THE POWER OF DREAM
Faidza Faragta Fanshob, Waila Robbika Farghob
6/28/17
Diponegoro & PB 6
5/31/17
Belum Tentu
5/12/17
Sok Sufi
Spiritualis dalam arti anti-materi, itu yang repot.
Padahal spiritualis harusnya beyond materi. Kapan bedanya kita menjadi anti-materi & beyond meteri? Cek saja, kamu anti manajemen, atau kamu mengerjakan 10 hal dan salah satunya yang tidak terlupakan adalah 1 hal : manajemen.
Menjadi sufi di sini gampang. Apalagi sekedar berlagak nyufi. Yang sulit minta ampun di sini itu : menjadi profesional.
5/5/17
Tabungan
Aku ingin bercerita tentang tabunganku. Sebuah tabungan yang kalau-kalau di depan nanti ada hal mendesak, semoga bisa aku pecahkan kendilnya.
Kalau aku merasanya keadaan sudah mendesak, tapi kendil tak jua bisa dipecahkan. itu artinya keadaan belumlah mendesak. Perasaanku saja.
Setelah sekitar satu setengah tahun aku merintis sebuah usaha beberapa tahun yang lalu, sebagian pra-sarana sudah nyaris sempurna. Sebagian modal aku dapatkan dari kawanku yang menjadi sekutu pasif kala itu, sebagian dari kantong pribadiku.
Sampai pada suatu ketika, salah seorang dari timku 'membelot'. Santun cara yang dia lakukan memang, aku dirongrong urusan uang. Sebuah pilihan tema klasik sebetulnya, uang. Solusinyapun sederhana: Silahkan kamu keluar, bahwa semua yang ingin kamu bawa. Dan betul, nyaris semua yang sudah dibangun bersama-sama ia bawa, plus aku sangoni dia beberapa gepok uang cash.
Selesai perkara, begitu pikirku. Akupun kembali merintis dari awal. Tidak dari nol sama sekali, sebab banyak juga aset intangible yang melekat di benakku dan tidak bisa dia bawa.
Sempat kaget, bahkan beberapa aset intangible pun ia bawa pula. Jejaring pasar salah satunya.
Thats okay, aku kembali mengalah. Cari pasar baru.
Dua kali mengalah belum cukup, harus sekali lagi mengalah. Apa itu? Orang itu tentu tidak ingin mendapat cap jelek sebab membawa untuk dirinya sendiri sesuatu yang sudah dibangun bersama. Tahu apa yang orang itu lakukan?
Orang itu menyiarkan kepada orang-orang, bahwa aku meninggalkan orang itu sebab aku sudah berhasil mengeruk uang. Ada dana hibah yang aku peroleh, ia siar-siarkan dana hibah itu aku peroleh sebab telah berhasil mengumpulkan data dari orang-orang yang selama ini aku ajak terlibat.
Padahal aku tidak pernah mengumpulkan data yang ia maksud, apalagi menjualnya. Dana hibah aku peroleh karena penilaian atas ide usahaku, bukan atas usaha eksisting yang ia bawa pergi itu semua.
Aku pun lagi-lagi memilih diam. Malas aku bersengketa urusan begitu. Kalau mau bukti, cek saja bendel dokumen hibah itu, apa ada data orang-orang yang seperti ia sebut-sebut itu. Cek juga, semua dana hibah aku belanjakan untuk investasi, tidak ada cash yang aku ambil.
Oh pantas saja, tidak ada satupun orang yang menanyakan tidak pernah hadirnya aku di tempat itu lagi. Sebab orang-orang tahunya aku adalah penjahat sosial, yang datang meng-collect data, lalu kabur setelah mendapat hibah.
Itulah yang aku maksud tabunganku. Ketika sekian tahun berlalu aku bertemu dengan orang itu di sebuah acara makan siang di sebuah hotel, semua berlangsung baik-baik saja seolah-olah semua sudah benar adanya.
Begitulah. Untuk pelajaran mengalah aku sudah lulus. Aku tidak akan mengungkit-ungkitnya lagi. Catatan ini cukup sebagai arsip saja.
Setelah bab mengalah, berikutnya setelah ini aku tinggal mengambil SKS ngotot.
Selamat belajar.
Mei Hectic
4/17/17
30
Apa ini arti dari 30? Kok sekarang banyak hal tidak tahu kemana tempat bercerita & berbaginya.
Overload? Atau memang ini bagian dari cara menanggalkan obsesi.
Nggak kejadian, nggak patheken! Wes, gitu saja lah.
4/16/17
Terdakwa Asmara
Semakin kamu merasa jadi terdakwa atas kegagalanmu menemukan sejolimu, semakin itu terjadi, semakin bersyukur saja kamu.
Itu tandanya masih banyak orang-orang yang memperhatikanmu.
Memang bagi sebagian orang menikah adalah prestasi. Sesuatu atas yang mereka capai atas jerih payahnya sendiri. Lupa ada mawadah & rohmah-Nya yang padahal keduanya bekerja lebih dominan.
Oleh mereka, orang-orang yang belum menikah dianggap belum berprestasi. Lebih parah, orang-orang gagal.
Sungguh membuat depresi sosial memang statement-statement mereka. Tapi kembali pada postulat pertama : itu bentuk perhatian mereka kok.
Mending perharikan postulat kedua ini : Kamu boleh menentukan siapa sejolimu atas dasar apapun. Entah dasar kamu sreg, dasar kamu merasa sudah tiba waktunya, dasar takdzim pada yang memperkenalkan, dasar wangsit mimpi, atau apapun saja dasarnya.
Asalkan jangan atas dasar yang satu ini : atas dasar kamu mengalami depresi sosial. Depresi oleh umpatan, cemooh, bully-an orang-orang disekelilingmu.
Kalau itu alasanmu membuat keputusan. Hasilnya nanti tidak bagus.
Sebab kamu tidak benar-benar sedang membangun masa depan. Tapi, kamu hanya sedang berupaya menyelamatkan citra dirimu sendiri.
Biarlah kamu dicap belum berprestasi, dianggap orang gagal, terlalu idealis, terlalu banyak cing-cong, rumit, atau apapun saja.
Tutup kuping saja, sambil senyam-senyum.
Bangun masa depanmu dengan pijakan yang baik sedari awal.
4/13/17
Fobia Kayaraya
Pernah di suatu masa aku mengidap fobia. Fobia kayaraya.
Kayaraya itu menakutiku. Sebab, ketika kita kayaraya sudah, yang kamu butuhkan semua menjadi tercukupi sudah.
Tak ada lagi yang kamu perlukan, tidak juga aku.
Ah, apa iya fobia itu hari ini belum hilang?
Tak mengapa kok sekarang kayaraya. Tak mengapa aku tak dibutuhkan.
Toh, aku akan punya duniaku sendiri.
3/22/17
Data Quantum
Kalau 'firasat' tak masuk logika, bukan sebab ia tak ilmiah. Tapi sebab ia adalah jenis informasi quantum. Jenis informasi lima dimensi.
Kalau 'sreg' itu susah dicari, tanyakan lagi apa memang benar-benar susah? Atau susah sebab sulit-mudahnya dalam mencari, kita kadung bermental search engine.
Padahal dia adalah artefak masa lalu. Sesuatu yang pernah berjodoh di waktu sebelum dunia. Yang terselip diantara jutaan peziarah Arafah.
Terbayang betapa susahnya kamu menemukannya seorang diri, kalau tidak dipandu oleh kecenderungan mawadah-Nya, juga oleh kemurahan rohmah-Nya.
Kalau belum 'sreg' jangan dipaksakan. Mereka yang membully adalah orang-orang amnesia yang tak perlu di dengar. Amnesia bahwa proses mereka dulu 88% sebab kerja mawadah dan rohmah-Nya. Amnesia merasa semua itu hasil pencapaiannya sendiri.
3/4/17
Gagah
2/13/17
Muru'ah
2/2/17
#5 Oleh-Oleh
Siapkan saja stamina dan betis yang prima untuk membeli belah alias oleh-oleh atau apapun saja. Barang-barang juga kuliner dengan berlevel-level kelas merk ada di sana. Kalau ingin mencari yang harganya miring, carilah diantara gugusan mal-mal itu yakni mal bernama Sungai Wang. Letaknya ada di sebelah stesen monorel Bukit Bintang persis.
Tidak seperti Jogja yang punya bakpia, Medan yang punya Bika Ambon atau Madiun yang punya Brem, aku sendiri masih bingung, apa yah oleh-oleh khas dari Kuala Lumpur?
#4 Batu Caves
Di Kuala Lumpur, ada tempat yang kalau kita menuju kesana, kita berasa masuk ke film-film India. Batu Caves namanya. Tempatnya sangat mudah diakses, hanya setengah jam perjalanan KTM Commuter dari KL Sentral. Merupakan kompleks kuil yang terintegrasi dengan wisata alam berupa bukit kapur.
Patung-patung Dewa-Dewi dalam ukuran besar berada di sisi bukit. Wisatawan yang datang biasanya tak puas jika tak mendaki bukitnya juga. Sudah ada undak-undakan untuk menaiki bukit. Kalau eskalator atau elevator belum ada.
Di atas bukit kita bisa melihat pemandangan kota, melihat patung-patung, juga ada kera konservasi. Walau menurutku, belum sebanding perjuangan mendaki sekian ratus anak tangga, dengan ekspektasi yang aku harap dapatkan di atas sana.
#3 Naik-Naik ke Genting Highland
Awana Skyway adalah kereta gantung yang sangat modern dan serba auto. Menaikinya adalah sesuatu yang mengesankan, melewati track yang menanjak curam sembari melihat pemandangan alam yang cantik disekitarnya. Bertambah mengesankan ketika kereta gantung memasuki kabut, tak terlihat apa yang ada disekitar, seolah sedang sendirian menggantung di angkasa.
#2 Menara Kembar
#1 Nge-basecamp yang Dekat Kemana-Mana
11/21/16
Penghujung
Biasanya masalah-masalah itu berupa letupan, ditiup sedikit saja hilang, selesai.
Tapi di penghujung tahun ini, masalah nampak seujung kuku, tapi didalamnya ternyata menghujam sebesar bongkah gunung es.
Masalah-masalah apa saja, jangan buru-buru menyelesaikan. Tapi buru-burulah menemukan hujaman ke kedalamannya.
Jangan sampai salah memperkarakan masalah. Sebab masalah yang sebenarnya justru tersembunyi di kedalaman.
Semoga di kedalaman kita menemukan mutiara, untuk digenggam memulai langkah tahun yang baru.
11/6/16
Nglari
Seorang saudara jauh datang hendak menyambung silaturahmi. Ia menyebut niat kedatangannya dengan istilah 'Nglari'.
Sebagaiamana anak kebanyakan di jaman ini, kosakata 'Nglari' sungguh undefined di pikiranku.
Ya, sebab sekarang api sebegitu mudahnya dibuat. Selain korek cuncek, korek gas dan aneka teknologi perkorekan berkembang demikian pesat.
Berbeda dengan jaman dulu. Ketika orang hendak membuat api, ia harus menyiapkan klari atau daun kelapa kering di para-para penyimpanan kayu bakar yang ada di dapur. Klari lalu di bawa ke dapur tetangga terdekat yang sudah terlebih dahulu membuat api.
Jadilah ia sukutkan klari kepada api pawon di dapur tetangganya itu untuk menyalakan api di dapurnya sendiri. Setelah menyala, api baru seolah punya nasab, hasil 'Nglari' dari tetangganya itu. Maka tak heran, ikatan nasab atas api membuat masakan yang matang dari atas pawon miliknya akan sampai punjungannya ke tetangga yang telah sudi apinya disuluti klari tadi.
Harmony sekali peradaban menjadi.
Previllage Berbatas Waktu
Hidup itu futuristik. Di dalam hidup, kamu bisa melihat warna, merasakan gerak, meraba tekstur, membau rasa.
Semua itu serba canggih dan so sophisticated. Sebuah koordinasi faali tingkat tinggi antara indera sebagai responder, syaraf menghantarkan dan otak mengerjakan setiap asa.
Previllage ini kelak ada batas waktunya. Kita tak bisa mengerjakannya lagi.
Meskipun setelah previllage ini dicabut, kita dijanjikan untuk bisa mendapat peluang previllage yang lebih, lebih dan lebih dari yang sekarang bisa kita peroleh, tapi bukan berarti kita tidak rugi jika kita tidak mengagumi dan menikmati previllage yang diberikan Tuhan hari ini.
Menakjubkan sekali hidup ini.
10/14/16
Siklus 17 Tahun
Tahun Wabal hampir sampai penghujungnya. Sebuah siklus 17 tahunan. Juga siklus dari rentang yang lebih luas.
Kasyful hijab, tersingkap, telanjang semua.
Rasa-rasanya sudahlah, paling aman banyak-banyak waktu habiskan dengan keluarga saja.
Menjaga diri dari sapuan elnino kutukan.
9/23/16
Mbak Dwi
Mbak Dwi itu dibilang nggak punya, tapi punya. Dibilang punya, tapi nggak punya.
Sepertinya dia orang kaya, tapi minumnya bening, mau ngleseh bahkan ndlosor.
Sepertinya dia orang nggak punya, tapi pengalamannya kemana-mana. Dan tak pernah membuat repot siapa-siapa.
Mbak Dwi itu sempurna menutupi kekayaannya, dibalut citra bersahaja. Ia juga sempurna menutupi ketidakpunyaannya, hingga tak ada ruang untuk berbelas iba.
Didatangi peminta-minta sebab kaya itu ngga enak. Dikasihani sebab nggak punya, lebih ngga enak. Mbak Dwi aman dari kedua situasi itu.
9/7/16
Setengah Gelas
Wudhu dengan setengah gelas air mineral. Wow. Spektakuler.
Workshopnyapun ramai digelar di banyak kajian-kajian.
Pertanyaannya? Perlukah? Sedangkan ada S.O.P untuk tayamum ketika air langka/minim?
Kalau di Barat atau Timur Tengah mungkin teknik ini perlu, karena memang di sana air mahal. Bahkan saking bernilainya air, di Barat air hanya untuk makan dan minum, pamali dipakai cebok.
Tapi mungkin yang paling aplikatif adalah ajakan untuk hemat air saat ber-wudhu, itu sudah cukup. Tidak harus sebegitunya setengah gelas lah. Kalau memang air ae-langka itu, bukankah lebih baik disimpan untuk cadangan air minum saja?
9/5/16
Expert of Business
Setuju dengan kata-kata Rendra ketika ia memerankan Samin Surasentika: Bisnis itu tukar menukar kebutuhan.
Ya, itulah praktek paling konvensional dalam bisnis. Kebutuhan ditukar dengan kebutuhan, nilai tambah ditukar dengan laba.
Beranjak sengit orang bersaing dalam bisnis, kemudian bisnis berubah definisi menjadi adu iklan, lomba promosi.
Lebih expert lagi, kemudian definisi bisnis berubah menjadi unggul-unggulan modal.
Terus berkembang, bisnis kemudian menjadi dulu-duluan informasi. Di sini, keberadaan koneksi menjadi penting.
Pada tingkat lebih megahnya, bisnis adalah bagaimana deal-dealan dibalik meja. Entertain menjadi mendesak keberadaannya.
Dan pada puncaknya, bisnis adalah menundukkan regulasi. Pada level ini, bahkan sumber daya alam dan cabang produksi pokok saja bisa dikuasai.
Di atas puncak ternyata masih ada puncak. Apa itu? Bisnis adalah menghutangi pembuat regulasi, sehingga mereka bertekuk lutut sempurna. Sebenarnya praktek ini tak beda dengan praktek pembelian ijon yang dialami petani kelas bawah.
Sekarang pilihan di tanganmu, mau sukses bisnis yang seperti apa?
8/1/16
Business Cycle
1. Warungan
2. (ngingu) Wedhus
3. (nandur) Wit-witan
Warung jadi perputaran ekonomi harian. Wedhus alias kambing jadi perputaran tahunan. Dan Wit-witan alias pohon-pohonan perputaran per generasi. Maka kita lihat Jawa kaya dengan kayu-kayu tua. Kayu yang bukan ditanam oleh generasi pemanen, tetapi oleh generasi-generasi sebelumnya. Itu pula kenapa orang Jawa dulu hidup berkecukupan, meski tak punya asuransi berlapis-lapis. Makmur dalam keadilan.
Business Cycle itu menarik. Yang kekinian misalnya berikut ini, dari yang paling pendek, sampai yang lebih panjang siklusnya.
1. Project
2. Event
3. Consumer Goods
4. Inventory
5. Field.
7/20/16
Muhammad Ali, Idealis Sejati
Ali dicampakkan ke dalam Bui 3,3 tahun, dicopot gelarnya sebagai Juara Tinju Dunia, pada usia peak-time di mana tak seorang petinju lainnya sanggup mengalahkannya. Miliaran dolar ia relakan. Popularitas sejagat raya ia ikhlaskan. Siapakah Ali, kalau bukan seorang Zahid? Sedangkan kita orangtua-orangtua murid membeli jawaban soal Ujian SD empat juta rupiah hanya untuk pura-pura lulus.
Selengkapnya DAUR (165) klik di sini.
7/18/16
#5 Serba Babi
Berada di kompleks tersebut tentu saja tidak sulit mencari makanan halal. Berbeda dengan di tempat selain kompleks Muslim, makanan di Thailand didominasi dengan menu yang serba babi. Mata harus jeli sebelum memilih masuk ke sebuah warung makan. Bukan hanya makanan berat, snack-pun harus hati-hati. Aku sempat kecele membeli camilan coconut chip bumbu daging babi. Untung tak sampai dimakan.
Tips mencari makanan halal adalah carilah warung makan yang penjualnya Muslim. Bisa dilihat muka penjualnya, apakah Melayu ataukah Timur Tengah. Apalagi kalau diantara mereka ada yang memakai peci atau kerudung. Amanlah kita makan di situ. Namun, jika kita berada di kompleks yang tidak ada Melayu dan Timur Tengahnya, sementara perut keroncongan tidak bisa ditahan, maka kalau ijtihadku adalah dengan mencari restoran waralaba global. KFC, McD, BurgerKing. Atau minimarket macam Seven Eleven. Kalau tidak sreg dengan menu goreng-gorengan dan daging-dagingan, kita bisa pilih roti-rotian, tapi pastikan selainya nggak neka-neko.
Di perhelatan Thaifex, halal menjadi isu utama yang diangkat bersamaan dengan isu organic. Produk yang berlabel halal dan bersertifikat organik dari dua ribuan booth yang ada di expo kali itu menjadi primadona dan diberi space display tersendiri. Yah, bagaimanapun halal adalah nilai lebih, meskipun bagi para buyer dan trader non-Muslim.
7/5/16
#4 Kitchen of The World
Thailand memang belum terkalahkan dalam urusan pembangunan bidang pangan. Wajar kalau buyer dari seluruh dunia lebih tertarik menghadiri event di Bangkok, ketimbang missal event yang mirip-mirip yang digelar di Jakarta.
Luasnya area expo yang diikuti hampir 2.000 tenant ini dibanjiri oleh pengunjung potensial. Di depan gerbang, dengan bangganya Thailand mengumumkan diri sebagai : Kitchen of The World, dapurnya dunia. Ya, ekspor komoditas pangan mereka bukan hanya beras menuju Indonesia, tetapi berbagai komoditas pangan menuju Eropa dan Timur Tengah juga gencar mereka lakukan. Sementara kita tahu, ASEAN dari segi keberagaman sumber daya pangan mempunyai potensi yang sangat kaya. Untuk urusan ini, sepertinya kita ketinggalan beberapa langkah dari Thailand.
Komoditas yang menjadi primadona pada perhelatan Thaifex tahun ini adalah kelapa. Aneka olahan kelapa disajikan dalam kemasan modern. Diantaranya adalah coconut water alias air kelapa alias banyu degan. Thailand sudah mengembangkan banyak merk dan OEM dalam banyak kemasan, sementara kita masih asik mengekspor dalam bulk atau curah. Sebagai negeri Rayuan Pulau Kelapa, adalah tantangan tersendiri bagi kita untuk menyalip ketinggalan.[]
7/1/16
#3 Tuk-Tuk
Vihara kecil di depan pertokoan |
Masjid Agung Pattaya |
Sampailah di ibukota, Bangkok. Sepanjang jalan aku jumpai banyak penduduk yang memasang semacam vihara mini di depan rumahnya. Di viahar mini itu terdapat diorama patung-patung dan didepannya diletakkan sesaji. Sepertinya mereka masih lekat memegang tradisi, sebagaimana di Bali. Sementara kita tahu, di alam modernitas, sesaji adalah barang tabu.
Aku membayangkan, kalau saja Jawa, Sunda dan bangsa-bangsa lain di negeri ini tidak pernah mengalami pemenggalan sejarah oleh kedatangan penjajah seperti Thailand. Mungkin juga mereka masih memiliki banyak tradisi orisinil yang masih terjaga. Tidak seperti sekarang, semua berubah menjadi serba modern-minimalis.
Bangkok tak ubahnya seperti Jakarta, crowded dan macet. Sistem transportasi terbantu oleh adanya BTS, kereta layang yang mengubungkan titik-titik di dalam kota. Turun dari bus di terminal bus Ekkamai, langsung ada halte BTS disitu. Tinggal lihat map, dan mencari halte terdekat dengan destinasi yang akan dituju.
Aku akan menuju daerah Silom. Dari Ekkamai, naik BTS dengan sekali transit di Siam, lalu aku turun di halte Surasak. Kalau jarak tempuh dari halte menuju lokasi masih jauh, kita bisa mengunakan Tuk-tuk. Tuk-tuk itu angkutan semacam large-seriesnya bajaj, bisa muat berempat dan sopirnya hobi ngebut. Semakin sopir dipuji, semakin ngebut. Kalau dipuji lagi, maka sang sopir akan beratraksi. Diantara atraksinya adalah menyelinap di tengah kemacetan dengan jarak antar mobil begitu tipis, dan lebih dahsyatnya lagi adalah atraksi standing, jumping.
Tuk-Tuk |
6/30/16
#2 Tebak Bahasa
Kota Sattahip |
Semalam aku ditunjukki oleh pemuda karyawan bandara yang membantuku sebuah kios dengan papan nama full Bahasa Thai. Ini adalah kios sebuah agen shuttle bus. Setelah berbincang panjang, perbincangan unik antara calon penumpang dengan ibu penjaga agen, akhirnya aku tahu tarif ke Bangkok adalah 1,600 Bath atau sekitar 640,000 rupiah. Kenapa perbincangan unik? Yah, karena aku bertanya dengan bahasa Inggris dan si ibu menjawab dengan bahasa Thai. Dan begitu seterusnya dialog berlangsung. Satu sama lain tidak paham sebenarnya, tapi tetap saja bicara.
Begitulah, reception hotel, penjaga mini market, satpam bank, tukang ojek, mereka yang aku jumpai hanya bisa bahasa Thai. Susah-susah aku melafalkan Bahasa Inggris, eh lah mereka tak paham. Lebih baik bahasa Jawa-an saja saya kalau begitu. Toh, sama juga tak pahamnya.
Thailand mempungai bahasa sendiri, juga mempunyai abjad sendiri. Konon kosakata dan huruf yang mereka miliki berasal-usul dari Sanskerta. Yah, Thailand beruntung tak pernah dijajah. Mungkin seruntuhnya Majapahit, mereka berdikari, dipimpin adipati atau raja kecil dari masyarakat mereka sendiri. Lalu kemudian setelah PD II lahir tren membuat negara modern, sehingga terpaksa merekapun membentuk diri menjadi sebuah negara. Sehingga bahasa daerah, huruf dari suku mereka, menjadi bahasa dan huruf nasional. Keren.
Keesokan harinya, seorang interpreter yang menemaniku selama di Thailand menyampaikan, bahwa untuk belajar Bahasa Thailand butuh waktu bertahun-tahun lebih lama, ketimbang belajar Bahasa Indonesia. Ia mengaku belajar Bahasa Indonesia di Semarang, setahun saja kala itu. Arus turis yang gencar masuk ke Negeri Gajah Putih itu, tidak diimbangi dengan penguasaan bahasa internasional. Tidak seperti di Manila, tidak seperti di Jakarta. Entah keunggulan karena otentik, atau kemunduran karena membuat bingung pelancong sepertiku. Hehe..
Aksara Thailand |
6/28/16
#1 Penumpang Terakhir
6/19/16
Aman Bergenerasi-Generasi
5/17/16
Materialisme, Eksistensialisme
Hidup itu memang butuh materi, karena itu kita harus mencarinya. Tapi bukan berarti kita harus menjadi pengaut agama materi, yang inna sholati, wanusuki, wa mahyaya, wa mahmati li materi.
Tapi sekarang, sudah sempurnalah kemurtadanku dari agama materi. Sudah, selesaikan euforiamu, kebiasaanmu berbangga-bangga mengaku-aku menjadi kaum murtad.
Kamu sudah berada di agama baru. Kamu tak butuh mencantumkan agama non-materi mu itu di KTP. Cukup dibatin saja juga nggak apa-apa.
Kalau kamu tidak paham ini, diam-diam justru kamu terseret masuk ke dalam agama eksistensi. Malah lebih mengerikan lagi.
5/8/16
Bulan Puasa di Manila
Di Kota Manila, muslim adalah minoritas. Ketika berangkat dari tanah air, nuansa Bulan Puasa begitu kentara, mulai dari pengeras suara di Masjid dan Surau, jalanan yang lengang karena warung makan sebagian tutup, juga iklan-iklan di televise yang dipenuhi oleh sirup, sarung dan obat maagh. Berbeda situasinya setiba aku di Ibukota negara yang terletak di sisian Samudera Pasifik saat itu, tidak ada pengeras suara nuansa Bulan Puasa menggema, warung dan penjaja jajanan juga ramai saja.
Dengan penerbangan Cebu Pacific Airlines tengah malam kita meninggalkan Jakarta, tiba di Bandara Ninoy Aquino International pagi-pagi buta. Setelah sejenak meregangkan tubuh di selasar hall kedatangan, lalu menuju money changer, kita lantas beranjak menuju halte shuttle bus. Dengan shuttle bus seharga 20 Peso, kita terangkut menuju stasiun MRT dalam kota terdekat. Kurs untuk 1 Peso sekitar 300 rupiah. Setelah naik MRT, kita harus menyambung dengan kendaraan lagi untuk mencapai hotel. Disinilah kita menjumpai angkutan yang hanya ada di Filipina, angkutan umum mirip jeep, mirip oplet, Jeepney namanya. Bentuknya lucu, ditambah livery yang dibuat oleh si-sopir suka-suka, menjadi kesan tersendiri menumpangi Jeepney. Ruang untuk penumpangnya luas dan ongkosnya murah, 8 Peso saja.
Sesampai di Artina Hotel, kita diijinkan early chek in gratis. Mungkin sang receptionist kasihan melihat muka lusuh kita, apalagi diluar sedang turun hujan. Padahal Bulan Juli 2015 waktu itu Indonesia masih kemarau, tapi Filipina hujan dan gerimis sepanjang hari. Tampaknya Samudera Pasifik dan Samudera Hindia sedang tidak akur. Hehe..
Jeepney |
Setelah badan terasa lebih fit, menjelang sore hari kita kembali berburu Jeepney. Masih belum puas menikmati kendaraan unik yang satu ini. Kali ini destinasi kita adalah menuju Carriedo. Di Carriedo terdapat masjid terbesar di Manila, Moskeng Ginto namanya. Masjid ini kubahnya dicat kuning keemasan, karena inilah dinamai Moskeng Ginto yang berarti Masjid Emas. Disekeliling masjid dihuni oleh penduduk Muslim, sehingga kawasan tersebut disebut Moslem Town.
Jam di Manila lebih cepat dua jam dari Jakarta, karenanya buka puasanya terasa lebih lambat dua jam. Kita biasa berbuka puasa menjelang jam enam, kali ini harus menunggu jam setengah delapan lebih. Tapi kukuruyuknya perut untungnya terhibur oleh stand pembagian buka puasa gratis di halaman masjid. Horee.. senangnya berbuka puasa bersama di negeri orang, gratis pula.
Moskeng Ginto tentu saja tidak sebesar Istiqlal. Masjid terbesar di Manila ini mungkin setara besarnya dengan masjid-masjid agung di kabupaten-kabupaten di Indonesia. Masjid cukup ramai oleh jamaah, karena memang disekelilingnya dihuni oleh penduduk Muslim. Disamping itu, kala itu juga sedang Bulan Puasa. Penjaga Masjidnya bersikap ramah terhadap tamu, kita diajak berkeliling untuk mengenali arsitektur dan diberi cerita singkat sekilas masjid ini. Sayangnya, lingkungan sekeliling masjid masih kumuh terkesannya. Terlebih saat itu becek karena musim hujan. Mungkin perlu dibuatkan pagar yang lebih rapih sebagai pembatas masjid dengan hunian penduduk disekelilingnya, sehingga sampah rumah tangga tidak ikut membuat kumuh masjid.
Seusai mengikuti sholat taraweh, kita mengisi waktu dengan berkeliling sekitar Moslem Town itu. Disini banyak warung makanan dan jajanan. Diantara makanan yang unik adalah ikan asap yang ditusuk utuh berukuran 30 – 40 cm. Sebab aku tidak menyukai ikan, aku tidak berminat untuk mencobanya. Bagi kaum Muslim tentu berbelanja makanan di area ini aman, karena diluar sana banyak sekali makanan yang mengandung babi. Meskipun diluaran sana kita dapat mengenali warung makan yang menyediakan babi atau tidak dengan di papan namanya terdapat tulisan “Bobbay”.
Di hari berikutnya, giliran kita mengeksplorasi sejarah Manila di Museum Nasional-nya. Museum yang memanfaatkan bangunan peninggalan kuno yang megah ini memiliki koleksi yang lengkap, mulai dari sejarah purbakala, sejarah awal Filipina hingga perjalanan tumbuh kembang seni budaya, tradisi dan pangan Filipina hingga saat ini. Untuk menikmati semua itu, kita tidak dipungut tiket masuk. Souvenir shop ada di sisi museum, kita memborong untuk oleh-oleh disini.
Moslem Town |
National Museum |
Di hari ketiga yang menjadi hari terakhir kita di negara bekas jajahan Portugis ini, kita melanjutkan eksplorasi ke Manila Bay. Pantai di pusat kota ini berada disamping persis Kedutaan Besar Amerika Serikat. Lalu disampingnya lagi ada Pelabuhan Laut Manila. Setelah kepayahan berjalan kaki lima kilometer lebih menyusuri pantai dan menyusuri jalanan kota Manila, tibalah saatnya kita menuju Bandara. Untuk menjangkau stasiun MRT terdekat, kita memilih kendaraan semacam Bentor (Becak Bermotor). Aih sayang, driver bentornya nakal. Harga yang disepakati 40 Peso saat sebelum naik, lalu saat turun dia memaksa kita membayar 80 Peso. Daripada membuat ribut di negeri orang, ya sudah lah aku bayar saja sesuai yang dia minta.
Naik Bentor |
Halte LRT |
4/22/16
Umur Obsesif
Kamu itu masih berasa di umur obsesif. Tapi kenapa takut berobsesi?
Takut obsesimu gagal? Bukan dauntless namanya itu.
Takut dianggap orang obsesif? Bukan candor itu berarti kamu.
Merasa obsesimu tidak akan menjadi kemanfaatan bagi banyak orang? Bukan abnegation kalau gitu.
Nggak bisa menghitung, menakar, mengejawantahkan obsesimu dalam manajemen? Tanda bahwa kamu bukan Erudite.
Atau bahkan kamu mengalami confused di dalam dirimu sendiri tentang apa itu obsesi & bukan obsesi? Tidak Amity kamu.
Bertukar Waktu
Jangan Sampai Kaya
Lahirku ingin kaya yang raya. Bukan cuma ingin malah, tapi berjuang mati-matian. Tapi jangan-jangan, diam-diam batinku terobsesi sebaliknya: Mbok, kalau bisa jangan sampai kaya.
Apalagi raya, kaya saja sudah mencemaskan. Aku menjadi sepertinya tak butuh tawaran bantuan siapa-siapa lagi kalau uangku sudah tak hitungan banyaknya.
4/21/16
Ketungkul
Nasibmu yang silau oleh iming-iming adalah terbeli. Sementara nasibmu yang berhasil tidak silau, tapi gagal membikin manajemen adalah ketungkul.
Manajemen! Kecuali kamu penikmat ratapan nasib.
3/30/16
Antara Daratan
Di ribuan pulau itu, semua sambung menyambung oleh jalur kapal laut. Berbeda dengan Serawak dan Semenanjungnya Kuala Lumpur, walau mereka satu negara tapi tidak ada jalur lautnya. Wajar, karena bentangan Serawak di sisi timur dan Semenanjung di sisi Barat sangatlah jauh. Tidak ada jarak antar pulau besar di Nusantara yang jaraknya sejauh dua daratan di negeri jiran itu.
Terpisah tapi tersambung. Itu cuma satu dari semilyar anugerah Nusantara dari Tuhan.
3/29/16
Sebelum Traveling
Lepas dari kamu termasuk yang mana diantara kedua jenis traveler itu, saat ini ada yang beda dengan jaman dulu. Kalau jaman dulu, panduan wisata paling banter adalah buku Lonely Planet, selebihnya adalah tanya-tanya penduduk setempat. Saat ini, di era informasi membludak, kita bisa hunting informasi selengkap-lengkapnya sebelum berangkat.
Wah, kan nggak seru, nggak surprise kalau kita sudah kadung tahu banyak destinasi kita? Ya, tergantung ukuran serumu bagaimana. Kalau yang disebut seru, kamu datang dengan gagap meraba-raba, berharap menemukan hal-hal tak terduga, ya iya. Tapi dengan model begitu, kamu akan banyak wasting time, waktu sehari yang seharusnya bisa mengerjakan banyak hal, menuju banyak destinasi, hanya dihabiskan untuk surprise-surprisemu itu. Ketika sudah pulang dan tak sengaja kamu menemukan bacaan bahwa di tempat yang habis kamu tuju ada ini dan itu yang menarik dan kamu tak beruntung menemukannya kemarin, kamu tinggal menyesal sendiri deh.
Maka, cari informasi banyak-banyak tidak ada salahnya. Kamu bisa memilih dan memilah destinasimu, mengefektifkan rutemu, menghemat budget transportasi dan penginapanmu. Dengan menggali informasi banyak-banyak, kamu justru mungkin dapat menemukan hal-hal baru yang tidak dijumpai oleh traveler lain. Kalau kamu cerdas saja si.
Demam Hypnosis
Hypnosis tidak membuat kambing memiliki cara berpikir yang lebih maju dibanding cara berpikir sebelumnya. Sehingga tidak ada kemungkinan di masa depan kambing akan tidak liar, walau tidak dibuatkan pagar.
Ada juga yang demam fisika quantum. Terlena bahwa fisika quantum sebetulnya hanya tafsir subyektif seseorang yang mana tafsir tersebut ia ejawantahkan menggunakan term-term fisika. Mempelajarinya tanpa bingkai ketunggalan, kemanunggalan, wahhada, yuwahhidu, tauhidan berpotensi membuat kita blunder sendiri pada kepentingan-kepentingan pendek semata.
Analoginya, kambing mungkin masih bisa diajak memahami bagaimana mekanisme alam semesta mendatangkan seonggok pakan. Tapi tanpa bingkai tauhid, kambing tidak ada kemungkinan untuk memahami untuk apa ia berada dan untuk apa ia harus memakan pakan.
Dan masih banyak jenis demam-demam lainnya, demam berpergerakan, demam berdakwah, dll.