6/19/15

Mengerucut

Kenapa Diponegoro menyerah, adalah metode pembelajaran terbaik bagi generasi sesudahnya. Kenapa Tjokoraminoto bersedia dipenjara, adalah metode pembelajaran terbaik untuk generasi sesudahnya. Kenapa Pesantren Hasan Askary di Mangli menjadi sepi sepeninggal Al Muqarom, kenapa Pondok Pesantren Keudng Paruk yang terkenal itu menjadi sepi pula sepeninggal Al Muqarom adalah juga merupakan metode pembalajaran terbaik bagi generasi sesudahnya.

Kenapa Kesultanan Turki Utsmani juga harus gagal menyelamatkan Haramain dari milisi pemberontak. Itu juga pembelajaran terbaik bagi generasi sesudahnya.

Semua itu, dan banyak peristiwa lainnya, kalau Anda pengamatannya jeli adalah bukan karena Diponegoro mati langkah, bukan karena Tjokro kalah. Bukan karena Mbah Hasan Askary kehilangan karomah, bukan juga karena Mbah Abdul Malik Kedung Paruk tidak berdaya setelah beliau berpindah ke alam Barzakh. Serta bukan pula Allah kewalahan untuk meletakkan Haramian tetap pada penjaga yang benar.

Semua itu adalah agar generasi sesudahnya (kita) bisa dipandu untuk mengerucut menemukan kemana sumur pelajaran yang harus ditimba. Dan mengerucut menemukan dimana pancer peradaban peninggalan Kanjeng Rasul Muhammad saat ini berada.

6/16/15

Trainer/Motivator

Trainer/motivator siapapun, lembaga training/motivasi manapun, tidak salah, tidak jelek. Yang salah, yang jelek, adalah yang mandeg.

Ketika publik menyambut antusias, lalu bisa dikomersialisasi dengan laris manis, terus berhenti disitu. Sama seperti mandegnya teknologi batere hape, demi powerbank tetap laris. Sama seperti berhentinya teknologi mobil hybrid, demi mobil2 pendahulunya tetap berpurna jual bagus harganya.

Resikonya pejalan ilmu memang tidak sempat menjual ilmu, kadung sibuk inventory, inventory dan inventory.

6/15/15

Ribut Kata

Konon ini jaman adalah yang terburuk sejak Nabi Adam. Apa iya? Bisajadi. Karena di jaman jahiliyahpun orang Arab Badui masih pandai membuat karya sastra. Artinya mereka paham huruf, paham aksara, paham kata, paham makna, paham rasa.

Ini jaman katanya sudah bebas buta aksara, tapi nol besar soal rasa. Sehingga berminggu-minggu orang2 yang kurang beruntung secara intelektual masih saja meributkan kata-kata Pak Menag "Hormatilah Orang yang Tidak Berpuasa."

Padahal itu juga bukan kalimat orisinilnya Pak Menag. Ruing, ribut sendiri, tanda tingginya arogansi.