Mie Ayam, makanan khas Indonesia yang ada dimana-mana. Entah darimana kota asalnya, apa malah bisa jadi asalnya bukan dari Indonesia, belum pernah aku riset hal itu.
Tapi yang jelas keberadaan mie ayam sangat disambut di negeri ini, melebihi gemergap penyambutan kita terhadap datangnya Avanza dan Innova atau mobil-mobil mewah lainnya yang tidak berhenti-berhenti dibeli di negeri ini. Kembali ke mie ayam, di Purwokerto saja tidak terhitung berapa jumlah penguasa kuliner, atau berapa properti gerobak yang ada, aku yakin Pemkabpun tak memiliki datanya.
Sekalipun banyak, tapi mereka tetap saja bertahan, itu artinya banyak yang beli, atau bisa jadi laris. Padalah, enjual mie ayam tidak memasang spanduk dan baliho seperti kafe-kafe modern. Tapi, tidak sedikit dari mereka yang menggondol omzet hingga 300 mangkok sehari. Hitung saja sendiri berapa itu sebulan pendapatannya?
Kenapa begitu? Karena mereka memang menjual mie ayam, bukan menjual brand. Asal mie ayamnya enak, sepelosok apapun, atau sejelek apapun tempatnya, tetap saja laris diburu, sekalipun tanpa baliho. Sebut saja Mie Ayam Pajak, tempatnya cuma di pagar keliling kantor pajak lama, kalau ramai pengunjung paling muat 15-20 orang, itu juga berjubel, tapi masyaallah larisnya… Atau Mie Ayam Telkom, tempatnya cuma di gedung tua dan halaman gedung miliki PJKA, ramenya bukan main kalau jam istirahat.
Ada juga Mie Ayam Berkah Karang Salam, cuma dari bambu bangunannya, bukan bambu modern seperti rumah makan berkonsep sawung, asli bambu orisinil dan dekat di bawahnya kolam ikan atau bahasa Banyumasnya, Blumbang, tapi jen laris..
Dan mereka juga bukan kapitalis penumpuk harta, yang ramai sedikit difranchise, tidak seperti franchisor lain yang begitu bernafsu melihat potensi kekayaan, sampai-sampai sistem belum kuat sudah jualan lapak disana-sini, akhirnya ambruk karena kelemahannya sendiri.
Jangankan menjual franchise, pokoknya kalau sudah habis, ya tutup. Tidak nambah porsi. Memang dalam ilmu pengembangan bisnis itu bukan strategi brilian. Tapi satu hal yang bisa dipetik, mereka sangat menghargai pendapatan harian mereka, mereka sangat menjaga kualitas mereka.
Yang mereka jual mie ayam, karena enak, brand nya mengikut. Yang mereka ciptakan adalah pelayanan, karena memuaskan, pendapatanpun menukik. Mereka tidak mudah ambruk, seperti kebanyakan usaha yang terlalu gembar-gembor brand, tanpa potensi intrinsik yang kuat.
No comments:
Post a Comment