6/28/17

Diponegoro & PB 6

Membuka catatan sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro, kita akan menemukan tak hanya betapa inspiratif epos kepahlawanan dan kolosalnya perang besar yang mampu membuat Belanda pailit ini. Babad Perang Diponegoro sekaligus menjadi titik tolak perubahan sejarah Jawa dan Islam Nusantara yang kita lihat sekarang ini.
Menurut peneliti Jawa, Herman Sinung Janutama, Perang Diponegoro merupakan titik tolak perubahan Jawa dan Islam Nusantara. Artinya, kekalahan Pangeran Diponegoro itulah yang telah mengubah Jawa Kuno menjadi New Java yang kita kenal sekarang ini.
Selain epos kepahlawanan Pangeran Diponegoro, satu fakta yang tak banyak orang ketahui bahwa kebesaran nama Pangeran Diponegoro adalah karena peranan kunci Paku Buwono (PB) ke-6.
“Tanpa peran PB ke-6, tak mungkin Pangeran Diponegoro mampu berperang 5 tahun lamanya. Karena PB ke-6 lah yang menyuplai Pangeran Diponegoro,” terang Pangeran Puger
“Falsafahnya begini, andaikata kamu naik kereta, yang di depan itu kan kuda, tapi yang mengarahkannya kan kusir di belakang. Nah PB ke-6 itulah yang mengarahkan, yang mendesain, yang menyuplai. Jadi, kudanya Pangeran Diponegoro,” tutur Pangeran Puger.
“Ketika Diponegoro berbuat sendiri tentu tidak kuat. Tapi ketika dia diayomi oleh raja, dia di bawah PB ke-6 sebagai raja tanah Jawa. Ini yang paling penting. Jadi jangan hanya belajar sejarah ke-hero-an, tapi juga sejarah legal standing. Raja itu siapa? Pangeran itu siapa? Ini yang paling penting,” tegas Pangeran Puger.
Penjelasan Pangeran Puger ini dibenarkan oleh peneliti Jawa, Herman Sinung. “Memang iya, aktor utamanya bukan Diponegoro tapi PB ke-6. Cuma karena PB ke-6 ada di singgasana, harus jadi raja, Pangeran Dipanegara itu yang jadi eksekutor di lapangan.”
***
Menurut Pangeran Puger, Pangeran Diponegoro pergi berperang dilatari oleh tindakan Belanda meratakan tanah leluhurnya dan menjadikannya jalan kereta. Sehingga ia ke Solo meminta bantuan PB ke-6 memerangi Belanda. Tetapi menurut Herman, itu bukan penyebab utama terjadinya peperangan.
“Kalau di Babad Pangeran Diponegoro Jogja itu terjadi perang karena perintah Ratu Adil,” terang Herman.
“Bagi orang Jawa ada Jangka Jayabaya. Orang Jawa tanpa Jangka Jayabaya bukan orang Jawa,” lanjut Herman. “Jadi Pangeran Diponegoro adalah orang yang menjalankan Jangka itu. Jadi wajar ditimbali (ditemui) Ratu Adil, karena sejak kecil beliau dididik untuk jadi pemimpin Jawa yang tunduk pada Jangka Jayabaya.”
“HB ke-6 juga adalah orang yang menjalankan Jangka ini dan di bawah perintah Ratu Adil saat berperang menyuplai Pangeran Diponegoro di belakang layar,” tambah Herman.

Dari : Sini.

5/31/17

Belum Tentu

Kalau ngomong bab bebrayan, bisa brayan di kala rekasa belum jaminan akan tetap bebrayan di kala gembira. 

5/12/17

Sok Sufi

Bukan hanya bakat spiritual yang menjadi kecenderungan orang timur. Hidup di kota ini juga lingkungannya sangat mendukung untuk menjadi spiritualis.

Spiritualis dalam arti anti-materi, itu yang repot.

Padahal spiritualis harusnya beyond materi. Kapan bedanya kita menjadi anti-materi & beyond meteri? Cek saja, kamu anti manajemen, atau kamu mengerjakan 10 hal dan salah satunya yang tidak terlupakan adalah 1 hal : manajemen.

Menjadi sufi di sini gampang. Apalagi sekedar berlagak nyufi. Yang sulit minta ampun di sini itu : menjadi profesional.

5/5/17

Tabungan

Apa itu tabungan? Sesuatu yang kita miliki, tetapi dititipkan pada orang lain atau pada suatu tempat.

Aku ingin bercerita tentang tabunganku. Sebuah tabungan yang kalau-kalau di depan nanti ada hal mendesak, semoga bisa aku pecahkan kendilnya.

Kalau aku merasanya keadaan sudah mendesak, tapi kendil tak jua bisa dipecahkan. itu artinya keadaan belumlah mendesak. Perasaanku saja.

Setelah sekitar satu setengah tahun aku merintis sebuah usaha beberapa tahun yang lalu, sebagian pra-sarana sudah nyaris sempurna. Sebagian modal aku dapatkan dari kawanku yang menjadi sekutu pasif kala itu, sebagian dari kantong pribadiku.

Sampai pada suatu ketika, salah seorang dari timku 'membelot'. Santun cara yang dia lakukan memang, aku dirongrong urusan uang. Sebuah pilihan tema klasik sebetulnya, uang. Solusinyapun sederhana: Silahkan kamu keluar, bahwa semua yang ingin kamu bawa. Dan betul, nyaris semua yang sudah dibangun bersama-sama ia bawa, plus aku sangoni dia beberapa gepok uang cash.

Selesai perkara, begitu pikirku. Akupun kembali merintis dari awal. Tidak dari nol sama sekali, sebab banyak juga aset intangible yang melekat di benakku dan tidak bisa dia bawa.

Sempat kaget, bahkan beberapa aset intangible pun ia bawa pula. Jejaring pasar salah satunya.

Thats okay, aku kembali mengalah. Cari pasar baru.

Dua kali mengalah belum cukup, harus sekali lagi mengalah. Apa itu? Orang itu tentu tidak ingin mendapat cap jelek sebab membawa untuk dirinya sendiri sesuatu yang sudah dibangun bersama. Tahu apa yang orang itu lakukan?

Orang itu menyiarkan kepada orang-orang, bahwa aku meninggalkan orang itu sebab aku sudah berhasil mengeruk uang. Ada dana hibah yang aku peroleh, ia siar-siarkan dana hibah itu aku peroleh sebab telah berhasil mengumpulkan data dari orang-orang yang selama ini aku ajak terlibat.

Padahal aku tidak pernah mengumpulkan data yang ia maksud, apalagi menjualnya. Dana hibah aku peroleh karena penilaian atas ide usahaku, bukan atas usaha eksisting yang ia bawa pergi itu semua.

Aku pun lagi-lagi memilih diam. Malas aku bersengketa urusan begitu. Kalau mau bukti, cek saja bendel dokumen hibah itu, apa ada data orang-orang yang seperti ia sebut-sebut itu. Cek juga, semua dana hibah aku belanjakan untuk investasi, tidak ada cash yang aku ambil.

Oh pantas saja, tidak ada satupun orang yang menanyakan tidak pernah hadirnya aku di tempat itu lagi. Sebab orang-orang tahunya aku adalah penjahat sosial, yang datang meng-collect data, lalu kabur setelah mendapat hibah.

Itulah yang aku maksud tabunganku. Ketika sekian tahun berlalu aku bertemu dengan orang itu di sebuah acara makan siang di sebuah hotel, semua berlangsung baik-baik saja seolah-olah semua sudah benar adanya.

Begitulah. Untuk pelajaran mengalah aku sudah lulus. Aku tidak akan mengungkit-ungkitnya lagi. Catatan ini cukup sebagai arsip saja.

Setelah bab mengalah, berikutnya setelah ini aku tinggal mengambil SKS ngotot.

Selamat belajar.

Mei Hectic

Diluar prime activity, ada 10 project yang berdatangan bulan ini, Mei. Baru ada 4 team yang qualified. Selebihnya mau tidak mau musti dikerjakan sendiri. Sudah tidak ada waktu mengkualifikasi team tambahan.

Sebisa-bisa saja. Kalau pun tidak tuntas, gak patheken! 

Ngono wae cah!

4/17/17

30

Apa ini arti dari 30? Kok sekarang banyak hal tidak tahu kemana tempat bercerita & berbaginya.

Overload? Atau memang ini bagian dari cara menanggalkan obsesi.

Nggak kejadian, nggak patheken! Wes, gitu saja lah.

4/16/17

Terdakwa Asmara

Semakin kamu merasa jadi terdakwa atas kegagalanmu menemukan sejolimu, semakin itu terjadi, semakin bersyukur saja kamu.

Itu tandanya masih banyak orang-orang yang memperhatikanmu.

Memang bagi sebagian orang menikah adalah prestasi. Sesuatu atas yang mereka capai atas jerih payahnya sendiri. Lupa ada mawadah & rohmah-Nya yang padahal keduanya bekerja lebih dominan.

Oleh mereka, orang-orang yang belum menikah dianggap belum berprestasi. Lebih parah, orang-orang gagal.

Sungguh membuat depresi sosial memang statement-statement mereka. Tapi kembali pada postulat pertama : itu bentuk perhatian mereka kok.

Mending perharikan postulat kedua ini : Kamu boleh menentukan siapa sejolimu atas dasar apapun. Entah dasar kamu sreg, dasar kamu merasa sudah tiba waktunya, dasar takdzim pada yang memperkenalkan, dasar wangsit mimpi, atau apapun saja dasarnya.

Asalkan jangan atas dasar yang satu ini : atas dasar kamu mengalami depresi sosial. Depresi oleh umpatan, cemooh, bully-an orang-orang disekelilingmu.

Kalau itu alasanmu membuat keputusan. Hasilnya nanti tidak bagus.

Sebab kamu tidak benar-benar sedang membangun masa depan. Tapi, kamu hanya sedang berupaya menyelamatkan citra dirimu sendiri.

Biarlah kamu dicap belum berprestasi, dianggap orang gagal, terlalu idealis, terlalu banyak cing-cong, rumit, atau apapun saja.

Tutup kuping saja, sambil senyam-senyum.

Bangun masa depanmu dengan pijakan yang baik sedari awal.

4/13/17

Fobia Kayaraya

Pernah di suatu masa aku mengidap fobia. Fobia kayaraya.

Kayaraya itu menakutiku. Sebab, ketika kita kayaraya sudah, yang kamu butuhkan semua menjadi tercukupi sudah.

Tak ada lagi yang kamu perlukan, tidak juga aku.

Ah, apa iya fobia itu hari ini belum hilang?

Tak mengapa kok sekarang kayaraya. Tak mengapa aku tak dibutuhkan.

Toh, aku akan punya duniaku sendiri.

3/22/17

Data Quantum

Kalau 'firasat' tak masuk logika, bukan sebab ia tak ilmiah. Tapi sebab ia adalah jenis informasi quantum. Jenis informasi lima dimensi.

Kalau 'sreg' itu susah dicari, tanyakan lagi apa memang benar-benar susah? Atau susah sebab sulit-mudahnya dalam mencari, kita kadung bermental search engine.

Padahal dia adalah artefak masa lalu. Sesuatu yang pernah berjodoh di waktu sebelum dunia. Yang terselip diantara jutaan peziarah Arafah.

Terbayang betapa susahnya kamu menemukannya seorang diri, kalau tidak dipandu oleh kecenderungan mawadah-Nya, juga oleh kemurahan rohmah-Nya.

Kalau belum 'sreg' jangan dipaksakan. Mereka yang membully adalah orang-orang amnesia yang tak perlu di dengar. Amnesia bahwa proses mereka dulu 88% sebab kerja mawadah dan rohmah-Nya. Amnesia merasa semua itu hasil pencapaiannya sendiri.

3/4/17

Gagah

Kalau punya sekarung peluru, bolehlah maju bras bres membuat tantangan. Atau bras bres lah kalau sudah mahir berduel tangan kosong. Sehingga, ketika sudah kadung maju ternyata peluru di dalam senapan mendadak tidak siap, kamu tetap gagah di tengah lapangan.

2/13/17

Muru'ah

Kamu harus memenangkan, bukan untuk semua target-target materiil. Bukan untuk semua cheklist beban-beban. Yang harus kamu menangkan adalah muru'ah orang-orang lemah di sekitarmu.

2/2/17

#5 Oleh-Oleh

Puncak dari acara berpergian adalah berburu oleh-oleh. Begitulah pandangan dan keyakinan mainstream orang jaman sekarang. Gugusan mal ada di kawasan Bukit Bintang menjadi penyalur aspirasi penganut mahdzab itu.

Siapkan saja stamina dan betis yang prima untuk membeli belah alias oleh-oleh atau apapun saja. Barang-barang juga kuliner dengan berlevel-level kelas merk ada di sana. Kalau ingin mencari yang harganya miring, carilah diantara gugusan mal-mal itu yakni mal bernama Sungai Wang. Letaknya ada di sebelah stesen monorel Bukit Bintang persis.

Walaupun sebetulnya kalau mau mencari harga miring, masih lebih banyak pilihan menuju Pasar Seni di Central Market atau Petaling Street di Chinatown. Cokelat biasanya menjadi oleh-oleh favorit, selain juga kaos dan aneka pernak-pernik.

Tidak seperti Jogja yang punya bakpia, Medan yang punya Bika Ambon atau Madiun yang punya Brem, aku sendiri masih bingung, apa yah oleh-oleh khas dari Kuala Lumpur?


#4 Batu Caves

Penduduk Kuala Lumpur cukup beragam, akan sering kita menjumpai mereka yang berparas Melayu, juga ada China dan India. Ya, di metropolitannya Malaysia ini memang ada banyak bangsa-bangsa yang tinggal disana. Tak ubahnya seperti di Indonesia, bahkan lebih beragam di kita : Melayu, China, India, Batak, Sunda, Jawa, Madura, Bugis, Ambon dan banyak lagi lainnya.

Di Kuala Lumpur, ada tempat yang kalau kita menuju kesana, kita berasa masuk  ke film-film India. Batu Caves namanya. Tempatnya sangat mudah diakses, hanya setengah jam perjalanan KTM Commuter  dari KL Sentral. Merupakan kompleks kuil yang terintegrasi dengan wisata alam berupa bukit kapur.

Patung-patung Dewa-Dewi dalam ukuran besar berada di sisi bukit. Wisatawan yang datang biasanya tak puas jika tak mendaki bukitnya juga. Sudah ada undak-undakan untuk menaiki bukit. Kalau eskalator atau elevator belum ada.

Di atas bukit kita bisa melihat pemandangan kota, melihat patung-patung, juga ada kera konservasi. Walau menurutku, belum sebanding perjuangan mendaki sekian ratus anak tangga, dengan ekspektasi yang aku harap dapatkan di atas sana.


#3 Naik-Naik ke Genting Highland

Diantara tujuan wisata paling favorit bagi pelancong yang pergi ke Kuala Lumpur adalah kawasan dataran tinggi Genting. Moda paling mainstream menuju tempat berjarak sekitar 45 menit dari pusat kota ini adalah menggunakan bas. 

Ada pemberangkatan dengan jadwal seharian dari KL Sentral, kawasan pusat transportasinya Kuala Lumpur. Yang mesti diperhatikan adalah, datanglah sepagi mungkin untuk membeli tiket menuju ke Genting. Karena kalau kesiangan, bisa-bisa baru mendapatkan bas di sore hari. Sepertinya jumlah pengunjung dengan ketersediaan bas tidak berimbang.

Sesampainya di pemberhentian bas di Genting, kita akan disambut dengan kereta gantung Awana Skyway. Harga tiket sudah include, tinggal tunjukkan tiket dan naik saja. Dengan menaiki kereta gantung selama sekitar 15 menit, kita akan sampai di pusat destinasi wisata yang kerap berselimut kabut ini, yakni sebuah mal besar yang terintegrasi dengan indoor theme park, casino dan juga hotel.

Awana Skyway adalah kereta gantung yang sangat modern dan serba auto. Menaikinya adalah sesuatu yang mengesankan, melewati track yang menanjak curam sembari melihat pemandangan alam yang cantik disekitarnya. Bertambah mengesankan ketika kereta gantung memasuki kabut, tak terlihat apa yang ada disekitar, seolah sedang sendirian menggantung di angkasa. 

#2 Menara Kembar

Kalau Jakarta punya Monumen Nasional (Monas), Kuala Lumpur punya Menara Kembar (Twin Tower). Berada di jantung kota, mudah dijangkau dengan apa saja, LRT, bus, apalagi taxi atau taxi online. 

Sebab berada di negeri asalnya, branding hijau Grab berukuran besar-besar begitu mencolok di seantero kota. Saya tak sempat menjajalnya, karena semua perjalanan sudah tercukupi menggunakan bus dan train.

Turis dimanjakan sekali dengan adanya bus gratis GoKL yang mempunyai empat jalur yang saling bersinggungan di dalam kota Kuala Lumpur. Green, Red, Blue dan Purple Line. Kalau mau menggunakan train pun, tarifnya relatif murah satu atau doa koma saja dalam mata uang Ringgit. Kuala Lumpur punya 4 jenis train : Monorel untuk city center, LRT untuk keliling kota, commuter untuk menuju daerah di sekitar Kuala Lumpur dan KLIA express/transit untuk menuju ke Bandara.

Tak ubahnya seperti Jakarta, macet adalah pemandangan keseharian di kota ini. Yang nampak berbeda adalah, jumlah motorsikal (sepeda motor) persentasenya sedikit dibanding jumlah mobil.

#1 Nge-basecamp yang Dekat Kemana-Mana

Liburan tahun baru yang terlambat. Meski sudah beberapa kali melancong ke ibukota negeri jiran, tetep saja urusan travel planing adalah sesuatu bikin pening.

Dengan membawa mini rombongan, cuma bertiga, trip diawali dari Bandara Yogya. Penerbangan sore dengan AirAsia, meski lumayan ontime tapi tetap saja kemalaman karena antrian panjang imigrasi kedatangan di bandara KLIA 2. Praktis tak ada agenda jalan-jalan dulu, yang penting segera chek in hotel.

Hotel yang diambil dijadikan basecamp di trip kali ini berada tidak jauh dari Masjid Jamek, salah satu landmark Kuala Lumpur yang terletak di central business distric-nya kota ini. Cukup jalan 10-15 menit dari hotel sudah ketemu MRT stesyen, atau berjalan ke arah lainmya sudah ketemu halte bus GoKL, bus gratisnya Kuala Lumpur.

Bagian dari travel planning yang penting menurut saya adalah pointing lokasi hotel dengan halte bas, stesen dan fasilitas transportasi publik lainnya. Pengalaman dulu pernah, dapat hotel nyaman tapi lumayan jauh akses transportasi publiknya. Itu enggak basecamp-able namanya.