SKS yang sedang saya geluti itu ini. Itu ini? bukan ini itu? Aah... Jadi, tuh belakangan, sekitar sebulanan ini yang sedang berseliweran adalah pikiran-pikiran semacam gini : ada orang yang kepengin punya penghasilan, tapi saya beri jalan bisnis, ogah dilakuin. Orang lainnya lagi, mau menikah, mumet mikir duitnya. Orang lainnya lagi, naik kereta ekonomi ke Jakarta karena takut telat, bimbang terusin itu kereta atau pindah argo. Orang lainnya lagi, mau beli emas pakai nanya baiknya kapan dan dimana sampai sebegitunya, enggak nanya hari baik beli emas sekalian, gitu pikir saya?
Jawabannya didapat dari dua orang, dan jawaban kedua saya baru dapat dari Mr. Miming barusan... barusan san. Jan, masih anget ini ilmu, hehe. Jawaban pertama diriwayatkan oleh sahabat Kusworo bahwa Mario Teguh berkata yang intinya begini, sesungguhnya kesulitan adalah pengalih yang baik atas perhatian pikiran kita terhadap hal-hal yang tidak perlu.
Loh iya. Bayangkan Anda belum punya calon, apa mikir itu biaya pernikahan? Bayangkan Anda harus jualan cendol dan enggak punya waktu ke Jakarta, apa ada kebimbangan tetap ekonomi atau ganti argo. Haha, semua contoh yang disebutkan di paragraf di atas tidaklah jelek, buat saya mah menarik, jadi bahan berfikir saya... (kalau tafakur mungkin ketinggian).
Jawaban kedua, yang Pak Miming bilang di pembukaan kelas EU tadi, intinya begini, kalau di malam pertama melakukan gituan, apa pada saat melakukan mikir itu nanti punya duit enggak buat melahirkan dan seterusnya? Haha, dipikir enggak dipikir tetap aja dituntaskan itu aktivitas. Silahkan renungkan sendiri maknanya. Kata Caknun, jangan jadi generasi kempong (ompong), yang tidak pernah membiasakan diri mengunyah sesuatu, jadinya ompong beneran akan ilmu-ilmu yang masuk.
Satu fakta yang menguatkan adalah kisah Ibu Eka, istrinya yang punya Jatramas Purwokerto. Bisa dia punya kost-kostan, juga punya mobil derek. Terngiang betul apa yang dia bilang tadi "Ini saya buat stiker seperti ini untuk promosi, dan saya tempel di sepanjang pantura, saya tempel di SEMUA polsek, lantas dari Cirebon sampai Jogja. Dahsyat....
Bu eka betul-betul.... bukan begja dia, tapi hebat menurut saya. Dia tidak berbuat sesuatu dengan gamam. Arep ngene aras-arasen, arep ngono, amang-amangen, walhasil untung kecil, dan enggak maju-maju. Okey, selamat merenung, awalilah renungan dengan kegamaman kita. Bahwa selama ini ternyata sebagian besar ketakutan kita adalah kepada hal-hal yang tidak perlu. Takut dia jengkel, padahal kalau dia jengkel impact terburuknya apa? Takut salah memilih kereta, padahal resiko ternaas kalau salah memilih apa? Takut tidak ada biaya, trus kalau tidak ada biaya pahit-pahitnya kenapa?
Ya, butuh waktu. Butuh waktu untuk meminimalisir gamam-gamam kita itu, untuk lebih logis lagi kalau mau takut, dan mendelete habis ketakutan-ketakutan pada hal-hal yang impact terburuknya saja sebetulnya enteng bagi kita, resiko ya tarubnya yang murahan, resiko ya tidak ikut membaca Basmalah pada MC konser, resiko ya harga emas selisih 7.000 dari yang termurah di kota itu, sapiturute...
Sayang, Desember ini sudah tidak bisa dipakaii nama lain selain grebeg. Bukan karena bertepatan dengan bulan Suro yang dimana-mana sedekah bumi dan sedekah laut. Tapi memang karena ini adalah bulan dimana ya harus grebegan. Jadi bulan yang saya namai Pembebasan, baru bulan berikutnya. Bebas dari rasa gamam.
Oh ya, untuk contoh2 ilustrasi kasusnya, jangan dipermasalahkan peristiwanya, ambil inspirasinya saja. Wong itu memang bukan masalah kok, itu kejadian2 yang menarik, kalau menurut saya.
No comments:
Post a Comment