Kalau tiap kali ada kerjaan, memilih mengerjakannya pas sudah mepet, apa malah nunggu telat dulu, itu namanya karakter. Tapi jika satu kerjaan telat, karena memang saat itu kesibukan atau bisa juga mood sedang tidak seperti biasanya, maka itu hanyalah sifat.
Membedakan antara sifat dan karakter sangatlah penting, misalnya saat menghadapi orang yang mengecewakan kita karena pekerjaannya lelet. Jangalah langsung di justise dia pemalas, bisa jadi dia sedang sangat padat, hanya sifat, bukan karakter.
Begitupun ke diri sendiri, kalau kita mengecewakan orang karena pekerjaan tidak beres, coba disimak, itu memang karakter kita yang selalu saja mengecewakan orang, atau kita sedang dalam kondisi yang memang tidak memungkinkan untuk tidak mengecewakan.
Ketika memang itu adalah karakter, ya taubatan nasuha solusinya, revolusi diri habis-habisan entah bagaimanapun caranya, berapapun lama waktu yang diperlukannya. Tapi, kalau itu hanya sifat, sebaiknya kita tidak serta merta menghakimi diri jelek, hina dina nista tak berguna.
Karena, dosa hakiki adalah perasaan bersalah di dalam diri yang menurunkan produktifitas. Jangan melulu dosa diidentikkan dengan siksaan api yang panas di alam setelah dunia nanti, api yang menyala berwujud rasa bersalah itu justru lebih berbahaya, dan memang benar-benar berbahaya.
Merasa bersalah itu diperlukan hanya ketika kita sedang dalam sesi introspeksi diri. Rasa bersalah yang tidak pada tempatnya hanya akan membuat hasil kerja kita tidak bisa 100% sebagaimana jika kita tidak dibakar api rasa bersalah.
Terima kasih Hanie atas pelajaran HSBK (Hanya Sifat, Bukan Karakter) nya.
ha?
ReplyDeletepelajaran apa itu kiy?
klaim kamu, ah..
yang waktu itu, lanjutan sms dari kafe gado2... lupa?
ReplyDelete