12/26/15

Step by Step menjadi Wahabi

Pada tahap pertama, dengan teknik passing & leading orang dicekoki doktrin MURNI & TIDAK MURNI dalam beragama. Murni adalah ada dalilnya, bukannya murni akhlaknya.

Pada tahap berikutnya, diciptakanlah GUILTY FEELING. Rasa bersalah dan berdosa. Padahal fitrah manusia ya salah dan dosa, harusnya fokus ke perbaikan, bukam fokus ke rasa bersalah. Kalau kita diletakkan di kutub negatif, disinilah dikenalkan siapa yang akan diletakkan di kutub positif, yakni generasi SALAFUS SHOLEH.

Metode mengenali dan mengautentifikasi generasi salaf mana yang benar-benar sholeh dan mana yang justru tholeh sebenarnya sangat lemah dan cenderung sebatas klaim. Karena jarak abad dan minimnya informasi, tapi entahlah kok tidak ada yang mempertanyakan itu.

Pada step ke-3, orang akan dirancukan tentang parameter TUHAN dan MAKHLUK. Karena Tuhan diletakkan meneyerupai makluk, maka makhluk gaib dianggap berpotensi menjadi saingan Tuhan karena mereka sama-sama tak kasat mata. Maka muncullah jargon anti-syirik.

Berikutnya, mereka beragama tapi diajak menggunakan parameter kaum sekuler. Parameter di lingkungan sekuler adalah perkara keseharian dibagi menjadi : AKHIRAT & DUNIA. Sedangkan parameter orang beragama seharusnya adalah: Perkara Maghdoh dan Muamalah.

Sampai pada tahap ini, sebetulnya orang sudah berpotensi untuk merusak. Bukan merusak rumah atau bangunan, tapi merusak harmoninya tatanan sosial.

Eh masih ditambah lagi step berikutnya: penciptaan musuh bersama. Musuh sosiokultur mereka adalah Nahdlatul Ulama dengan pengembangan BUDAYA-nya. Musuh geopolitik mereka adalah SYIAH dengan Imamah-nya.

Kemudian untuk memunculkan semangat kolegial soliderity dibuatlah semacam SERAGAM bersama. Jenggotnya panjang, celananya pendek.

12/23/15

Subcon Nutrisi

Dulu, jaman beberapa generasi di atas kita, bagian rumah yang bernama dapur adalah tempat yang primer. Sehingga dapur didesain lega dengan berbagai tempat ubarampe yang fungsionable. Dapur lebih vital dari ruang tamu. Karena di ruang tamu, hanya tamu tertentu yang masuk, sedangkan didapur, tetangga, orang lewat, semua bisa masuk, ngendong (berkunjung) juha nganthong (numpang makan).

Vitalnya dapur adalah karena ditempat itu first hand dari nutrisi keluarga dihasilkan. Nutrisi yg akan mempengaruhi kualitas anggota keluarga baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Sayangnya, entah sejak kapan. Dapur menjadi mendapat stiga negatif. Dapur jadi terpinggirkan. Yang utama adalah tamu dan ruanh tivi.

Akibatnya, orang tidak bisa menemukan lagi keasyikan di dapur. Warna-warni cabe, fragmen2 pethikan kangkung, wangi rempah-rempah, semua tidak lagi menarik. Sambil disaat yang sama, orang lebih ayem men-sub-kontrak-kan pasokan nutrisinya kepada pihak ketiga. Ngewarung. Ngerames. Delivery order.

12/21/15

Bangkrut Statis

Orang Jawa itu di keadaan apa saja kok ya tetep saja bisa melihat untungnya. Kalau jatuh di jalan: untung cuma lecet, enggak ada yang parah.

Kalau dagang sepi: untung cuma sepi, enggak sampai nombok. Kalau nombok: untung cuma nombok, enggak sampai utang. Kalau utang: untung cuma utang, enggak sampai bangkrut. Kalau bangkrut: untung ketemu bangkrut, daripada enggak pernah mencoba.

Kalau nggak pernah mencoba: untung nggak pernah mencoba, jadi nggak perlu ngerasain bangkrut. Loh? Hehe...

Tidak ada peristiwa statis di dunia ini, termasuk bangkrut. Bangkrut statis tidak akan terjadi, kalau energi pikiran kita tetap digerakkan menjadi kumparan yang dinamis, sehingga bisa mengelektromagnetik keadaan dan memproduk momentum kebangkitan. Kecuali pikiran kita stuck berhenti.

Ekonomi Sederhana

Tentang perlambatan ekonomi yang terjadi nyaris menyeluruh, dari perusahaan multi-nasional sampai perusahaan ecek-ecek, disatu sisi adalah sebuah keluhan disisi lain juga kesyukuran.

Bagaimana tidak mengeluh kalau sales mobil dan sales kredit semakin diforsir demi target. Pun demikian kaum usahawan kecil. Kalau pedagang nasi goreng harus menaikkan harga jualnya, itu bukan aji mumpung atas momentum, itu karena kepepet atas harga2 bahan baku yang melambung. Disisi lain mereka harus siap dengan realita pembeli menjadi berkurang drastis karena daya beli konsumen melemah.

Itulah arti 2.000 rupiah dinaikkannya harga premium yg merupakan satu dari tiga kebutuhan bahan pokok selain beras dan gas. Kita belum mendengar dampak pengalihan subsidi untuk pendidikan dan daerah tertinggal, tapi sudah bising dengan pelemahan daya beli masyarakat yang menyeluruh se-nasional.

Belum lagi ditambah faktor ekonomi global, pemusatan modal dan berbagai rekayasa ekonomi lainnya. Apakah sensus ekonomi tahun ini akan mampu menyajikan fakta yang jujur dari data yang akan mereka serap dari lapangan se-nasional ini? Kita lihat saja nanti.

Kalau hal di atas adalah sisi keluhannya. Maka ada pula sisi kesyukurannya. Syukurnya adalah, mudah2an perlambatan ekonomi ini akan mendekatkan kita pada momentum dimana kita sadae bahwa rekayasa ekonomi sudah terlalu akut. Sehingga secara kompak dan massal kita mau bersama-sama kembali ke konsep ekonomi yang sederhana. Sederhana bahwa bisnis adalah tukar menukar kebutuhan, bukan rekayasa keinginan disulap jadi kebutuhan. Sederhana bahwa iklan itu mengenalkan produk, bukan menjebak. Sederhana bahwa modal itu faktor pendukung sistem, bukan penguasa sistem. Sederhana bahwa hidup yang enak itu hidup sederhana.

12/20/15

Impossible Ikhtiar

Aku hidup didesa, tapi jauh dari pelayanan alam, pelayananku dari Industri: bumbu instan, alfam*rt, gadget. Mbahku petani, tapi ilmuku teknologi informasi.

Ini sepertinya aku harus buru-buru men-download ilmu dari Mbah-mbahku. Agar aku paham ilmu bertani. Agar aku tidak bengong, nglangut, se-pasca ikhtiar. Agar aku tidak mengerjakan imposible ikhtiar.

Pak Tani itu, kalau sudah mencangkul lahan, memberi kompos dan menanam bibit, selanjutnya pekerjaannya ya tinggal menunggu. Menunggu panen.

Tinggal tugas Tuhan dan keniscayaan waktu yang bekerja. Kita menunggui saja, merawat, menjaga. Boleh menunggu sambil ngelangut, boleh menunggu sambil menggerutu. Tapi boleh juga menunggu sambil pergi 'repek' mencari kayu bakar. Atau sekedar nyeset-nyeseti bambu barangkali bisa jadi irus atau siwur.

Tapi please pekerjaan Tuhan jangan diganggu dengan mulur-mulurin batang tanaman. Kamu kira itu bisa membuat waktu panen lebih cepat?

Lah, tapi kalau panen masih lama. Kita makan apa donk? Makan tuh lamunanmu. Ya salahmu sendiri kenapa dari dulu tidak mempersiapkan umbi-umbian kek, atau tanaman sela apa kek, yang umur panennya lebih cepat, bisa untuk bahan pangan alternatif. Itu kan bisa direncanakan. Asal kamu mau berpikir detail.

Pecundang Vacancy

Entah aku harus bersyukur atau harus mengeluh. 10 tahun mencoba konsisten mengikuti katahati. 10 tahun puasa untuk tidak melacur dari mitos 'urip mapan kudu dadi pegawai'. Hari ini sepertinya semua pintu untukku berkemungkinan menjadi pekerja sudah tertutup sempurna.

Faktor eksternal adalah perlambatan ekonomi global yang mengakibatkan perusahaan makin eksploitatif memerah anak buahnya. Sudah kenyang aku mendapat keluhan kaum pekerja mulai dari yang bergaji rendah sampai yang bergaji bejibun. Dari yang bekerja di perusahaan ecek-ecek sampai yang kerja di perusahaan gedhe, segedhe gaban.

Sementara faktor internal adalah karena aku tidak mempunyai ijasah yang bonafide dan tinggalan IPK yang memadai. Ketambahan hasrat untuk kuliah lanjutan belum ada, tetap rencananya lanjut kuliah ya nanti mengisi waktu luang bersama istri setelah menikah.

Jadi, sekepepet-kepepetnya hidup. Mau tidak mau aku harus menjebol tembok inspirasi baru. Karena semua pintu pecundang sudah tertutup semua dengan sempurna. Sesusah apapun inspirasi itu dijebol. Energinya ya energi penghabisan: daripada sesak napas dihimpit keadaan.

12/18/15

Analisis Rasa

Kalau C.I.N.T.A itu sebuah program, maka ada input - proses - output. Yang orang pahami tentang cinta adalah output, bukan cinta itu sendiri. Output itu bentuknya : kecenderungan rasa. Walau cuma kecenderungan dan cuma rasa, tapi indahnya melampaui dunia seisinya.

Lalu apa inputnya? Dalam kosakata Arab disebut Ratib Al Qulub, yakni : diriku yang ada dihatinya, atau hatiku yang ada dirinya, atau bagian dari diriku yang ada di satu bagian di dirinya, atau entahlah disebut dengan apa, yang jelas maksudnya itu. Kecerdasan orang Jawa memaknainya, sehingga di Jawa dikenal falsafah : sigaraning nyowo yang diakronimkan menjadi garwo (Indonesia:Istri).

Apakah didalam diri calon pendampingmu, engkau menjumpai dirimu ada disana? Ataukah engkau tidak bisa melihatnya? Atau jangan-jangan bahkan engkau belum bisa mengetahui dan mengenali dirimu yang ada di dalam dirimu sendiri sehingga engkau kesulitan mendeteksi adanya dirimu di dalam orang lain? Welah dalah... mumet...

Loh, bukankah kecenderungan rasa itu tanda bahwa ada diriku di dirinya? Oh, belum tentu. Kok belum tentu? Belum tentu, karena parametermu atas rasa juga tak menentu. Cantik, cerdas, memukau. Langka, terpelihara, mempesona. Pukau dan pesona sekarang ukurannya suka-suka, bukan? Terkungkung rasa. Heum... dibawa merenung saja dulu... agar bisa melepaskan diri dari kungkung rasa dan memulai menganalisis.

Lalu, kalau output sudah tahu, input juga sudah tahu, lalu apakah prosesnya? Prosesnya bernama : Momentum. Momentum adalah sesuatu yang diatas kecepatan. Momentum adalah sesuatu yang harus panjang menganalisanya. Tinggal kita mau sibuk menganalisa atau mau sibuk online dengan Sang Penguasa Momentum.

Kaleidoskop 2015

Tahun 2015, tahun yang menakjubkan dan penuh kesyukuran. Di tahun ini, core activity-ku masih berkecimpung di dunia gula kelapa. Ini adalah tahun ke-4 aku membangun embrio perusahaan dari nol bersama dua rekanku, Hilmy dan Azis. Walaupun kecil, karena memang kita berangkat dari modal yang super cekak, tapi mungkin inilah satu-satunya perusahaan lokal di daerahku yang menerima berbagai penghargaan juga yang sudah melakukan ekspor langsung.

Pastinya masih panjang untuk perusahaan ini bisa seatle seperti Elang Groupnya Elang Gumilang atau sekaya Saratoganya Sandiaga Uno. Mudah-mudahan saja kita bisa memperjumpakan diri dengan banyak momentum sehingga proses yang masih panjang itu bisa ditempuh tidak harus memakan waktu yang lama.

Selain aktivitas makaryo sebagai kewajiban untuk mewajarkan diri sebagai manusia modern seperti di atas itu. Aku juga masih harus menyelesaikan pendidikanku. Aku mengambil pendidikan di bidang filsafat. Tahun ini insyaallah lulus wisuda dan bisa lanjut ke jenjang selanjutnya.

Kalau jenjang pendidikanku diibaratkan adalah belajar bertani, maka jenjang yang sedang aku tempuh adalah jenjang mengenali lahan yang kita miliki, jenis, countur dan karakteristiknya. Setelah kenal betul, di jenjang berikutnya aku diharuskan berkesperimen menentukan bibit budidaya apa yang benar-benar cocok dengan karakteristik lahan yang aku miliki. Menarik sekali pembelajaran yang sedang aku tempuh, aku bersyukur atas itu.

Selain kedua kesibukanku di atas, aku juga bersyukur bertemu dengan banyak persentuhan-persentuhan dan ekstrakurikuler baik rejeki maupun ilmu. Berikut catatan bulan perbulan yang sudah aku lalui di tahun 2015 ini :

Januari
Di bulan ini aku dan rekan-rekan disini menerima workshop keorganisasian dan kemasyarakatan dari Pak Toto Raharjo, Mbahnya LSM di Indonesia. Pendampingan dari beliau masih berlangsung hingga saat ini. Paradigma dan struktur yang beliau miliki mungkin hanya satu-satunya yang ada di Indonesia, silahkan sodorkan kepadaku kalau ada tandingannya.

Di bulan ini juga aku mendapat pembelajaran praktikal dari seorang pengusaha properti di Yogyakarta mengenai eksekusi lahan dan perencanaan klaster. Sayangnya memang aku belum berkesempatan mempraktekan ilmu ini hingga final, jadi klaster perumahan dan jadi uang.

Selain itu aku juga sedang getol belajar mengenai perencanaan paket program umroh dan perencanaan umroh backpacker, menimba ilmu dari teman-teman yang aku kenal dari jejaring di dunia maya. Tapi niatanku bukan untuk membisniskan ini, niatanku untuk mencari jalan termudah dan termurah bisa berhaji/umroh.

Februari
Cak Dil dari Malang dan Doktor Heri dari Jogja memberikan kepada kita pembelajaran tentang material konstruksi alternatif. Beberapa rekan mempraktekkan penggunaan material alternatif ini beberapa hari di Laboratorium milik Doktor Heri di Jogja. Sayangnya hingga saat ini, produk pengembangan yang kita tekuni belum bisa diorientasikan ke pasar.

Maret
Hall utama di hatiku harus dikosongkan, karena seseorang yang berada disana, di awal bulan ini dilamar orang. Dan lima bulan kemudian, mereka ditakdirkan menikah. Ah sudahlah..

Di hari yang sama, house of L22 yang menjadi basecamp komunitas milik rekan-rekan harus dikosongkan. Saatnya move on, hijrah.

Kesibukanku di bulan ini adalah berpartisipasi di beberapa workshop, diantaranya di Karanjambe di tengah hutan pinus Banyumas selatan, juga berpartisipasi di workshop di Magelang untuk teman-teman Komunitas Maneges Qudroh.

April
Selama tiga hari tiga malam kita mengodhog model embrio bank komunitas. Tandon uang tidak harus berada di luar komunitas, karena yang terjadi selalu akan seperti bank pada permainan monopoli yang selalu kaya raya dan semakin kaya raya sendirian.

Di bulan ini, aku menuntaskan prosesi "nedhak sungging", yakni melacak family tree, nama dan makamnya dimana. Kali ini yang baru bisa aku tuntaskan dari jalur ibu. PR untuk menyusuri jejak leluhur dari jalur bapak mudah-mudahan aku tuntaskan tahun depan.

Basecamp baru belum bisa disiapkan, kita menyiapkan basecamp alternatif. Di Kota Purbalingga. Proses rehab bulan ini dikerjakan dan segera kemudian bisa ditempati.

Mei
Akhirnya kita merealisasikan ekspedisi napak tilas pejuang Islam di Jateng, Jatim & Madura. Tercatat : Demak, Kudus, Tuban, Gresik, Bangkalan, Pasuruan dan Jombang disambangi dalam 3 waktu trip yang berbeda.

Kemampuan Bahasa Inggris-ku yang pas-pasan lagi-lagi ditagih oleh keadaan. Di bulan ini pula aku menerima kunjungan beberapa buyer gula kelapa, bulan ini tumben agak banyak.

Juni
Pindahan dari Griya Satria di Sumampir ke Sapphire Residence di Karangwangkal. Walau baru ditempati dua bulan kemudian.

Juli
Aku, Hilmy dan Azis menunaikan Ibadah Umroh akhir Ramadhan. Perjalanan didahului dengan Backpacker edisi Safari Ramadhan di Filipina, Singapura dan Malaysia. 

Memasuki lebaran, acara disibukkan dengan berbagai ritus halal bihalal. Salah satu yang paling seru adalah halal bihalal keluarga di Puncak Sikunir, Dieng.

Agustus
Kali ini kita kedatangan Guru Bangsa Emha Ainun Nadjib. Sebuah kehormatan dan kesyukuran tersendiri bagi orang-orang yang paham kadar kenegarawanan beliau. 

Di bulan ini juga aku diajak fieldtrip ke Pemalang untuk mempelajari budidaya Udang Vaname. Azis ditugasi untuk mengawal riset praktek secara langsungnya hingga sekarang masih berlanjut.

September
Silaturahim perdanaku dengan ulama kesohor yang paling dituakan di negeri ini, Kyai Haji Mustofa Bisri (Gus Mus) di sebuah Ponpes di Parangtritis, Yogya.

Di kali lain di bulan ini, aku berziarah ke makam Guru Bangsa Tjokroaminoto, Yogya. Di makamnya tertera sebutan kehormatan beliau, Tjokroaminoto Jang Oetama, Beliau adalah negarawan besar sekaliber Diponegoro yang berkiprah 70 tahun sesudahnya.

Oktober
Seminggu di Netherlands. Ini kali kedua aku mengunjungi negeri Kincir Angin, kali ini dalam rangka ikut rombongan misi perdagangan Gubernur Ganjar Pranowo. Netherlands, negeri mungil yang sangat menginspirasi.

November
Aku menyebut bulan ini sebagai bulan follow up. Jejaring baru yang aku dapatkan selama hampir setahun, beberapa terlewat belum difollowup-i, saatnya dimaintain lagi baik-baik.

Di bulan ini, untuk pertama kali secara resmi keluarga Juguran Syafaat menghadap ber-pisowanan agung ke Rumah Maiyah di Kadipiro, Yogya terkait beberapa agenda pokok yang hendak dikerjakan kedepan.

Desember
Mengikuti perhelatan silaturahmi nasional penggiat maiyah di Magelang. Aku berkesempatan menjadi salah satu presenter. Dan katanya presentasiku memukau. Alhamdulillah.

Dan dibulan ini, project Epistemic Community untuk dua kabupaten sekaligus ditabuh gong pertanda dimulai.

Canggih & Tekun

"Anak-anakku itu terampil dan prigel mengolah Bumi, untuk diakhiratkan. Anak-anakku itu canggih dan tekun mengelola materi dan materialitas tidak menjadi materialisme dan tanpa pernah menjadi materialistis."

Simbah,
11-04-2015

Bincang-Bincang

Sudah lama aku tidak bincang-bincang bisnis. Bisnis ya eksekusi. Bahwa ada peluang inovasi, atau creating something new itu lah butuh bincang-bincang. Tapi itupun tidak sebatas bincang-bincang saja sebetulnya. Tapi memperbincangkan bagaimana harus eksekusi, mulai darimana yang akan dieksekusi.

Bahwa satu-satunya alasan tidak berbincang adalah karena sedang eksekusi. Kalau tidak ingin berbincang, lakukanlah eksekusi. Kalau tidak ingin eksekusi, berbincang-bincanglah. Teruslah berbincang, berhentinya ketika hendak eksekusi. Jangan hentikan eksekusi, kecuali mau berbincang-bincang.

Terbiasa Menduga-Duga

Menurut catatan sejarah, Banyumas adalah tempatnya para pertapa. Kata Cak Nun, orang Banyumas kalau kungkum atau tirakat jenis lainnya, mereka "gentur" betul. Bagi para pertapa, lapar itu nikmat. Bagi para pertapa, rezeki tak diduga-duga adalah keindahan. Sekalipun minhaitsu laa yahtasib bukanlah berarti rezeki yang didapat tanpa bekerja.

Bekerja bukan untuk mencari rezeki. Bekerja adalah ungkapan syukur atas setiap hal yang diberikan. Bahwa setelah bekerja dapat rezeki, itu sesuatu yang tidak diduga-duga, Ini nih yang sulit, sebab kita tidak terbiasa menghitung hal-hal yang harus disyukuri. Terus lagi kita terbiasa menganggap yang namanya bersyukur adalah cukup dengan mengucapkan Alhamdulillah, bukan diejawantahkan dalam kerja. Dan kalau kerja, yang diduga-duga dan dihitung-hitung dengan rigid adalah, akan memperoleh berapa nih nanti?

Bantaeng

Kabupaten Bantaeng berjarak 120 km dari Makassar, Ibukota Sulawesi Selatan. Tempat dimana Pantai Seruni yang aku ingin kesana berada. Kabupaten ini punya Bupati yang top markotop, Nurdin Abdullah namanya.

Bupati pertama yang bergelar profesor. Nurdin tidak seterkenal Risma atau Ridwan Kamil, tapi pencapaiannya jangan ditanya. Profesor yang pernah sekolah dan kerja di Jepang ini mengabdikan diri untuk daerahnya dengan dedikasi yang menurut saya keren. Dari Shubuh, pintu rumahnya terbuka untuk semua warga. Persoalan darurat sosial seperti banjir ia pelajari langsung tanpa perantara sehingga dapat menentukan solusi yang tepat dengan segera.

Kabupaten ini andalan pendapatan asli daerah (PAD)-nya adalah pertanian. Tidak mudah meng-amplify pendapatan dari sektor pertanian dalam waktu singkat. Maka solusinya adalah, ia banyak menggondol hibah dan kerjasama dari luar : Jepang, China dan Korea.

Ini yang menurut saya keren. Ia paham betul keterbatasan wilayahnya, dan cerdik memanfaatkan peluang yang paling memungkinkan. Betul, kita tidak bisa memaksakan sumber daya yang memang tidak bisa di-amplify dalam waktu singkat. Yang diperlukan adalah memahami kelemahan dan tantangannya, serta mencari sumber daya alternatif.

Saya membayangkan jika saya di posisi bupati, di daerah saya atau dimanapun. Yang repot paling sangat adalah soal teamwork. Dengan etos teamwork seperti PNS Pemda saat ini, apa yang bisa saya perbuat, konsep yang bagus paling hanya akan dibendel di sekretariat daerah. Harus ada team alternatif. Dan untuk team alternatif, harus ada source dana khusus. Dicontohkan oleh Prof. Nurdin di Bantaeng, ia mencari sumber daya dari luar negeri. Tinggal di adaptasi.

12/12/15

Jebakan Motivator

Diskusi itu membutuhkan skill. Karena dalam diskusi, kita dituntut untuk pertama:sanggup mendengarkan lawan bicara kita. Kedua:sanggup mengelaborasi materi dari lawan bicara kita.

Beberapa orang meremove akunku, hanya karena enggan diajak diskusi. Dan kebanyakan darinya adalah para motivator. Bukan karena aku pandai diskusi, tapi karena materi diskusiku mengganggu jualan mereka.

Menurut pandanganku, menjadi motivator itu tidak jelek. Tetapi bahwa banyak diantara mereka menjadi motivator hanya urusan jualan, itu memang benar. Daya nalar dan ketahanan mental mereka diatas panggung beda dengan di keseharian aslinya. Bagi mereka pencitraan adalah nomor satu, soal inputan ilmu-ilmu baru yang mungkin didapat dari diskusi mereka sangat resisten. Kalau-kalau inputan ilmu baru itu justru merusak komoditas paket training yang mereka jual.

Pandai-pandailah membeli motivasi, jangan terjebak.

12/11/15

Rumah Jawa Masakini

Rumah orang Jawa jaman dulu itu lebih ideal ketimbang produk developer masa kini. Setidaknya pemfungsiannya lebih optimal. Setiap sendi arsitekturnya mengandung filosofi. Kalau digali, bisa satu diktat sendiri hanya sekedar mengupas adiluhungnya produk arsitektur orang jaman dulu. Orang yang dicap kuno, tapi cara hidupnya jauh lebih mutakhir dibanding orang sekarang.

Kalau mau copy paste arsitektur jaman dulu, tentu saja susah. Kayu mahal, tukang mahal. Apalagi tanah, muahaaal. Maka, karena yang penting substansinya bukan bentuknya. Paling tidak, ada nilai-nilai substansi yang tetap terjaga, walau bentuk, juga ukuran rumah tidak bisa kita tiru untuk dihadirkan dimasa kini.

Ada banyak tentu saja, kita ambil lima saja misalnya apa-apa yang ada di rumah jaman dulu dan bisa kita adaptasikan untuk kita hadirkan di rumah masakini.

1. Padasan
Gentong air di depan rumah yang bisa dimanfaatkan untuk pejalan kaki yang butuh minum atau cuci kaki. Ya, kalau sekarang bisa lah dengan menaruh keran cuci mobil di depan rumah.

2. Halaman
Halaman yang luas, bisa untuk taman bermain gratis, tempat berkumpul anak-anak kita dengan anak-anak tetangga. Ruang interaksi yang multifungsi. Ya, kalau sekarang tidak harus seluas halaman rumah jaman dulu, mahal tanahnya. Tapi kita bisa memanfaatkan carport, dioptimalkan untuk ruang interaksi bagi siapa saja, jangan malah dibuat sesak dengan perabot. Pot pun sekadarnya saja.

3. Ruang Tamu
Ruang tamu jaman dulu memakai risban dan meja besar, enak untuk diskusi sambil medang. Kalau perabot besar macam risban dan meja besar malah mempersempit ruangan, yang penting ruang tamu dibuat lega, tapi tetap bisa untuk ngobrol formal dan diskusi berpanjang-panjang. Juga bisa untuk pisowanan, dimana orang-orang bertamu bermaksud menghadap, berkonsultasi atau sekedar meminta saran. Jangan malah ruang tamu disetting untuk sales-friendly belaka.

4. Dapur
Dapur itu bukan ruang belakang. Sekalipun ruangannya ada di belakang. Dapur adalah hal paling primer dalam rumah. Segala sesuatu yang dinikmati di rumah asalnya adalah dari dapur. Walaupun tidak bisa menghadirkan dipan untuk menyambut tetangga ngendong, para-para untuk menaruh barang yang harus keep warm, setidaknya, dapur tetap kita pandang sebagai ruang yang primer, bukannya ruang yang paling terabaikan. Sekalipun kita tidak suka memasak.

5. Ruang Pribadi
Ruang untuk meditasi atau uzlah atau tafakur. Ruang untuk me-time. Bisa didesain suka-suka, tidak harus bernuansa etnik klasik seperti ruang meditasi di keraton milik raja. Yang penting bisa untuk merenung dan menenangkan diri. Kalau lahan terbatas, kita bisa memanfaatkan loteng.

Begitulah kalau prinsip-prinsip itu tetap dijaga, sekalipun bentuknya sama sekali berbeda, tapi kita sudah berasa berada di Rumah Jawa.

Spirit of Jamaah

Keuntungan kita hidup di lingkungan teman-teman yang kebanyakan sudah pada menikah adalah kita mendapat booster etos kerja alami. Pagi-pagi masih kepengin tidur, sudah di-oyak-oyak untuk cari orderan. Sore-sore sudah kepengin pulang masih dipaksa nambah setoran. Malam hari, masih disuruh mantengin lemburan. Iya lah, over head cost orang menikah kan lebih tinggi dibanding para jomblo.

Maka untungnya lagi adalah, ketika kerja bersama dan dapat hasil yang sama, buat yang sudah menikah untuk belanja sekeluarga. Buat yang belum, untuk belanja sendiri. Eh, ini keuntungan apa kerugian yah. Hehe..

Begitulah kalau kita berada di lingkungan komunitas yang positif juga solid. Beda kalau kita berada di lingkungan komunitas yang egois. Begitu banyak tanggungan di rumah, komunitas ditinggalkan. Cari kerjaan dan kesibukan sendiri diluar. Urusan "spirit of jamaah" kagak urusan dah, yang penting gua rajin sholat jamaah di masjid inih.