Wasiat Bung Karno & Pemberian Restu Kepada Freeport Inc.
Setiap hari bertruk-truk Emas diangkut ke Amerika Serikat dari sana, dan kita hanya kebagian royaltinya yang begitu sedikit. Dan itu akan berlangsung hingga 30 tahun kedepan, kalau tidak diperpanjang lagi restu pengerukannya. Sudah tidak terhitung gelombang protes atas eksploitasi besar-besaran SDA milik rakyat itu, tetapi bahkan isu paling sentral yakni kerusakan lingkungan hidup disekelilingnyapun tidak cukup membuat Presiden kita bernyali untuk menggugat sang penambang untuk hengkang berhenti mengoyak kekayaan ibu pertiwi. Buku “Agenda Mendesak Bangsa Selamatkan Indonesia”, tulisan Amien Rais adalah salah satu buku yang membeberkan ulah Freeport dalam membuat rugi Indonesia, bisa dicari dan dibaca buku itu bagi yang ingin tahu lebih lengkap.
Tidak ada satu dalilpun yang bias membenarkan aktivitas pengerukan besar-besaran dan berkepanjangan itu. Kalau dibilang bangsa kita belum mampu mengolahnya sendiri, maka butuh tenaga asing, maka apakah betul belum ada putra negeri yang mampu mengeksplorasi alam Bumi Cendrawasih itu? Dan sekalipun benar kita belum ada yang mampu, apakah proses pengerukan yang dilakukan oleh asing betul-betul amanah secara proses delegasi? Seimbangkah bagian keuntungan antara si pelaksana proyek keruk dengan negeri kita si pemilik lahan? Sama sekali tidak setimpal. Dilupakan oleh kita wasiat agung dari Bung Karno, pendiri bangsa, bapak bangsa ini :
“Kalau kita belum mampu mengolah alam kita sendiri, maka tutup saja, simpan saja dulu, jangan kau serahkan kepada orang lain, agar kau tidak menjadi budak di negerimu sendiri.”
Pada akhirnya kita harus menyadari, bahwasannya demonstrasi tidak menjadi solusi atas pemerkosaan SDA ibu pertiwi itu. Kita bukanlah bagian dari pemegang regulasi dan seandainyapun diantara kita ada yang menjadi presiden suatu saat nanti sekalupun, kekuatan dan kekuasaan Amerika Serikat terlalu kuat untuk membuat kitapun ciut, tidak bisa bertitah untuk menghentikan proyek merugikan negeri itu.
Siapa Bilang Harga Emas Terus Naik?
Ditengah kekesalan dan kegeraman kita, sebuah oase memancar ditengah terhamparnya perkembangan Bank Syariah di Indonesia. Oase macam apa itu? Sebelum berbicara tentang oase, yang mengaitkan tentang keberadaan Bank Syariah dan potensinya menyelamatkan kerugian bangsa atas hilangnya emas-emas berharga negeri ini, saya ingin bagikan dulu keistimewaan emas. Dari zaman nenek dari nenek kita gemar menggunakan gigi emas, mempunyai tabungan emas dikolong tempat tidurnya, hingga zaman postmodern seperti saat ini semua orang berceletuk, emas itu istimewa, karena harga emas selalu naik setiap tahunnya.
Memang betul, grafik pergerakan harga emas dari hari kehari, baik terhadap USD maupun IDR terus naik dari waktu ke waktu dengan rata-rata kenaikan 25% setiap tahun. Tetapi, pada hakekatnya, bukan nilai emas yang naik, nilai Dollar, Rupiah dan semua mata uang kertaslah yang turun dari tahun ke tahun. Satu Dinar emas atau setara 4,25 gram emas 22 karat pada zaman Nabi Muhammad SAW 1400 tahun yang lalu cukup untuk membeli seekor kambing, pun hingga saat ini, harga satu keeping Dinnar emas dengan bobot dan karat yang sama bernilai sekitar 1,4 juta cukup untuk membeli seekor kambing.
Grafik Emas 10 tahun terakhir |
Berbeda dengan mata uang Rupiah, ketika tahun 2000an, uang saku anak sekolah 1.000 Rupiah setiap hari itu sudah cukup untuk naik bus dan beli jajan, tetapi sekarang uang saku anak sekolah 5.000 Rupiah minimalnya. Laju inflasi menggerus tabungan Rupiah kita dari tahun ke tahun, sekalipun bentuknya deposito sekalipun. Pertambahan tuntutan uang saku anak sekolah membubung drastic tidak sebanding dengan kenaikan gaji dan Upah Minimum Regional.
Kalau kita sadar, sesungguhnya setiap uang kertas kita yang terendap selalu digerogoti oleh tikus waktu yang membuat nilainya berkurang. Betul, nilai rupiahlah yang berkurang, bukan nilai emas yang bertambah. Secara hakiki, daya beli kita selalu setara dengan nilai emas dari waktu ke waktu. Maka, kembali ke persoalan Freeport, sesungguhnya semakin tahun kita semakin bodoh kita membiarkan emas-emas kita dibawa ke Amerika Serikat dan kita diam tidak berdaya. Sekalipun banyak yang tidak diam, berteriakpun kita tidak membuat mereka berefek, tetap saja terus diangkuti, dari mulai harga emas masih 20.000 pergramnya hingga saat ini di tahun 2010 sudah 400.000 pergramnya.
Era Golden Generation, Generasi Punya Emas
Ary Ginanjar, tokoh Indonesia yang dinobatkan oleh Andreas Hareva menjadi satu-satunya orang Indonesia bahkan mungkin se-Asia Pasifik yang menduduki tingkatan Trainer Level V, dimana wujud nyatanya adalah keberadaan dan perkembangan ESQ Training di Indonesia dan di dunia, Ary Ginanjar selalu menyemangati kita untuk menyongsong lahirnya generasi emas yang akan melahirkan Indonesia yang berperadaban baru, yakni peradaban emas Indonesia.
Ary Ginanjar selalu mencontohkan kecemerlangan generasi sahabat Nabi Muhammad SAW, dimana ia sebut dan banyak orang sebut sebagai generasi keemasan. Nah, pertanyaannya, bagaimana mewujudkan generasi Emas yang kuat resistensinya dari penjajahan ekonomi dan konspirasi global sebagaimana zaman sahabat Nabi SAW waktu itu? Agar kita tidak melebar membahas terlalu banyak hal yang harus dibahas, satu saja dulu yang diangkat kali ini, yakni bahwasannya di era keemasan sahabat Nabi SAW dulu, ekonomi begitu kuat, baik secara mikro individu maupun makro negara karena mereka menggunakan emas.
Maka, kalau hari ini kita bergembar-gembor “Ayo, kita menjadi Golden Generation (generasi emas)!”, maka sudah pasti salah satu prasyaratnya adalah kita harus kembali mendayagunakan emas untuk memaksimalkan kemandirian kita. Emas memang belum bisa kita gunakan secara makro dalam artian mengganti mata uang Rupiah yang sudah kita pakai sejak 1946 lalu dengan Dinar misalnya, tidak, tidak usah sejauh itu dulu. Kata Aa Gym, mulai dari diri sendiri, betul, mulai dari yang mikro, amankan perekonomian individu dan keluarga kita dengan emas terlebih dahulu.
Golden Generation haruslah bisa mendayagunakan emas, minimal tabungannya bukan hanya dalam bentuk tabungan berencana dan deposito, tetapi juga emas. Emas adalah salah satu pilar kekuatan kemandirian ekonomi, dan ekonomi adalah bagian pokok dari proses pembangunan kehidupan yang bermartabat. Ibu Athoilah, penulis kitab hikmah Al Hikam yang termasyhur itu menulis yang intinya, janganlah engkau memberi ceramah kepada orang yang sedang kelaparan sebelum engkau memberikan kepadanya makanan. Maka inilah hubungan antara akhlak-akhlak cemerlang, akhlak-akhlak keemasan dengan emas itu sendiri. Ketika membangun akhlak, tidak boleh lupa kita juga harus membangun ekonominya, mulai dari ekonomi individu masing-masing.
Mengenal Gadai Emas Syariah
Celah, itulah yang harus kita cari untuk mensiasati kaburnya emas-emas kita. Ternyata ada satu celah regulasi pemerintah yang bisa kita manfaatkan untuk tidak berhenti hanya berdemonstrasi dan berkoar-koar tidak didengar. Walaupun langkah ini, kalau secara individu dilakukan tidak berasa, tetapi kalau dilakukannya secara berjamaah, apalagi super-jamaah, wah, akan dahsyat sekali dampaknya untuk kekuatan kemandirian bangsa, dan izinkan saya menyebutnya sebagai people power.
Regulasi yang bisa kita jadikan celah itu adalah kebijakan pemerintah yang meluaskan layanan gadai, dimana layanan gadai emas saat ini bukan hanya dibolehkan dilakukan oleh pegadaian, tetapi sudah boleh dilakukan oleh bank, dengan catatan, hanya Bank Syariah saja yang diperbolehkan. Maka, tidak heran kalau setiap kali Anda melewati jalan protokol dan melihat Bank Syariah bertengger, disitu Anda melihat tulisan “Gadai Emas Syariah”.
Inilah people power yang saya maksud bukan aksi masa turun ke jalan, tetapi aksi membeli besar-besaran emas dengan memanfaatkan fasilitas gadai emasnya Bank Syariah. Ruly Kustandar, seorang mentor Enterpreneur University (EU) pimpinan Purdi E. Chandra sang Bapak Entrepeneur Indonesia menemukan sebuah formula membeli emas hingga 10 kali lipat dari kemampuan finansial normal kita. Didukung penuh oleh BRI Syariah, Rullly Kustandar mengkampanyekan formulanya itu, yang mungkin diantara kita sudah mengetahui dan mempraktekannya, formula itu bernama “Kebun Emas”.
Secara sederhana formula Kebun Emas dapat dijelaskan seperti ini : Awali dengan membeli emas batangan, lalu emas itu agar aman jangan disimpan dirumah, tapi titipkanlah ke Bank Syariah agar dia saja yang menyimpannya. Proses penyimpanan emas di Bank Syariah itu, jangan dengan menggunakan system Sewa SDB (Safe Deposite Box), tetapi gunakanlah layanan gadai yang sudah direstui oleh pemerintah itu.
Karena sistemnya gadai, maka kita akan mendapat uang gadai, yang besarnya sekitar 80-90% dari Harga Taksiran Logam Emas itu. Nah, uang gadai itu untuk apa? Uang itu kita simpan sampai kita mempunyai tambahan uang atau gaji bulan berikutnya bagi yang karyawan, untuk kita belikan emas lagi. Maka, kita sudah punya dua batang emas, satu dititipkan di Bank Syariah, satu baru saja kita dapatkan dari toko emas. Nah, emas itu titipkan lagi ke Bank Syariah, lalu kita dapat uang gadai lagi, lalu tunggu sampai dapat tambahan uang dari pekerjaan kita lagi, lalu belikan emas lagi dan begitu seterusnya.
Itulah gambaran singkat tentang formula kebun emas. Karena kebun, kapan kita memanennya? Memanennya terserah kita, yang penting selama kita belum butuh uang, akan lebih menguntungkan bila emas-emas itu tetap tersimpan di Bank Syariah, sampai kapanpun, selama apapun. Namun, kalau kita memang butuh atau ingin memanennya, caranya gampang, sederhananya begini : Pinjamlah uang ke tetangga Anda untuk menebus satu batang emas kita, setelah uang ditebus, juallah emas itu ke toko emas. Ingat, emas adalah komoditas yang gampang sekali dijual, berbeda dengan tanah atau rumah.
Hanya beberapa menit transaksi kita sudah dapat uang hasil penjualan emas itu, lalu kembalikanlah uang yang kita pinjam dari tetangga itu dan uang hasil penjualan emas tadi kita gunakan untuk menebus emas kedua yang kita gadai di Bank Syariah, lalu jual lagi, lalu tebus lagi emas ketiga begitu seterusnya. Dan hitunglah sendiri berapa uang di tangan Anda ketika semua emas sudah ditebus, ingat, harga emas terus membubung naik terhadap rupiah, ketika tahun 2006 harga emas masih 200 ribuan per gram, di 2010 ini sudah 400 ribuan, dua kali lipat, bukan?.
Emas-Emas Kita : Mari Bung Rebut Kembali (Melalui Bank Syariah)
Kalau bisa memahami dan mempraktekkan formula kebun emas itu, betapa keuangan pribadi kita begitu terproteksi. Tabungan kita tidak tergerus inflasi, uang yang kita konversikan dalam bentuk tabungan emas itu membuat nilainya stabil, terus seimbang dengan kemampuan daya beli dan kenaikan harga disekeliling kita, dan regulasi gadai emas yang direstui resmi oleh pemerintah itu membuat kita bisa memiliki emas hingga 10 X lipat dari kemampuan normal kita, dengan catatan kita ikhlas menitipkannya di Bank Syariah dengan system gadai.
Mungkin kita bertanya soal keamanan emas-emas yang kita titipkan itu. Jawabannya sederhana, percayakan hanya kepada Bank Syariah yang menurut Anda amanah, insyaallah aman emas-emas Anda disitu. Dan pertanyaan berikutnya adalah soal bagaimana hukumnya menjalankan formula Kebun Emas. Jawabannyapun sederhana, datanglah kepada ulama yang berkompetensi menguasai keilmuan tentang hukum jual, beli dan gadai emas. Kalau Anda susah mencari dan menemui ulama berkompeten itu, Anda bisa datang dan bertanya ke ulama-ulama yang duduk di deretan Dewan Syariah BRI Syariah yang sudah memberikan fatwa kepada BRI Syariah untuk mendukung penuh Kebun Emas ini.
Hingga, pada akhirnya konsep Kebun Emas ini bila dijalankan secara berjamaah akan menjadi kekuatan tersendiri bagi bangsa. Kalau separo saja penduduk Indonesia mendapatkan sosialisasi dan besarnya manfaat memiliki emas dan mengetahui cara untuk memiliki hingga 10 X lipat jumlah emas dari kemampuan normal kita, katakanlah satu orang 10 gram saja, maka ada 10 gram emas x 100 juta penduduk Indonesia atau sejumlah 1000 ton emas. Seribu ton emas tetap terserap ke dalam negeri, lalu pemerintah kewalahan sehingga mencarikan di luar negeri dan mengimpornya, sekalipun emas yang kita impor itu sebenaranya bahan mentahnya juga dari perut bumi kita sendiri, tidak mengapa, yang penting kita punya emas, sekalipun mahal saat membelinya, tidak seperti bila kita mengambil di tambangnya langsung, tetapi nanti juga harganya akan terus naik terhadap Rupiah.
Pada akhirnya, ekonomi individu-individu kita akan menguat karena emas dan daya beli itu seimbang. Pada akhirnya uang kertas tidak menjadi satu-satunya mata uang dalam bertransaksi, kalau semua diantara kita sudah memiliki emas, maka akad belanja bisa dilakukan dengan barter emas, kalaupun emas kita masih dititipkan di Bank Syariah, maka mungkin akan ada trend baru dalam bertransaksi, yakni barter dengan Sertifikat Gadai Emas Syariah.
Kesimpulannya, melalui tulisan ini, saya mengajak kita semua untuk mengkonsumsi emas, ajakan ini terutama bagi mereka calon-calon generasi emas. Emas berbeda dengan rumah dan tanah, termasuk dalam penominalannya, bahkan bentuk yang paling kecilpun, satu gram pun ada. Jadi, kita bisa menguasai emas mulai dari nominal berapapun sesuai dengan kemampuan. Kalau setiap orang memburu emas, mudah-mudahan suatu saat nanti pemerintah tersadar bahwa stok emas dalam negeri menipis, sehingga pemerintah berinisiatif mengimporkan emas untuk kita beli.
Atau kalau pemerintah lebih cerdas, mereka akan menutup semua tambang emas yang dikelola oleh asing untuk kemudian kita kelola dan konsumsi sendiri. Dan dibantu dihimpunkan oleh Bank Syariah ayo kita menjadi generasi emas, generasi yang mempunyai simpanan emas juga generasi yang akhlaknya secermaerlang emas. Bersama Bank Syariah, kita songsong zaman keemasan, zaman dimana seluruh penduduk Indonesia mempunyai aset pribadi berbentuk emas dan pemerintahpun tertuntut untuk menghentikan pengangkutan emas-emas kita ke luar negeri, karena kita sendiri juga membutuhkannya.
Diposting juga di Kompasiana
wah ka rizk sangat peduli,,
ReplyDeletehidup Indonesia