4/28/15

Wudhu

Pemahaman "Wudhu" yang dijelaskan oleh Sabrang buatku sangat membantu meredam gaduh dipikiranku. Gaduhnya berada di simulator tingkat lanjut seperti Tris Prior sedang disuruh melawan dirinya sendiri.

Kerja keras itu bukan soal hasil uang. Tapi soal martabat. Disinilah kamu harus menemukan esensi wudhu martabatmu. Egois namanya ketika kamu mempertahankan untuk ingin dikenal sebagai orang yang paham, sementara kamu melalaikan izzah martabat. Tapi kentut kamu, kalau atas nama izzah martabat kamu memilih mengesampingkan kenaifan sosialmu sebagai atas nama orang yang paham.

Lalu dimana batas antara keduanya? Batasnya di wudhu ruhani. Kalau wudhu jasmani gampang mengidentifikasi kamu sudah batal apa belum, kentut batasnya. Kalau wudhu ruhani?

Kita akan mendapati orang seperti Pak Khotib. Yang oleh karena senioritas usianya, ia merelakan diri dianggap sebagai orang yang tidak paham. Walau pada aslinya paham. Beda dengan kita, yang masih butuh menunjuk-nunjukkan pemahaman kita demi diakui sebagai orang paham. Kuwatir dianggap sebagai orang tidak paham.

4/27/15

Jelajah Malut

Tidore, gambarnya ada di lembaran uang pecahan seribuan. Ternate, lima abad yang lalu penjelajah samudera dari Portugis sudah sampai disana memburu rempah-rempah. Dua pulau yang terletak di Propinsi Maluku Utara ini adalah pilihan destinasi untuk traveling berikutnya.

Akan menjadi sebuah perjalanan yang lengkap : wisata air, wisata pegunungan, wisata kebudayaan Indonesia Timur dan wisata sejarah. Aku menghitung setidaknya butuh waktu seminggu minimal untuk bisa berpuas diri menjelajahi seserpih kekayaan Nusantara kita ini.

Perjalanan diawali dengan berburu tiket menuju Pulau Ternate. Tiket Garuda Indonesia dirrect Jakarta-Ternate bisa jadi pilihan. Cukup dengan merogoh kocek empat jutaan, sudah bisa menikmati penerbangan langsung dari Indonesia Barat menuju Indonesia Timur dengan waktu tempuh lebih kurang tiga setengah jam.



Setiba di Bandara Sultan Babullah Ternate, aku rencanakan untuk mengambil penginapan disana. Selanjutnya, hari pertama mulai tengah hari aku sudah bisa mulai eksplore Pulau Ternate. Ada banyak pilihan destinasi di Pulau Ternate, diantaranya adalah Keraton Sultan Ternate yang menjadi saksi kebesaran wilayah itu semasa masih berbentuk kesultanan beberapa abad yang lalu. Ada juga Benteng Oranje yang pernah menjadi markas besar VOC. Juga ada beberapa benteng lainnya seperti benteng Tolluko dan Benteng Kalamata yang merupakan peninggalan Portugis.

Setelah satu setengah hari berpuas-puas mengeksplore Ternate, di hari ketiga saatnya menuju Dermaga Bastiong untuk melanjutkan perjalanan ke Dermaga Rum di Pulau Tidore. Ada Istana Sultan Tidore, Pantai Akesahu dan benteng-benteng disana.

Hari ke-4 saatnya menyeberang ke Pulau Halmahera. Di pulau yang berbentuk mini Sulawesi inilah ibukota Propinsi Maluku Utara berada. Sofifi nama kotanya. Cantik kedengarannya.. Kali ini aku ingin bermalam di kota Tobelo di sisi utara pulau ini. Tapi sebelum itu, tak ada salahnya aku memanfaatkan waktu untuk singgah di Kota Sidangoli dan Jailolo terlebih dahulu.

Hari ke-5 dari Tobelo saatnya menuju destinasi selanjutnya : Pulau Morotai. Aku sediakan waktu agak panjang di pulau yang terkenal dengan Sail Morotai ini. Dua malam mudah-mudahan cukup. Pulau di jajaran terluar Nusantara sebelah utara ini berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik. Selain keindahan pantainya, Pulau ini istimewa karena masih menyimpan jejak peninggalan perang dunia ke-2. Sisa amunisi dan bangkai pesawat di dasar laut bisa disaksikan sambil snorkeling. Pulau ini memang jauh dari Jakarta Ibukota Negara, tapi nyatanya ia mempunyai arti penting pada era perang kemerdekaan dulu.

Setelah memuncaki petualangan di Pulau Morotai, saatnya kembali ke Ternate untuk menuju Bandara Sultan Babullah menuju Jakarta. Sebelum pulang sempatkan untuk mengambil gambar di view point uang seribuan terlebih dahulu untuk kenang-kenangan.

Begitulah rencana perjalanan tujuh hari menikmati secuil keindahan Indonesia Timur. Budget yang dibutuhkan kalau dirinci menjadi begini :
Tiket KA Purwokerto-Jakarta PP : 600.000
Tiket Garuda Indonesia Jakarta-Ternate PP :  3.666.200
Penginapan di Ternate : 300.000
Penyeberangan Ternate-Tidore : 20.000
Penginapan di Tidore : 300.000
Penyeberangan Tidore-Halmahera : 75.000
Perjalanan darat di Halmahera : 300.000
Penginapan di Tobelo : 300.000
Penyeberangan Tobelo-Morotai : 75.000
Penginapan di Morotai : 600.000
Penerbangan perintis Morotai-Ternate : 450.000
Tiket obyek wisata : 250.000
Peralatan Snorkeling : 250.000
Makan : 1.000.000
Souvenir : 1.500.000
TOTAL : 9.998.200

Untuk pembelian tiket pesawat aku pilih dengan Traveloka mobile apps. Kelebihan menggunakan traveloka adalah harga yang ditampilkan didepan merupakan harga final alias harga bayar, jadi tidak perlu was-was. Terlebih keuntungan tambahan kalau menggunakan mobile apps seringkali harganya lebih murah ketimbang diluar.



 

4/20/15

Kalau Indonesia Krisis Pangan

Orang-orang yang tinggal di pulau-pulau kecil di sekitar Madura tidak doyan ikan lele dan gabus. Disana banyak ikan-ikan yang lebih gemuk berisi dan lebih lezat yang saking berlimpahnya jadi tak laku diperjualbelikan. Begitu juga orang di pedalaman papua, ikan bergizi tinggi dibakar dengan singkong aduhai lezatnya.

Di pantai-pantai Kebumen, ada species lucu bernama Utuque (baca : yutuk) atau undur-undur laut yang bisa digoreng krispi, asam manis, saos tiram atau dibikin peyek. Di lereng gunung andong kobis & kentang dijual super-murah kepada para pendaki & peziarah.

Kalau besok-besok Indonesia pimpinan nasional oleng, negara chaos, krisis pangan. Maka penduduk di pelosok masih bisa makan untuk sekedar survive. Makan dari hasil bumi yang tumbuh tanpa dirawat, ikan yang berlimpah tanpa menebar benih.

Mari kita kenali sumber daya alam bekal hidup dari Tuhan yang ada disekeliling kita. Belajar makan wortel, belajar doyan ubi jalar, belajar doyan mengkudu. Agar bisa survive ketika masa sulit datang nanti. Setidaknya menggu sampai Imam Mahdi dibai'at didepan Ka'bah

Berubah Drastis

Apa yang drastis berubah di desa saat ini adalah rasa saling menguatkan saudara. Semangat pro-eksistensi terdegradasi menjadi semangat kompetisi. Saya bersyukur menemukan desa yang masih otentik belum terdegradasi. Kalau banyak orang se-desa sibuk berkompetisi besar2an kulkas, bagus2an keramik. Justru saya berada di lingkungan dimana hampir tidak pernah membicarakan itu belasss...

Bukan cuma tidak membicarakan malah, bahkan saya harus berpikir 7 hari 7 malam untuk sekedar ganti gadget. Takut melukai saudara yang lain yang sedang tidak mendapat kesempatan bermewah-mewah dalam hidup.

Tuhan begitu cerdik mengatur skenario, sehingga saya kehabisan alasan untuk mengeluh ketika omzet menurun. Karena disaat yang sama bahkan ada sekeluarga yang puasa berminggu-minggu karena dagangannya tak laku. Dan keluarga itu masih ceria-ceria saja. Sistem sosial yang anomali ditengah penghambaan orang pada tugan kapitalisme. Ditengah zaman mengimani bahwa segelintir orang sah-sah saja meraup untung besar sementara saudaranya hidup kerepotan.

Apa ada seperti itu di Jakarta? Di lepas desa Melati masih ada.