahaman kita. So, untuk hal yang tidak kita kuasai, seperti teknik berangkat-pulang jumatan dari Indonesia ke Madinah dalam sekejap, janganlah buru-buru kita menghakimi. Apalagi mencerca..


Layah-Leyeh

#2 Makam Rasulullah SAW

Selesai sholat 2 rakaat, aku harus lekas berdiri, karena dari belakang arus jamaah terus merangsek masuk ke Raudoh. Aku berjalan saja pelan mengikuti arus, Alhamdulillah ada secuil space, aku melompat dab sholat lagi deh. Selesai sholat, ditepuk pundakku oleh orang yang minta gantian mau sholat juga, aku berdiri lagi, berjalan lagi, mengikuti arus lagi.

Perlahan jalan, sampailah di ujung depan Raudoh, aku ikuti saja aba-aba polisi masjid yang berjaga di depan Raudoh, akupun belok kiri.

Ditengah berjubelnya jamaah yang sayup-sayup tiap mereka melantunkan sholawat, aku terhenyak kaget... di sisi kiriku ternyata...

Makam Rasulullah...

"Salamu'alaika Yaa Rasulullah, salamu'alaika Yaa Habiballah, salamu'alaika Yaa Rahmatan lil alamin...."

Huhuhu... orang jelek, hina, fasik, penuh maksiat begini masih Engkau ijinkan berjarak hanya beberapa meter dari tempat jasad nan mulai Kanjeng Nabi Muhammad berada... maturnuwun Ya Allah...

Makam Mulia Rasulullah SAW

#1 Raudhoh

Ini ceritaku bertamu ke rumah paling istimewa di muka bumi, rumah Allah. Dua bulan sebelum Ramadhan, di bulan Rajab kemarin Allah mengundangku untuk kali pertama.

Difasilitasi oleh travel kenalanku, milik Ustadz Zainur Rofieq, Al Aqsa namanya, aku berkesempatan mencicipi pesawat dengan kursi 10 baris untuk kali pertama, menuju Jeddah dengan sekali transit di bandara mewah Abu Dhabi.

Sampai di Jeddah, mengantri di koridor Umrah, petugas dari Al Aqsa sudah sigap memberesi tetekbengek keimigrasian. Aku dan 58 rombongan tinggal melenggang menuju 2 bus bersama mutowif di masing-masing bus.

Saatnya meluncur ke Madinah, satu dari dua tanah haram yang umat Islam miliki. Jam 12an terik start di Jeddah, jam 6 senja sudah sampai di Madinah.

Dengan biaya yang minimum, Al Aqsa memilihkan pemondokan terbaik untukku, Al Majidi Arac Suite nama apartement tempatku menginap, tepat di depab Masjid Nabawi tidak diselai bangunan apapun. Membuatku leluasa mondar mandir ke Masjid Nabawi.

Satu jam istirahat dan mandi, saatnya menanti adzan Maghrib, kali pertama seumur hidupku sholat di tempat yang begitu terhormat, yang bertahun2 aku idam-idamkan. Suka cita tiada terkira ingin segera bergegas.

Ketika turun dari lantai 11 tempat kamarku berada, seorang rekan jamaah menghampiriku. Jadi ada teman jalan ke masjid deh. Dia Bang Roni namanya, ketua komisi pendidikan & agama di DPRD Bengkulu, lulusan Kairo yang melanjutkan doktor tapi tidak selesai.

Adzan Maghrib berkumandang. Wow, ini live man dari Madinah suaranya...sesuatu beudh buatku. Bang Roni ini sudah pernah sekali kesini. Dari arah pintu gerbang masjid, aku diajak berjalan menyerong ke kiri, aku pikir mau di ajak ke arah pengimaman di depan sana, ternyata aku masih diajak berjalan menyerong kekiri. Melompati jamaah, memotong shaf, sampai mentok dibelakang orang yang berjubel.

Iqomat berkumandang, dengan umpel-umpelan akhirnya aku dapat shaf dan inilah sholat pertama seumur hidupku yang bernilai 1000 kali lipat.

Maghrib selesai, aku tidak bisa wiridan lama karena arus jamaah dari belakang bergerak kedepanku cukup menggangguku. Bang Roni sudah entah disebelah mana, aku kehilangan jejak. Aku ikuti saja arah arus jamaah yang mendorongku ke depan.

Subhanalloh, baru bergerak 2 shaf ke depan. Warna karpet yang aku injak bukan lagi merah, tetapi hijau. Testur karpet yang aku injak tidak lagi lembut, tetapi sangat lembut.

Raudhoh...

Di bacaan sebelum aku berangkat dijelaskan bahwa batas Raudhoh adalah karpet berwarna hijau.
Merinding, menangis, mengusap muka dan aku langsung sholat saja disitu 2 rakaat. Sholat di taman surga, di jarak antara rumah Rasulullah dengan mimbar beliau, sungguh tidak bisa digambarkan perasaan saat itu.

Di dalam Raudhoh