6/28/17
Diponegoro & PB 6
5/31/17
Belum Tentu
5/12/17
Sok Sufi
Spiritualis dalam arti anti-materi, itu yang repot.
Padahal spiritualis harusnya beyond materi. Kapan bedanya kita menjadi anti-materi & beyond meteri? Cek saja, kamu anti manajemen, atau kamu mengerjakan 10 hal dan salah satunya yang tidak terlupakan adalah 1 hal : manajemen.
Menjadi sufi di sini gampang. Apalagi sekedar berlagak nyufi. Yang sulit minta ampun di sini itu : menjadi profesional.
5/5/17
Tabungan
Aku ingin bercerita tentang tabunganku. Sebuah tabungan yang kalau-kalau di depan nanti ada hal mendesak, semoga bisa aku pecahkan kendilnya.
Kalau aku merasanya keadaan sudah mendesak, tapi kendil tak jua bisa dipecahkan. itu artinya keadaan belumlah mendesak. Perasaanku saja.
Setelah sekitar satu setengah tahun aku merintis sebuah usaha beberapa tahun yang lalu, sebagian pra-sarana sudah nyaris sempurna. Sebagian modal aku dapatkan dari kawanku yang menjadi sekutu pasif kala itu, sebagian dari kantong pribadiku.
Sampai pada suatu ketika, salah seorang dari timku 'membelot'. Santun cara yang dia lakukan memang, aku dirongrong urusan uang. Sebuah pilihan tema klasik sebetulnya, uang. Solusinyapun sederhana: Silahkan kamu keluar, bahwa semua yang ingin kamu bawa. Dan betul, nyaris semua yang sudah dibangun bersama-sama ia bawa, plus aku sangoni dia beberapa gepok uang cash.
Selesai perkara, begitu pikirku. Akupun kembali merintis dari awal. Tidak dari nol sama sekali, sebab banyak juga aset intangible yang melekat di benakku dan tidak bisa dia bawa.
Sempat kaget, bahkan beberapa aset intangible pun ia bawa pula. Jejaring pasar salah satunya.
Thats okay, aku kembali mengalah. Cari pasar baru.
Dua kali mengalah belum cukup, harus sekali lagi mengalah. Apa itu? Orang itu tentu tidak ingin mendapat cap jelek sebab membawa untuk dirinya sendiri sesuatu yang sudah dibangun bersama. Tahu apa yang orang itu lakukan?
Orang itu menyiarkan kepada orang-orang, bahwa aku meninggalkan orang itu sebab aku sudah berhasil mengeruk uang. Ada dana hibah yang aku peroleh, ia siar-siarkan dana hibah itu aku peroleh sebab telah berhasil mengumpulkan data dari orang-orang yang selama ini aku ajak terlibat.
Padahal aku tidak pernah mengumpulkan data yang ia maksud, apalagi menjualnya. Dana hibah aku peroleh karena penilaian atas ide usahaku, bukan atas usaha eksisting yang ia bawa pergi itu semua.
Aku pun lagi-lagi memilih diam. Malas aku bersengketa urusan begitu. Kalau mau bukti, cek saja bendel dokumen hibah itu, apa ada data orang-orang yang seperti ia sebut-sebut itu. Cek juga, semua dana hibah aku belanjakan untuk investasi, tidak ada cash yang aku ambil.
Oh pantas saja, tidak ada satupun orang yang menanyakan tidak pernah hadirnya aku di tempat itu lagi. Sebab orang-orang tahunya aku adalah penjahat sosial, yang datang meng-collect data, lalu kabur setelah mendapat hibah.
Itulah yang aku maksud tabunganku. Ketika sekian tahun berlalu aku bertemu dengan orang itu di sebuah acara makan siang di sebuah hotel, semua berlangsung baik-baik saja seolah-olah semua sudah benar adanya.
Begitulah. Untuk pelajaran mengalah aku sudah lulus. Aku tidak akan mengungkit-ungkitnya lagi. Catatan ini cukup sebagai arsip saja.
Setelah bab mengalah, berikutnya setelah ini aku tinggal mengambil SKS ngotot.
Selamat belajar.
Mei Hectic
4/17/17
30
Apa ini arti dari 30? Kok sekarang banyak hal tidak tahu kemana tempat bercerita & berbaginya.
Overload? Atau memang ini bagian dari cara menanggalkan obsesi.
Nggak kejadian, nggak patheken! Wes, gitu saja lah.
4/16/17
Terdakwa Asmara
Semakin kamu merasa jadi terdakwa atas kegagalanmu menemukan sejolimu, semakin itu terjadi, semakin bersyukur saja kamu.
Itu tandanya masih banyak orang-orang yang memperhatikanmu.
Memang bagi sebagian orang menikah adalah prestasi. Sesuatu atas yang mereka capai atas jerih payahnya sendiri. Lupa ada mawadah & rohmah-Nya yang padahal keduanya bekerja lebih dominan.
Oleh mereka, orang-orang yang belum menikah dianggap belum berprestasi. Lebih parah, orang-orang gagal.
Sungguh membuat depresi sosial memang statement-statement mereka. Tapi kembali pada postulat pertama : itu bentuk perhatian mereka kok.
Mending perharikan postulat kedua ini : Kamu boleh menentukan siapa sejolimu atas dasar apapun. Entah dasar kamu sreg, dasar kamu merasa sudah tiba waktunya, dasar takdzim pada yang memperkenalkan, dasar wangsit mimpi, atau apapun saja dasarnya.
Asalkan jangan atas dasar yang satu ini : atas dasar kamu mengalami depresi sosial. Depresi oleh umpatan, cemooh, bully-an orang-orang disekelilingmu.
Kalau itu alasanmu membuat keputusan. Hasilnya nanti tidak bagus.
Sebab kamu tidak benar-benar sedang membangun masa depan. Tapi, kamu hanya sedang berupaya menyelamatkan citra dirimu sendiri.
Biarlah kamu dicap belum berprestasi, dianggap orang gagal, terlalu idealis, terlalu banyak cing-cong, rumit, atau apapun saja.
Tutup kuping saja, sambil senyam-senyum.
Bangun masa depanmu dengan pijakan yang baik sedari awal.
4/13/17
Fobia Kayaraya
Pernah di suatu masa aku mengidap fobia. Fobia kayaraya.
Kayaraya itu menakutiku. Sebab, ketika kita kayaraya sudah, yang kamu butuhkan semua menjadi tercukupi sudah.
Tak ada lagi yang kamu perlukan, tidak juga aku.
Ah, apa iya fobia itu hari ini belum hilang?
Tak mengapa kok sekarang kayaraya. Tak mengapa aku tak dibutuhkan.
Toh, aku akan punya duniaku sendiri.
3/22/17
Data Quantum
Kalau 'firasat' tak masuk logika, bukan sebab ia tak ilmiah. Tapi sebab ia adalah jenis informasi quantum. Jenis informasi lima dimensi.
Kalau 'sreg' itu susah dicari, tanyakan lagi apa memang benar-benar susah? Atau susah sebab sulit-mudahnya dalam mencari, kita kadung bermental search engine.
Padahal dia adalah artefak masa lalu. Sesuatu yang pernah berjodoh di waktu sebelum dunia. Yang terselip diantara jutaan peziarah Arafah.
Terbayang betapa susahnya kamu menemukannya seorang diri, kalau tidak dipandu oleh kecenderungan mawadah-Nya, juga oleh kemurahan rohmah-Nya.
Kalau belum 'sreg' jangan dipaksakan. Mereka yang membully adalah orang-orang amnesia yang tak perlu di dengar. Amnesia bahwa proses mereka dulu 88% sebab kerja mawadah dan rohmah-Nya. Amnesia merasa semua itu hasil pencapaiannya sendiri.
3/4/17
Gagah
2/13/17
Muru'ah
2/2/17
#5 Oleh-Oleh
Siapkan saja stamina dan betis yang prima untuk membeli belah alias oleh-oleh atau apapun saja. Barang-barang juga kuliner dengan berlevel-level kelas merk ada di sana. Kalau ingin mencari yang harganya miring, carilah diantara gugusan mal-mal itu yakni mal bernama Sungai Wang. Letaknya ada di sebelah stesen monorel Bukit Bintang persis.
Tidak seperti Jogja yang punya bakpia, Medan yang punya Bika Ambon atau Madiun yang punya Brem, aku sendiri masih bingung, apa yah oleh-oleh khas dari Kuala Lumpur?
#4 Batu Caves
Di Kuala Lumpur, ada tempat yang kalau kita menuju kesana, kita berasa masuk ke film-film India. Batu Caves namanya. Tempatnya sangat mudah diakses, hanya setengah jam perjalanan KTM Commuter dari KL Sentral. Merupakan kompleks kuil yang terintegrasi dengan wisata alam berupa bukit kapur.
Patung-patung Dewa-Dewi dalam ukuran besar berada di sisi bukit. Wisatawan yang datang biasanya tak puas jika tak mendaki bukitnya juga. Sudah ada undak-undakan untuk menaiki bukit. Kalau eskalator atau elevator belum ada.
Di atas bukit kita bisa melihat pemandangan kota, melihat patung-patung, juga ada kera konservasi. Walau menurutku, belum sebanding perjuangan mendaki sekian ratus anak tangga, dengan ekspektasi yang aku harap dapatkan di atas sana.
#3 Naik-Naik ke Genting Highland
Awana Skyway adalah kereta gantung yang sangat modern dan serba auto. Menaikinya adalah sesuatu yang mengesankan, melewati track yang menanjak curam sembari melihat pemandangan alam yang cantik disekitarnya. Bertambah mengesankan ketika kereta gantung memasuki kabut, tak terlihat apa yang ada disekitar, seolah sedang sendirian menggantung di angkasa.