Vihara kecil di depan pertokoan |
Masjid Agung Pattaya |
Sampailah di ibukota, Bangkok. Sepanjang jalan aku jumpai banyak penduduk yang memasang semacam vihara mini di depan rumahnya. Di viahar mini itu terdapat diorama patung-patung dan didepannya diletakkan sesaji. Sepertinya mereka masih lekat memegang tradisi, sebagaimana di Bali. Sementara kita tahu, di alam modernitas, sesaji adalah barang tabu.
Aku membayangkan, kalau saja Jawa, Sunda dan bangsa-bangsa lain di negeri ini tidak pernah mengalami pemenggalan sejarah oleh kedatangan penjajah seperti Thailand. Mungkin juga mereka masih memiliki banyak tradisi orisinil yang masih terjaga. Tidak seperti sekarang, semua berubah menjadi serba modern-minimalis.
Bangkok tak ubahnya seperti Jakarta, crowded dan macet. Sistem transportasi terbantu oleh adanya BTS, kereta layang yang mengubungkan titik-titik di dalam kota. Turun dari bus di terminal bus Ekkamai, langsung ada halte BTS disitu. Tinggal lihat map, dan mencari halte terdekat dengan destinasi yang akan dituju.
Aku akan menuju daerah Silom. Dari Ekkamai, naik BTS dengan sekali transit di Siam, lalu aku turun di halte Surasak. Kalau jarak tempuh dari halte menuju lokasi masih jauh, kita bisa mengunakan Tuk-tuk. Tuk-tuk itu angkutan semacam large-seriesnya bajaj, bisa muat berempat dan sopirnya hobi ngebut. Semakin sopir dipuji, semakin ngebut. Kalau dipuji lagi, maka sang sopir akan beratraksi. Diantara atraksinya adalah menyelinap di tengah kemacetan dengan jarak antar mobil begitu tipis, dan lebih dahsyatnya lagi adalah atraksi standing, jumping.
Tuk-Tuk |
No comments:
Post a Comment