11/28/14

Interstellar

Manusia didimensi kelima, bisa melihat kehidupan di bumi. Manusia bisa mencapai dimensi kelima ketika dia sudah bebas dari ruang dan waktu. Digambarkan dalam film ini, manusia menjadi bebas dari ruang dan waktu ketika masuk ke dalam blackhole, yakni singularitas dimana benda apa saja akan tersedot, bahkan gravitasi dan cahaya sekalipun.

Didimensi kelima, waktu menjadi realitas fisik. Masa lalu bisa dipanjat seperti tebing, masa depan bisa didaki seperti gunung.

Manusia di dimensi kelima bisa mengirimkan pesan kepada manusia di dimensi ketiga. Asalkan manusia dimensi ketiga tahu medianya, tahu polanya. Di film ini, jam tangan kembar milik Murph dan ayahnya menjadi medianya. Morse menjadi kodenya. Jam tangan perlambang cinta, morse hanya bisa dibaca bila kita titen.

Bukan hanya mengirim pesan, di akhir film ini bumi yang nyaris hancur justru berakhir sangat mutakhir berkat diajari oleh manusia dimensi kelima.

Manusia yang sudah mati dimensinya akan naik, dia bisa mengabsen pengiring keranda hingga langkah kaki orang terakhir. Terbuka sekat antara ia dan anak cucuknya setiap malam jumat.

Mereka yang mati tidak menghilang, seperti Cooper sang astronot yang masuk ke blackhole. Ia tidak hilang, melainkan naik dimensi. Cara pandang materialismelah yang menyesatkan kita, sehingga yang materi dianggap realitas fisik dan yang lain dianggap lenyap.

Kalangan fundamentalis saja yang membantah pesan Nabinya sendiri tentang ziarah. Melenyapkan leluhur dari pikiran mereka dgn ancaman syirik yang dibuat se-ngeri mungkin.

Apa jam tangan cinta dan kode morse antaramu dan kakek buyutmu saat kau ziarah? Karena ziarah bukanlah ritus belaka. Dari dimensi kelima mereka yang kita ziarahi ingin menolong kita yang diujung kehancuran gaya hidup ini.

Yogya,
28 Nov 2014

11/27/14

Militansi

Militansi! Itu yang dipunyai mereka para pembuat perubahan di daerahnya. Tren wiraswasta dulu lenyap ketika gelanggang PNS jadi rebutan. Tren PNS-pun akan segera berakhir, entah berganti menjadi apa sebentar lagi. Namun, lepas dari embel-embel semua itu, mereka yang punya militansi akan terus dikawal oleh bumi untuk terjaganya kiprah nyata.

Kalau dijaman beberapa puluh abad yang lalu semua orang adalah indigo, punya daya tangkap indera dg rentang frekuensi lebih lebar. Kalau beberapa puluh tahun yang lalu semua orang militan, akibat paksaan jaman demi bisa bertahan hidup. Kalau sekarang, yang indigo dianggap aneh, yang militan disubya-subya.

Padahal melebarkan daya tangkap frekuensi kita, menghidupkan militansi kita, adalah lumrah dan defaultnya hidup kita.

Pasti Baik

Kalau keputusan hatimu benar, kamu dapat 2 kebaikan. Kalau salah, 1 kebaikan. Yang pasti tidak dapat kebaikan itu, kalau kamu membuat keputusan tidak pakai hati.

Ruang bebanmu yang tadinya kamu isi dengan benar-salah, kini bisa diganti dengan yang lebih oportunitif : Menguntungkan apa tidak? Atau tidak usah diisi sama sekali ruang itu.

Gaya

Gaya hidup orang modern bagiku tetaplah aneh. Makan mewah pesta pora disediakan, tapi kursi tidak disediakan. Makan berdiri dianggap keren mungkin. Padahal makan dgn duduk lebih nyaman.

Datang antri, pulang antri. Didalam tidak disuguhi minuman. Tamu didoktrinasi sedemikian rupa untuk bisa sehormat mungkin kepada tuan rumah.

Tapi sekalipun aneh, tidak menjadi soal berarti buatku. Toh, itu kan cuma gaya.

Plenary Hall, JCC
26 Nov 14

11/26/14

Festival Allah

Kata Cak Nun, ibadah itu paling bawah, diatasnya adalah menuntut ilmu, diatasnya lagi adalah bekerja.

Kita tidak akan paham rumusan diatas, sekalipun disuguhi korelasi dalilnya, kalau cara pandang kita tentang ibadah masih kelira-liru.

Esensi ibadah adalah doa. Kalau selama ini yang kita paham hadirnya Allah hanya melalui doa, coba cari pemahaman yg lebih arif mendalam.

Doa itu festivalnya Allah, Allah hadir secara show off dalam pengkabulan2 doa. Tapi sejatinya Allah bukan sebatas ada di festival. Kita kerja ya Allah datang membayar, kita jual ya Allah datang membeli. Itulah bentuk-bentuk kehadiran Allah yang sering kita abaikan. Tandanya kita lebih sibuk berdoa, abai bekerja.

Sampai sini mungkin agak lebih paham maksud kata Cak Nun tadi.

Tuntaskan Diri

Sewaktu awal-awal aku memulai usaha dulu, salah satu guru bisnisku mengarahkan untuk berkiblat ke Astra. Etos dan culture seperti yang dibangun di Astra tidak banyak dimiliki oleh perusahaan Indonesia lainnya. Pantas saja, Astra menjadi salah satu perusahaan terbesar di Indonesia yang kuat.

Astra dipimpin oleh CEO sbg leader. Ada satu pesan sederhana yang menurutku menarik kemarin. Katanya kurang lebih begini : Kalau Anda misalnya merasa PDCA itu menjadi bagus kalau diterapkan di perusahaan Anda, ya lakukan itu bagi Anda sendiri dulu. Jangan Anda belum beres melakukan sudah nyuruh-nyuruh. Tidak jadi itu.

Plan Do Check Action, salah satu prinsip disiplin manajemen yang diadopsi dari Jepang tentu saja akan bagus diterapkan di perusahaan kita. Sekalipun tidak menjamin kesempurnaan hasil, setidaknya itu lebih baik daripada prinsip "Kumaha engke wae".

Lalu, dimana batasnya kita sudah betul melakukan sehingga bisa menyuruh yang lain? Batasnya adalah ketika kita menjamin diri kita tidak kecolongan, sehingga bisa ditegur oleh yang lain. Ketika kita masih pada taraf penerapan gramang-gremeng begitu, ya mana berani menyuruh-nyuruh. Iya to? Tuntaskan ke diri sendiri dulu, nanti menyuruh tidak gamang.

Sunlake Hotel,
26 Nov 2014

11/25/14

CEO Sharing

1. Pokok kekuatan Astra dalam menjaga konsistensi dan orisinalitasnya adalah pembangunan culture. Mustahil ada kemajuan, dalam bentuk apapun, tanpa membangun dan menjaga culture.
2. Indonesia di ajang world economyc forum dan forum2 global lainnya kini tidak lagi inferior, diprimadonakan, dipenasarani
3. Kalau situasi ekonomi dalam negeri sekarang susah, Anda jangan salah, dunia sedang sakit.
4. Kalau orang Indonesia lawan orang luar satu lawan satu, yakin menang. Sayangnya kita ini dikeroyok.
5. MEA untuk produk kita confidence, untuk jasa itu yang riskan. Kita lemah di skill labour.
6. Harusnya pemerintah memberikan proteksi kepada produk unggulan dalam negeri. Tameng berikutnya utk MEA adalah kita dunia usaha kompak saja, tidak menerima karyawan dari luar.

Executive Lounge Astra International,
25 Nov 14

11/24/14

Bombardir Zaman

Siapa bilang bayi lahir itu polos los. Bayi lahir itu sudah built in didalamnya nurani. Didalam nurani ada seribu indera, 200x lipat dari indera yang orang dewasa paham. Kalau ia dibilang polos, itu maksudnya polos dari belief system, dimana belief system itu menumpuk melebihi lemak, berasal dari dogma-dogma yang dikonsumsi orang dewasa.

Semakin bertambah umur, penggunaan nuraniku menurun. Reseptor indera nurani yang kupakai makin sedikit. Kecerdasankupun sekarang kalah jauh dibanding saat aku baru datang ke planet bumi ini.

Tapi untung saja aku masih kenal nurani, karena ibuku tidak kalah dengan gencarnya bombardir zaman dalam mendidikku. Kalau pagi masih sempat memasakkan sarapan walau sibuk minta ampun lemburan kepala sekolah. Kalau malam masih sempat membantuku urusan bisnis.

Tidak ada cara lain untuk mampu lebih kuat dari gencarnya bombardir zaman, selain mengakses kecerdasan default kita dari bekal yang kita bawa dari luar angkasa semasa lahir dulu yang disebut NURANI.

Itu bekal untuk kita mampu menjadi orang yang KAYA WAKTU sehingga bisa rajin 'ngendong' silaturahim sebagaimana orang jaman dulu. Bisa KAYA HARTA untuk 'loman' berdedikasi dalam rangka yunfiku fii sabilillah. Juga KAYA HATI untuk mendidik istri dan untuk membuat tidak ada kesibukan dia apapun dipagi hari yang membuat ia tak sempat untuk membuatkan sarapan untukku dan anak2ku.

Cengkareng,
24 Nov 2014

11/19/14

Salam Dua Ribu

BBM Naik, aku dengar pengumumannya pas aku sedang Mocopatan. Baru beranjak dari Mocopatan jam 3.30 pagi, memang harga sudah naik. Beruntung, aku diselamatkan dari keinginan membaur dengan para pengantri, yang kalau itu terjadi pasti aku kena banyak caci, terutama dari para motivator, sekalipun niatnya cuma ingin membaur merasakan festival di SPBU yang tidak terjadi setahun sekali itu.

Aku sudah tidak punya stok kesal dan marah atas lagi-lagi tindakan pembodohan yang dilakukan oleh tindakan inlander kontemporer saat ini. Kesal dan marahku sudah aku habiskan sewaktu PT KAI mengalihkan Publis Service Obligation alias subsidi kereta ekonomi jarak jauh ke commuter line dengan alasan yang sangat musykil dan membodohi. Dialihkannya tarif KA jarak jauh ke KA commuter line itu bukan karena alasan-alasan yang mereka sebutkan kok, alasannya cuma agar KA bisnis dan KA ekonomi komersial lebih laku karena tidak mendapat nested kompetitor dengan harga subsidi yang sangat timpang. Pun demikian dengan kenaikan BBM, agar stasiun pengisian bahan bakar komersial milik asing lebih laku, karena tidak mendapat kompetitor bersubsidi.

Ini bukan barang baru, kelanjutan dari yang sudah Pak Harto tanda tangani di awal berkuasa dulu. Bahwa negara harus melakukan (1) pencabutan subsidi, (2) pengurangan subsidi dan (3) swastanisasi di segala bidang.

Selain tidak punya hasrat untuk protes dan marah, aku juga tidak punya ruang untuk protes dan marah. Katanya, yang berhak protes hanya yang kemarin mencoblos. Yah, itulah kekonyolan dan kedunguan konsep kebangsaan kita. Yang dianggap memiliki bangsa ini hanya yang menyetujui pemilu dan ikut mencobloskan diri. Owalah, klenik kontemporer apalagi ini. Betul-betul akut kejumudan konsep berbangsa dan bernegara rakyat kita ternyata.

Salam dua ribu. Selamat protes, selamat marah, selamat berbangga diri merasa tidak perlu protes dan merasa bisa menahan diri dari marah.

Ini pesan bagus bisa untuk diresapi :

"Anda boleh untuk tidak marah, tidak protes atau tidak mengamuk. Asal minimal Anda tahu bahwa Anda sedang dibodohi."