3/23/10

Ilmu Memilih Kayu Usuk

Anda pernah pergi ke toko kayu dan bangunan? Ada beberapa jenis kayu disana, kayu lapis yang kita semua tahu bentuknya seperti apa, kayu papan dengan beberapa pilihan ketebalan, 2cm atau 3cm, ada pula kayu reng, biasanya ukurannya 2x3 dan kayu usuk yang ukurannya 4x6.

Pada saat kita akan membeli kayu usuk, waktu kita bisa habis berlama-lama untuk memilih yang paling tidak bengkok diantara kayu usuk yang tersedia. Ya, kalau kita tidak jeli, kita akan menyesal membawa pulang kayu usuk yang kualitasnya jelek karena itu bukan yang terbaik kelurusan kayunya.

Kita cermat sekali mengamati dari ujung ke ujung, dibolak-balik dan diterawang kayu yang akan kita pilih itu hingga sedetail mungkin, tak sayang kita walau waktu termakan cukup lama untuk melakukan itu. Pertanyaannya, apakah pada saat itu ada tersimpan di benak kita "ah, kayu yang akan terbawa pulang oleh saya kan sudah ada yang ngatur, jadi tidak usah kuatir."

Saya jamin jawaban kebanyakan adalah : tidak. Tidak terpikirkan hal itu apakah karena pada saat itu kita lupa akan Tuhan? tidak, sama sekali tidak. Kenapa kata-kata itu tidak terpikirkan, bisa jadi memang karena intepretasi keyakinan kita bahwa Tuhan akan memberikan kayu yang terbaik hanya kalau kita benar-benar sungguh-sungguh mengamati dan memiliki pengetahuan yang baik tentang kayu usuk yang kita butuhkan.

Bisa dipahami maksud saya di atas? Lalu, bagaimana dengan cara kebanyakan orang memilih jodohnya? Seserius orang itu memilih kayu usukkah? atau kalau persoalan pendamping hidup yang terngiang-ngiang di benak kita, "ah, jodoh kan sudah ada yang mengatur", begitu?

Karena kuatnya ngiang-ngiang kata-kata itu, maka kita seolah menjadi pribadi yang sangat pasrah kepada Tuhan, meningkatkan kualitas diri dengan nyantai saja, sholat minta petunjuk juga se-mood-nya, begitu juga amalan-amalan lainnya hingga amalan teknis mengamati calon pasangan hidup kita hanya sekenanya.

Betulkah sikap seperti itu bisa didefinisikan sebagai pasrah? Kalau betul iya, konstruktif atau destruktif sikap itu? Bisa jadi itu hanyalah sikap 'pasrah' yang keliru, semata karena dalih, karena keterbatasan ilmu kita tentang persoalan pasangan hidup dan kita enggan menggalinya, seserius mengamati usuk, menerawang kelurusannya, memperhatikan detail demi detailnya.

Pasangan hidup sudah ada yang mengatur, kayu usuk yang akan terbawa pulang oleh kita juga sudah ada yang mengatur. Tapi kalau kita memilih kayu usuk itu dengan didalihi "kan sudah ada yang mengatur", lalu kita memilih dengan sekenanya, mengamati dengan malas-malasan, menerawang dengan mood-mood-an, bisa ditebak kayu usuk sekualitas apa yang akan terbawa pulang pada akhirnya.

Akhirnya, dengan bercermin pada cara kita memilih jodoh, sudah bisa tertebak kan pendamping hidup sekualitas apa yang akan menjadi nasib kita?

23 Maret 2010 | 04.45

No comments:

Post a Comment