Ada seorang anak yang disuruh oleh seseorang untuk membelikan sesuatu di sebuah restaurant. Apa yang disuruh untuk dibeli? Seporsi bebek asap? Jus alpukat? Atau... bukan, bukan, tidak usah menebak-nebak.
Yang disuruh untuk dibeli oleh anak itu hanya sambalnya saja, sambal dari sebuah restaurant bebek mewah di kota itu. Dan anak itu hanya diberi bekal 1.000 rupiah saja.
Menghina bener ini yang menyuruh!!!
Ya, pertama mendengar cerita ini sebagaimana kebanyakan orang sayapun yang terlintas dipikiran adalah kata-kata itu. Kalau Anda juga, berarti kita sama, toss.... Tapi, betulkah ini sebuah penghinaan? Kita lanjutkan kisahnya dulu sebelum menyimpulkan.
Dengan tidak bertanya apalagi membantah anak itu pergi ke restaurant dimaksud, ia tidak menyodorkan uang 1.000 rupiah untuk membeli sambal. Apa yang ia lakukan?
Yang dia lakukan adalah ngobrol dengan pelayan restaurant itu, obrolan sudah mulai nikmat, tibalah pada point sambal : "Ngomong-ngomong sambal disini terkenal enak ya?"
"Gimana si cara bikinnya, saya pengen bikin sendiri dirumah", Daripada repot-repot menjelaskan cara membuat sambal, maka disodorkanlah sambal yang sudah jadi ke anak itu dengan sukahati.
Dan akhirnya anak itu bisa pulang membawa sambal, tanpa mempermalukan diri menyodorkan receh 1.000 rupiah untuk membeli.
***
Bukan menghina, hanya saja orang yang menyuruh itu percaya bahwa anak itu bisa kok, punya caranya kok. Sebuah penghargaan, malah.
Begitu pula, kata ustadz, masalah itu datangnya dari Allah SWT. Nah, bisa jadi Allah memberi masalah adalah karena menghargai kita, menghargai bahwa kita mampu.
"La yukallifullahu nafsan illa wus'aha".
Ini sekedar sekelumit pelajaran dari sekelumit sambal yang semoga menuju ke arah tauhid.
No comments:
Post a Comment