Sebelum diangkat menjadi Rasul SAW, Muhammad muda adalah seorang pedagang. Yang berbisnis dengan BERANI OPTIMIS pakai DUIT SITI KHADIJAH. Sayangnya, kita terlalu angker memandang kekasih sekaligus junjungan kita itu. Padahal Rasulullah SAW tidak boleh digambar wajahnya adalah diantaranya agar tidak diangkeri orang.
Karena ke-angker-an yang tak sadar dan tak diakui kita lakukan itu, membuat kita begitu samar-samar menatap perjalanan muda beliau. Yang ditahu adalah Muhammad muda seorang entrepreneur, yang melakukan perdagangan expor impor, orangnya ramah dan pada umur 25 tahun sudah jadi milyarder.
Apa Muhammad muda pernah gagal? Apa Ia pernah ditipu orang? Apa ia pernah salah memberi harga? Apa ia pernah berurusan dengan pejabat2 kolusif saat expor impor? Bagaimana etika bisnis dia dengan sang investor, apakah ketika rugi ia meminta tambahan dana ke Khadijah, apa ketika untung dia memberikan laporan tertulis kepada Khadijah padahal dia tidak bisa menulis?
Apakah Ia pernah berhutang atau setidaknya minta ditalangin orang untuk sebuah pembayaran? Apakah Ia menanamkan hasil usahanya untuk tempat peribadatan dalam bentuk wakaf dan infak sedangkan uangnya hanya mandeg di kotak infak kecuali untuk membayar listrik dan beli wipol pembersih lantai?
Apakah Ia menanamkan hasil usahanya untuk pengembangan usaha mikro kecil dan menengah? Bagaimana sistem bagi hasil dengan usaha-usaha yang Ia tanami modal? Apakah ia hanya berdagang dipasar menunggui tekstil yang digulung-gulung atau Ia berurusan dengan juragan-juragan pebisnis kelas kakap?
Apakah Ia memilah-milah karyawannya hanya yang satu keluarga? satu suku? satu keyakinan? satu aliran? Bagaimana etika bisnis dia dengan Yahudi dan Nasrani? Bagaimana ketika menghadapi klien yang terlambat membayar? Bagaimana Ia menghadapi pembayaran yang disaat itu dana cash sedang tidak ada?
Bagaimana Ia fokus dalam menjalankan usaha? Kapan saatnya Ia melakukan diversifikasi usaha? Apakah Ia memberikan edukasi kepada calon-calon entrepeneur muda? Bagaimana model edukasinya? Apakah murid-murid yang Ia edukasii menjadi jago? Atau melempem lalu melamar menjadi pegawai di pemerintahan atau baitul mal?
Dan apakah Purdi E Chandra tahu tentang itu semua atau setidaknya sedikit saja sehingga ia merumuskan slogan BODOL (Berani Optimis Duit Orang Lain)? Kalau Purdi tidak tahu apakah Cak Nun kalau ditanya semua ini bisa menjawab? Atau ulama tanpa madzhab dari Timur-Tengah lebih tahu? Atau kepada siapa aku bertanya karena aku benar-benar ingin tahu?
No comments:
Post a Comment