3/31/10

Bukan Biasa

Dulu kita dipilih-Nya bukan untuk menjadi manusia biasa, makanya kita tertakdir sekolah, sedangkan banyak yang lain tidak.
Dulu kita dipilih-Nya bukan untuk menjadi anak sekolahan biasa, makanya kita tertakdir menjadi seorang organisatoris yang berkelimpahan ilmu dan pengalaman dari aktivitas berorganisasi kita.
Dulu kita dipilih-Nya bukan untuk menjadi organisatoris biasa, makanya kita tertakdir menjadi seorang entrepeneur yang setiap upayanya mengkolaborasikan segala sesuatu berorientasi produktivitas.

Dan sekarang, belum tahu kita, cuma bisa mengira-ira kita, betulkah kita sedang dipilih-Nya untuk tidak menjadi entrepeneur biasa? tetapi entrepeneur yang sayapnya kuat, yang tahan banting dan tebal kesabarannya?

3/30/10

Keseimbangan

Pikiran adalah tindakan akal.
Tindakan adalah vibrasi tangan dan kaki.

Orang berpikir selalu diperintahkan untuk selanjutnya bertindak. Orang bertindak diperintahkan untuk menelaah tindakannya dengan pikir.

Seorang yang berhasil adalah yang senantiasa berusaha menyeimbangkan porsi pikirannya dengan tindakannya. Sebuah tim yang berhasil adalah yang senantiasa strategis berkolaborasi menyeimbangkan porsi tindakan dan pikirannya.

3/29/10

Menjelang Berakhirnya Program 100 Hari

Sebentar lagi program 100 hari pertama di 2010 berakhir. Tidak seperti 28 Januari lalu, kali ini saya nggak ingin demo ah. Toh saya puas, saya sudah semaksimal yang saya bisa, tentu ukuran maksimal saya subyektif sekali. Tapi ya itu, soal hasil, itu betul-betul bukan domain saya.

Bukan karena pemikiran saya yang salah, hanya penerapannya saja yang belum sekuat yang seharusnya. Inilah sisi yang semoga kedepan saya ilmui, sisi mengoptimalkan penerapan, bukan hanya menggelontorkan pemikiran.

Alih-alih mempersiapkan demo kekecewaan terhadap hasil-hasil yang sama sekali jauh melenceng, saya mending mengerjakan hal-hal ini :
1. Serius menyiapkan program selanjutnya, dengan bentuk yang berbeda dan cara yang berbeda
2. Mencoba memanfaatkan apa yang sudah ada saat ini, seperti L21, gerobag, lahan cabe, slide-slide, file-file penawaran, line telepon, internet, dll.

Terlalu banyak hal yang saat ini ada tetapi tidak termanfaatkan, karena saya terlalu memikirkan hal-hal yang belum ada.  

3/27/10

Dua Partner Ternyaman

Capek euy, apa memang saya ini terlalu sejati ke-intrapersonalnya ya. Mengabaikan salah, give some interest juga salah, itu mungkin kenapa saya menikmati sekali waktu-waktu sendirian, sekalipun disapa "sibuk ni yee", atau bahkan mungkin dicurigai teroris.

Ah, saya mau terapkan yang sedang diterapkan mas Hendro saja, terserah orang bilang saya salah sebanyak apa, capek disalahkan orang terus, begini salah, begitu salah, peduli amat. Terima kasih untuk dua partner, yang tak pernah menyalahkan saya, yang setia dan sangat mengerti saya, 1. Laptop, 2. Buku.

Merinding

Ada yang sedang muter lagu 'Gugur Bunga"... merinding rasanya. Uhf, betapa tidak balik modalnya Dzat yang menciptakan saya, kalau hanya sekedar diperdengarkan lagu gugur bunga di ujung usiapun saya tak mampu.

Semoga, kiprah saya selama ini dan sisa usia yang saya miliki, cukup untuk memantaskan diri setidak-tidaknya, dihantarkan lagi ke dalam rumah masa depan saya dengan dibentangkan bendera merah putih diatasnya dan diperdengarkan senandung Gugur Bunga nanti.

3/26/10

Apa Kata Indonesia?

Because it's not about my self or my family, its about my country, my Indonesia.

Lagi, mendengar kabar angin seorang penggiat entrepeneur, sambil memulai usaha ia menyisipkan lamaranya ke sebuah pelowong kerja. Kadang saya berpikir, oh inikah masa-masa dimana saya harus dipaksa berpikir realistis. Dulu saya tertawa 'ngikik' ketika diceritani organisasi ini mundur karena anggota-anggotanya diterima negara sebagai abdi, atau perkumpulan itu yang bubar karena semua pada mengais rejekinya sendiri-sendiri.

Dan tidak mungkin rasanya saat ini saya mentertawakan dengan cara yang sama kepada teman-teman saya sendiri. Ya, mending saya diam dan terus menata keyakinan agar saya tidak goyah melangkah. Karena bencana besar kalau saya sampai goyah dari jalan yang saya tempuh sekarang.

Ya, ini bukan persoalan desakan kebutuhan pribadi, bukan juga soal alternatif cara untuk menyenangkan orang tua, ini lebih luas lagi. Secara sadar atau tidak sadar, saya sudah menjadi figur, bukan figur keluarga, bukan figur lokal, tapi figur global. Dari Aceh sampai Jayapura dari Lombok sampai Samarinda semua yang mengenal saya pasti sepaket dengan label yang melekat di diri saya : label entrepeneur.

Label yang sama seperti orang-orang yang bertransaksi dagang dari timur tengah menuju Malaka dan sekitarnya sehingga negeri ini saat ini memiliki quota terbesar untuk memberangkatkan warganya berhaji setiap tahunnya. Label yang sama seperti para pendahulu bangsa yang merintis kemerdekaan dengan Syarekat Dagang Islam (SDI) persis 100 tahun sebelum 2006 karena mereka sadar kemerdekaan umat (Islam) cara tercepat meraihnya adalah dengan kemerdekaan entitas (politik) dan dasar kemerdekaan entitas adalah mengembalikan umat menjadi pemegeang pengaruh terbesar dalam hiruk pikuk transaksi ekonomi di pasar. Label yang sama pula dengan figur-figur teratas yang saat ini sedang menggali pembaharuan di negeri ini.

Mungkin saya bisa dapat status, bisa juga dapat jabatan, bisa juga dapat penghasilan rutin kalau saya juga menyusul mereka berubah haluan. Tapi apa kata Indonesia, mereka yang terlanjur mengenal nama saya dalam guratan sejarah perjalanan bangsa, "Oh, Rizky yang penggiat entrepeneurship itu? Sekarang cari kerja?...apa kata Indonesia". Dan tanggung jawab moral siapa kalau mereka skeptis, "Ah, Rizky yang mental entrepeneurnya saja sekuat itu akhirnya patah idealismenya, aku tidak mau seperti dia, sudah capek-capek eh ternyata salah jalan".

Itulah bahaya yang merongrong saya saat ini, mengancam, mencekam dan mengerikan sekali rasanya. Mana pantas kalau sampai hal itu terjadi saya hidup dengan bernafas santai di negeri ini. Dan itu pula sesuatu yang menggeret saya untuk sementara ini tetap stay tone di jalan ini, bukan untuk saya kok, bukan juga untuk keluarga saya tok, ini untuk sesuatu yang besar, bangsa saya, Indonesia saya.

Ridhoilah ya Allah, aku percaya Engkau tidak punya alasan untuk sedikitpun mempersulitku, aku percaya kali ini Engkau sedang menguatkan-Ku. Terima kasih atas cahaya pencerahan, ilmu yang terus Engkau alirkan tiada henti-hentinya hingga hari ini.

Susah Sukses kalau tanpa Modal Kacamata Kuda

Memang modal pertama yang harus kita miliki untuk memulai berbisnis adalah membeli kacamata. Ya, bukan kacamata sembarangan, tetapi kacamata kuda. agar diri 'kita' tidak neka-neko, bisa 'Kita' kendalikan dengan baik.

Betapa tidak terkendalinya ketika melihat, wow dia sudah bisa begini, dia sudah bisa menghasilkan itu. Karena sibuk melihat kiri kanan, bukannya berjalannya menjadi semakin cepat eh malah tersandung batu, jatuh deh. Kalau memang kita memutuskan mau banyak melihat, ya syaratnya kita harus profesional, coba lihat sisi sebaliknya, berapa banyak mereka yang kelasnya sudah di atas kita, modalnya di atas kita, tetapi juga utangnya di atas kita, ketidakmapanannya juga di atas kita.

Mungkin kita masih berkelit, loh, tapi kan setidaknya bisa begini begini begitu begitu. Ya sudah, jangan dilihat itunya, lihat apa penyebab dia bisa begini begini begitu begitu. Bisa jadi tidak ada jawaban lain kecuali kemungkinannya ia mencari pesugihan babi ngepet atau kemungkinan kedua adalah karena proses yang ia jalankan berkualitas.

Sebetulnya di era informasi saat ini, bekal nilai-nilai dasar dan pola-pola umum untuk mencapai keberhasilan secara finansial sudah tersedia dimana-mana, tinggal kita serap sebanyak-banyaknya lalu pasang kacamata kuda kita dan berjalanlah mempertahankan diri dengan ketekunan. Asal proses berkualitas, sudah itu, cukup. Titik.

Dan omong-omong soal proses berkualitas, pasti berkaitan dengan dua hal, yaitu apa dorongan terkuatnya dan apa tarikan terkuatnya. Kalau dorongan terkuatnya bukan karena menghindari kesengsaraan hidup dan kalau tarikan terkuatnya belum karena ingin mendedikasikan sesuatu untuk seseorang atau hal lain di luar diri kita, dijamin pasti, kualitas berproses kita masih bisa dimaksimalkan, belum pol.

Yohanes Surya mengenal konsep ini dengan istilah Krilangkung yang merupakan akronim dari Kritis-Langkah-Tekun. Ambil resiko sebesar-besarnya agar kita terancam sekritis mungkin, bahkan sampai jatuh ke kondisi kritis itu tak masalah, melangkahlah bukan menyawanglah, menyawang hanya membuat kita kesal, bingung dan limbung, dengan melangkah itulah pencapaian bisa kita peroleh dan terakhir tekunlah.

Kalau kata Hani Sutrisno, perlakukan bisnis seperti bayi kita, untuk membesarkannya dengan sehat, berikanlah perhatian padanya dengan tekun, kalau dia sakit, sembuhkanlah sampai sembuh. Masa kalau dia bayi kita dan sakit, lalu kita tinggalkan dan kita buat bayi baru. Memangnya bayi yang baru tidak akan sakit juga nantinya.

Dua Energi yang Lebih Kuat

Kemarin-kemarin kita sudah membicarakan tentang satu dari energi yang lebih kuat, energi yang saya maksud adalah energi pendorong keberhasilan. Bahwasannya orang memiliki energi yang lebih kuat untuk menghindari kesengsaraan ketimbang untuk mengejar taraf kehidupan yang lebih baik, ini ada riset ilmiahnya.

Itulah mengapa penjajah bisa berhasil menjajah negeri ini dahulu, pada waktu itu ketika pasar dan perekonomian dipegang oleh ulama dan kalangan Islam, hingga politik, kebudayaan dan pendidikanpun demikian, dorongan yang dimiliki oleh para ulama saat itu dalam beriikhtiar adalah untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik.

Tetapi berbeda dengan para penjajah, dorongan mereka berikhtiar adalah untuk menghindari kesengsaraan diusirnya mereka dari bumi zamrud khatulistiwa dan hidup lontang lantung di atap dunia Eropa sana. Maka penjajah bisa memusatkan tenaga untuk mendepak kekuatan pasar yang sebelumnya didominasi oleh para ulama dan kalangan Islam, penjajah berhasil melakukan propaganda penulisan sejarah dan perumusan metode pendidikan yang melestarikan mental budak (buruh) yang kesemuanya itu masih langgeng hingga saat ini.

Maka terbukti, dorongan karena terdesak penderitaan lebih kuat daripada hasrat untuk mencapai target, sebaik apapun target itu.

Lalu, apa energi yang lebih kuat yang kedua? Setiap training saya selalu ditutup dengan slide bertema "dedikasi". Ya, sudah tahu yah apa energi yang saya maksud? Bahwa motivasi untuk menyenangkan orang lain, apalagi itu adalah orang-orang tercinta kita, itu lebih kuat ketimbang motivasi untuk menyenangkan diri sendiri.

Orang akan berjuang kuat untuk mencapai taraf kekayaan tertentu, jabatan tertentu agar dirinya populer dan bahagia. Tetapi ketahanan orang itu tidaklah sekuat orang yang berjuang mencapai taraf kekayaan, jabatan dan popularitas tertentu yang bertujuan untuk membahagian kedua orang tua dan pendamping hidupnya misalnya.

Oleh karena itu, saya ingin menyelam dalam lagi ke dalam diri saya sendiri, apa sesungguhnya motivasi saya bertahan di jalan cadas berliku, berliuk disisii jurang yang mencekam bernama jalan entrepeneur, apakah agar saya kaya dan bisa belanja apa saja, agar saya populer dan disanjung banyak orang? Adakah yang lebih baik dari itu? Pasti ada, pertama : Motivasi untuk keluarga yakni membuat bangga orang tua dan bisa membukakan jalan keberhasila untuk adik-adik saya

Kedua : motivasi untuk berkeluarga, yakni menyambut calon pendamping hidup dengan sebaik mungkin. Ketiga : motivasi untuk masyarakat : memenuhi amanat orang tuanya teman-teman, agar mereka bangga pada anaknya, agar mereka mengakui jalan entrepeneur itu adalah jalan untuk sukses-mulia. Keempat : motivasi untuk nusa dan bangsa, yakni menunjukkan pada Indonesia bahwa ada segelintir anak muda yang bisa menginspirasi semangat dan kemandirian untuk anak muda-anak muda lainnya, tidak semuanya menjadi buruh, menjadi kuli-kuli berdasi.

Keenam : motivasi untuk agama, the way of life yang mengajarkan kedamaian bukan untuk disebarkan dengan doktrinasi, tetapi dengan keteladanan, contoh, dan prestasi yang memukau mereka yang belum mengenal agama yang kita anut.

3/24/10

Ora Ina

1. Hal Sepele yang ternyata Tidak Sepele

Dulu pas di Bogor, jauh-jauh saya disuruh ke Cibubur oleh guru entrepeneur saya, katanya mau diajari kiat sukses berwirausaha, eh ternyata apa, disana kami cuma mendapati rumah-rumah kumuh dan gerobak jelek berjualan gorengan. Gorengan biasa, bukan gorengan spesial, ada molen, tahu dan sebangsanya. Kata metor saya waktu itu, beberapa bulan saya harus tinggal disitu kalau mau sukses jadi wirausaha.

Yah, gorengan saya juga bisa sendiri pak, begitu pikir saya, mana kumuh lagi tempatnya, Akhirnya saya cuma kesana sekali, tidak mbalik lagi.

Empat tahun berlalu, saya sudah pindah kota. Saya ketemu dengan beberapa pedagang kaki lima, awalnya terpukau saya dengan seorang mantan pembantu warung tenda dengan gaji 10.000 perhari yang akhirnya membuka kedai tempe penyet dan larisnya bukan main, bersih setengah juga sehari kecil lah keuntungan yang dia dapat. Begitu juga kali kedua saya melotot kagum menyaksikan sebuah warung sop buah tendaan yang katanya si pemilik sudah punya rumah empat, omzet tiga juga sehari mungkin nyampai dia.

Dan kali ketiga saya ketemu dengan pedagang molen dan tahu yang katanya bersih sehari bisa setor 300.000 kepada bosnya. Subhanallah. Pas waktu itu ditunjukkan oleh Pa Zainal bahwa molen dan tahu sekalipun makanan biasa, tanpa inovasi spesial bisa mengantarkan kami menuju sukses eh saya cuma geleng-geleng kepala, ogah, tidak mau. Sungguh sebuah pelajaran berharga.



2. Kecuali Membiarkan Berusaha Sendiri, Apapun yang Terjadi


Dari kisah di atas, saya jadi saat ini ingin sekali membuka molen dan tahu. Ada tiga pertimbangan utama, pertama : usaha yang general pangsanya lebih luas daripada usaha yang unik, sekalipun marginnya kecil. Kedua : soal prospek saya tidak tahu, tetapi soal resiko sangatlah rendah, paling digusur, kalaupun tidak laku adonan tidak seberapa. Ketiga : agar saya tidak kuwalat karena dulu dikasih jalan oleh mentor saya itu, eh saya malah bikin jalan sendiri.

Berangkat dari situlah saya sedikit ayem, ayemnya lagi sekalipun cashflow drop, meluncur jatuh, tidak ada yang protes apalagi menuntut saya. Semua tetap lapang dada walaupun sempit perut, hehe. Toh saya sudah berusaha, walaupun penialaian maksimal dan tidak maksimal toh sangat relatif, apalagi saya sudah membagi-bagikan ladang kepada semuanya tanpa terkecuali, tanpa saya menentukan, bebas, silahkan pilih yang sebelah mana dan mau seberapa luas.

Semua mungkin memahami, walau hasil yang diharapkan belum optimal tapi tidak mengeluh. Karena memang bukan saya yang menutup jalan si A atau si B, tetapi karena sudah dibagi-bagikan jalan, termasuk untuk saya sendiri, tinggal dievaluasi selama ini sudah cermat belum, sudah maksimal belum. Kalau misalnya ada alasan, saya tidak mood, lantas, apakah tetap "terhanyut" dalam perasaan sendiri, atau bagaimana membangun mood atau membuka lahan baru (dengan mengkomunikasikannya, agar lahan lama tidak terbengkalai) yang ada mood-nya disitu.

Orang Jawa bilang 'ora ina' untuk dua keadaan ini. Pertama : ora ina saya sudah memberi lahan, hasil mau maksimal atau sangat maksimal tergantung usaha masing-masing. Dan kedua : ora ini saya sudah berusaha, kok belum membuahkan hasil? Gusti Allah maha pengasih, tidak mungkin sedang mempersulit saya, pasti ada maksud dibalik semua ini.

Kritik itu Sampah

Pernah berkunjung ke Masjid Demak? saya pernah beberapa kali kesana. Konon diceritakan masjid itu dibangun oleh para wali, karena pada waktu itu mungkin kontraktornya lupa menghitung jumlah kebutuhan tiangnya, dikisahkan di tengah pembangunan semua kebingungan karena kayunya habis dan tiangnya masih kurang satu.

Akhirnya seorang wali berinisiatif, dibuatlah tiang dari bahan baku "tatal". Kalau orang kota mungkin tidak tahu tatal, tatal adalah potongan-potongan kayu sisa yang dibuang, ya, tatal sebenarnya sudah menjadi sampah. Tetapi sang wali memang cerdas, disusunlah tatal-tatal itu hingga akhirnya bisa menjadi tiang dan berdirilah Masjid Agung Demak yang megah itu. Masjid yang mengisyaratkan pesan pada kita bahwa ternyata para wali saat itu sangat menjunjung syariat, bukannya tidak sholat, bukan juga sholat asal2an dirumah, tetapi sampai membangun masjid, bukan masjid kecil pula, tapi masjid yang pada akhirnya oleh pemerintah republik ini diberi gelar sebagai Masjid Agung.

Tatal tadinya hanya sampah, tetapi akhirnya berguna, seperti itu pulalah mekanisme kritik bekerja. Kritik itu sampah, tapi akhirnya bisa berguna, bisa juga tidak. Bergantung apa kritik itu berguna dan tidak berguna? Seperti tatal menjadi berguna karena dikelola oleh orang yang cerdas, kritikpun begitu. Kalau kritik sampai ke orang yang belum menyiapkan dirinya untuk cerdas menanggapi kritik itu, maka sia-sia belaka bahkan berdampak sistemik kritik itu.

Sampah itu tidak disukai, bukan? Begitu juga kritik, siapa yang suka dikritik. Kritik itu menyakitkan, karena itu pelajarannya, lebih baik tidak usah mengkritik. Loh, kalau tidak mengkritik, lalu bagaimana donk? Ya, inilah tantangan untuk kita sebelum memutuskan untuk tega melemparkan sampah ke muka orang, untuk sampai hati melontarkan kritik. Tantangan kita adalah bagaimana menemukan mekanisme terbaik untuk membantu orang lain memperbaiki dirinya.

Mulai sekali upaya itu, karena tidak asal "njeplak" kita, tetapi niat kita untuk membantu memperbaiki orang dibarengi dengan upaya pikir yang sungguh-sungguh agar orang itu bisa optimal terbantu. Kalau ada orang mengatakan "Loh, saya mengkritik dia karena sedang membantu dia", dikoreksi lagi coba, jangan-jangan itu cuma dalih, dalih dari kita yang enggan sungguh-sungguh membantu dia, cuma setengah hati, atau jangan-jangan malah cuma lampiasan emosi diri saja yang kebetulan waktu itu bisa melihat kejelekan orang lain dan merasa itu adalah kesempatan mengungkapkannya.

Tentu banyak cara orang untuk bersungguh-sungguh membantu orang lain memperbaiki dirinya tanpa harus melemparkan sampah bernama kritik, setiap orang punya kreativitas dan kedalaman berpikirnya masing-masing mungkin. Ditengah keterbatasan kecerdasan saya, saya ingin sampaikan satu saja alternatif cara yang menurut saya ini adalah cara membantu orang lain memperbaiki dirinya bukan seperti melempar sampah, tetapi seperti menyuguhkan seporsi "lumpia boom" pada orang yang memang sedang lapar.

Saya tidak tahu istilahnya apa, ya, mekanismenya begini, kita membantu orang lain melabeli dirinya sendiri sebagai diri yang lebih baik sebagaimana yang diharapkan semua orang. Contoh pendeknya begini :

"Wah, saya tahu Anda mempunyai potensi public speaking yang memukau, selamat mencoba tantangan",  padahal dalam hatinya orang itu tahu kemampuan public speakingnya masih pas-pasan, dan potensinya juga belum tentu besar, yang dia maksud potensi hanyalah semangat yang nampak di muka orang itu dia ingin menjadi seorang public speaker, nah, itu kan potensi juga. Tetapi akibat kalimat itu, si orang itu menjadi semangat dan percaya diri untuk mencoba, mencoba dan mencoba, karena orang yang memberi kritikpun tahu, cara memperbaiki kemampuan public speaking itu bukan dengan membaca banyak-banyak tetapi dengan appliying sering-sering.

Coba, tidak menyakitkan, tetapi menyuguhkan yang dibutuhkan. Ya, orang itu membutuhkan orang yang mau membantu menguatkan label diri orang itu sebagai seorang public speaker handal.

Atau contoh lainnya,

"Wah, saya tahu Anda sudah berubah, lah kok masih ngeledek saya", padahal orang yang mengkritik itu tahu orang itu sebetulnya belum benar-benar berubah, hanya dia pernah dengar orang itu pernah 'nyemlong' berkeinginan untuk berubah, yang itu juga kedengaranya omong doang. Tetapi akibat kalimat itu, dia jadi malu kalau sudah dibilang berubah eh tampil dihadapan sang pengkritik dengan sikap yang lama. Akhirnya ia memaksakan diri deh untuk berubah, walau tidak enak, dan karena terus dia memaksakan diri, akhirnya orang itu benar-benar berubah menjadi lebih baik.

Nah, ada gambaran ya sekarang? Karena itu jangan pernah mengkritik, kecuali terpaksa, kecuali kepepet, kecuali waktu mendesak, selama masih ada waktu untuk berpikir, pikirkanlah ungkapan terbaik yang bisa membantu orang yang ingin kita bantu untuk memperbaiki diri itu menempelkan 'label diri positif' terhadap dirinya sendiri.

Karena bukankah satu :selamanya orang tidak akan menjadi hebat kalau ia tidak bisa melabeli dirinya sendiri dengan label "Aku adalah Orang Hebat"? dan dua : persepsi orang lain memiliki pengaruh besar terhadap seseorang untuk menentukan label dirinya, maka arahkanlah segenap daya dan upaya untuk kita membangun persepsi positif yang mendukung orang itu mempersepsikan dirinya menjadi orang yang lebih baik sebagaimana yang kita harapkan.

Selamat bereksprerimen mencari cara-cara terbaik membantu orang lain memperbaiki dirinya daripada sekedar mengkritik.

Selamat Ulang Tahun Pa Ary

Hari ini, 24 Maret 2010. Selamat ulang tahun, semoga dilimpahi keberkahan, Indonesia terus menanti kiprah2 besar berikutnya. Hm, sepertinya biaya hidup yang dihabiskan Pa Ary sedari lahir sampai sekarang sudah terhitung balik modal dengan kiprah dan hasil kerja Pa Ary hingga saat ini. Tapi nyatanya hidup tidak sekedar cukup dengan balik modal.

"Bangunlah peradaban, aku tahu diri kita yang kecil ini tidak akan mampu mewujudkannya, tapi percayalah, diri kita akan mampu membuat sesuatu yang bermanfaat besar, ketimbang kamu hanya bermimpi untuk membangun dirimu sendiri saja"-Rizky DR digubah dari Shoot The Star...

3/23/10

Apa Makna Diam Itu?

Apa yang dianjurkan kepada kita ketika mendapati orang sedang membaca Al-Quran? ya, diam. Apakah diam yang dimaksud? Diam sambil sms-an? diam memakai handsfree? diam sambil mengeliyepkan diri sampai tidur?

Ya, ternyata yang dimaksud adalah diam memikirkannya, merenunginya, menelusuri kedalaman relung akal dan belantara hati untuk menemukan hikmah yang selama ini belum tersibak kita untuk menyadarinya.

Lalu, samakah anjuran diam ketika mendengar bacaan Al-Quran dengan diam ketika kita dibuat marah oleh orang? Saya belum tahu jawabannya. Kali ini proses pencarian saya baru pada tahap memahami ternyata ada tingkatan diam menurut versi saya sendiri.

Diam tingkatan pertama : diam benar-benar diam
Sekalipun diam dalam artian ini adalah diam benar-benar diam, tetapi ini tetaplah diam yang baik asal tidak dalam kondisi darurat, asal tidak dalam kondisi kita sebagai pemegang peranan kunci tunggal yang kalau kita tidak bergerak maka akibat buruk adalah kita penyebabnya.

Diam pada tingkatan ini secara klinis dijelaskan sebagai aktivitas memberi waktu, agar stimulus yang diterima otak kita bisa sampai pada otak bagian belakang, yakni neokorteks. Tanpa diam memberi waktu, akan kurang baik akibatnya, karena sebelum stimulus sampai neokorteks otak sudah disuruh memberi respon, akibatnya yang akan memerintahkan adalah otak primitif (limbik sistem) kita.Maka, respon yang dihasilkan cenderung bersifat gegabah, tidak bijaksana.


Diam tingkatan kedua : diam karena berpikir

Diam ini, saya belum tahu penjelasan klinisnya, yang jelas ini adalah aktivitas yang secara fisik (tindakan) diam tetapi secara quantum (pikiran) berputar, bergerak tiada henti. Diam tetapi memikirkan gagasan baru, diam tetapi memikirkan solusi untuk membantu menyelesaikan masalah, diam tetapi berkecamuk produktivitas di dunia yang tak kasat mata.

Ilmu Memilih Kayu Usuk

Anda pernah pergi ke toko kayu dan bangunan? Ada beberapa jenis kayu disana, kayu lapis yang kita semua tahu bentuknya seperti apa, kayu papan dengan beberapa pilihan ketebalan, 2cm atau 3cm, ada pula kayu reng, biasanya ukurannya 2x3 dan kayu usuk yang ukurannya 4x6.

Pada saat kita akan membeli kayu usuk, waktu kita bisa habis berlama-lama untuk memilih yang paling tidak bengkok diantara kayu usuk yang tersedia. Ya, kalau kita tidak jeli, kita akan menyesal membawa pulang kayu usuk yang kualitasnya jelek karena itu bukan yang terbaik kelurusan kayunya.

Kita cermat sekali mengamati dari ujung ke ujung, dibolak-balik dan diterawang kayu yang akan kita pilih itu hingga sedetail mungkin, tak sayang kita walau waktu termakan cukup lama untuk melakukan itu. Pertanyaannya, apakah pada saat itu ada tersimpan di benak kita "ah, kayu yang akan terbawa pulang oleh saya kan sudah ada yang ngatur, jadi tidak usah kuatir."

Saya jamin jawaban kebanyakan adalah : tidak. Tidak terpikirkan hal itu apakah karena pada saat itu kita lupa akan Tuhan? tidak, sama sekali tidak. Kenapa kata-kata itu tidak terpikirkan, bisa jadi memang karena intepretasi keyakinan kita bahwa Tuhan akan memberikan kayu yang terbaik hanya kalau kita benar-benar sungguh-sungguh mengamati dan memiliki pengetahuan yang baik tentang kayu usuk yang kita butuhkan.

Bisa dipahami maksud saya di atas? Lalu, bagaimana dengan cara kebanyakan orang memilih jodohnya? Seserius orang itu memilih kayu usukkah? atau kalau persoalan pendamping hidup yang terngiang-ngiang di benak kita, "ah, jodoh kan sudah ada yang mengatur", begitu?

Karena kuatnya ngiang-ngiang kata-kata itu, maka kita seolah menjadi pribadi yang sangat pasrah kepada Tuhan, meningkatkan kualitas diri dengan nyantai saja, sholat minta petunjuk juga se-mood-nya, begitu juga amalan-amalan lainnya hingga amalan teknis mengamati calon pasangan hidup kita hanya sekenanya.

Betulkah sikap seperti itu bisa didefinisikan sebagai pasrah? Kalau betul iya, konstruktif atau destruktif sikap itu? Bisa jadi itu hanyalah sikap 'pasrah' yang keliru, semata karena dalih, karena keterbatasan ilmu kita tentang persoalan pasangan hidup dan kita enggan menggalinya, seserius mengamati usuk, menerawang kelurusannya, memperhatikan detail demi detailnya.

Pasangan hidup sudah ada yang mengatur, kayu usuk yang akan terbawa pulang oleh kita juga sudah ada yang mengatur. Tapi kalau kita memilih kayu usuk itu dengan didalihi "kan sudah ada yang mengatur", lalu kita memilih dengan sekenanya, mengamati dengan malas-malasan, menerawang dengan mood-mood-an, bisa ditebak kayu usuk sekualitas apa yang akan terbawa pulang pada akhirnya.

Akhirnya, dengan bercermin pada cara kita memilih jodoh, sudah bisa tertebak kan pendamping hidup sekualitas apa yang akan menjadi nasib kita?

23 Maret 2010 | 04.45

Jawaban Kenapa Target Tidak Tercapai

Apa yang kamu pikirkan ketika hari H tiba dan target belum terwujud?
1. Ah, aku terlalu tinggi membuat target
2. Dasar memang ilmuku belum sampai untuk mewujudkan itu
3. Keberuntungan belum berpihak padaku
4. Setelah ini aku tidak akan membuat target besar-besar, percuma
5. ...(silahkan diisi sendiri)

Gara-gara big-target yang seharusnya membesarkan, eh malah jadi mental inferior lagi.  Lah pegimana lagi coba? Jadi nyerah nih...

Pertanyaan "kenapa target tidak tercapai?" saya temukan jawabannya dari seorang guru terhebat saya, Pa Zainal Abidin namanya. Ini kata beliau :

"Kemampuan adaptasi manusia, lebih tinggi pada kemampuan menghadapi kesulitan hidup daripada melakukan perubahan untuk kehidupan yang lebih baik ..."

Jadi mengerti yah, bahwa yang membuat sebuah target itu tercapai bukanlah target itu sendiri, tetapi apa roket pendorong yang kita sematkan di balik target itu. Apakah dorongan untuk hidup lebih baik, atau dorongan untuk menghindari kesulitan?

Cobalah merenung sejenak, akan panjang kalau di-note-kan pembahasan tentang target-target mengecewakan yang tidak sebaiknya dibuat ulang lagi ini. Saya jadi teringat obrolan dengan sahabat baik saya di SMP, Igi Ardiyanto namanya, dia bilang kira-kira begini, membuat artificial inteligence itu biasa, membuat artificial ini dan itu juga biasa tetapi membuat artificial kepepet baru luar biasa.

Apa itu artificial kepepet? ya, dorongan yang sama kuatnya seperti dorongan yang dimiliki oleh orang kepepet tanpa harus kepepet terlebih dahulu. Maka, mari kita inventarisir target-target kita, lihat roket apa yang ada dibelakangnya, dari jenis roket yang digunakan kita sudah bisa memprediksi, target akan tercapai atau target akan tidak tercapai.

Dan, inilah klasifikasi kelas-kelas orang calon sukses :
1. Orang yang kepepet
2. Orang yang memepetkan diri
3. Orang yang tahu caranya membangkitkan energi kepepet tanpa harus kepepet dahulu

Semoga dalam beberapa hari ke depan saya bisa memposting note yang mengupas artificial kepepet secara lebih lengkap, dalam dan aplikabel.

3/22/10

Empat Orang Paling Berpengaruh

Kalau suatu saat nanti saya sudah jadi orang besar (kontribusinya), inilah guru-guru hebat yang membentuk saya, setelah kedua orang tua saya. Inilah orang-orang yang mempengaruhi saya dengan inspirasi-inspirasi dahsyatnya. Inilah orang-orang yang mengenalkan saya lebih dekat tentang keagungan seorang manusia bernama Muhammad SAW, guru umat manusia.
Ary Ginanjar dengan kecerdasannya memformulasikan gagasan yang ternyata antar ilmu itu kait mengait satu sama lain


Supardi Lee dengan kesantunannya mendalam memetik makna dan tepat memilih sikap



Zainal Abidin dengan ketegasannya

Yusuf Mansyur dengan ketahanannya, kuat karena yakinnyapun kuat kepada Allah

April Map

UTS Kehidupan

Di akhir pekan bulan Februari, Alhamdulillah saya dikaruniai ilmu di bilangan Cilandak Timur, Ber-SC2 bersama Pa Ary.

Pada pekan berikutnya, karunia ilmu berikutnya dilewatkan melalui blogshop Kompasiana.

Pekan berikutnya, dari sekilas spanduk yang saya baca saya mendapat petunjuk untuk mengambil karunia ilmu di Gd. Roedhiro, Workshop Tadzabur Al Quran.

Pekan berikutnya atau pekan keempat, karunia ilmu datang dari perjalanan singkat saya di kota Tegal, sebuah kota dengan dengan slogan "Tegal Laka-Laka".

Kalau hitungan SKS, berarti kurang dua pekan lagi, saatnya UTS kehidupanpun tiba. Wah, seperti apa ya UTS-nya? Mudah2an lulus dengan Mumtaz untuk melaju ke 6 pekan berikutnya sebelum UAS.

Hm, btw 2 pekan ke depan akan mendapat karunia ilmu darimana lagi ya? Wallahu'alam, Allah Maha Berilmu, belum tahu rahasia masa depan saya. Hanya, saya memang sudah merencanakan dua acara, pekan ini memenuhi janji di Pantai Depok, Jogja dan pekan depan ke sebuah acara di Surabaya.

Alhamdulillah, terima kasih atas ilmu yang Engkau karuniakan, tidaklah Engkau anugerahkan semua ini untuk sia-sia, Maha Suci Engkau, peliharalah aku dari siksa neraka.

Sedekah Inspirasi

Saya baru ngeh kalau inspirasipun sama seperti senyuman = bernilai sedekah, ya kemarin dari penjelasan Pa Ary yang memukau saat SC2 di Menara 165 tempat saya akan berkantor cabang di Jakarta nanti. Tentu tidak saya tuliskan ulang kata-kata Pa Ary, nanti pada ikut SC2 sendiri saja. Yang dibawah ini hanya ulasan saya sendiri, tentang dua jenis sedekah, agar teman-teman tahu betapa bernilainya sedekah inspirasi itu.

Ada dua jenis sedekah menurut versi saya sendiri, pertama : sedekah sekali jalan. Contohnya adalah seorang berhoby musik dan mengadakan konser amal. Maksudnya, sambil dia menunaikan hasratnya untuk memenuhi kesenangan, keinginan dan tujuan pribadinya ia sisipkan niat untuk berbagi kepada orang lain. Sepertihalnya sedekah ilmunya alumni IKIP, sambil memanfaatkan ijasahnya, ia berbagi pengetahuan sebagai guru.

Lalu yang kedua : sedekah berlawanan jalan. Seperti hikayat dua orang musafir di padang pasir, yang keduanya sama-sama butuh air, tapi ia mendahulukan saudaranya untuk meneguk meminumnya terlebih dahulu. Seperti sedekah seorang miskin yang sedang butuh uang seperti di serial "Tolong", tapi lebih merelakan uangnya untuk si miskin lainnya. Seperti sedekah mengosongkan dompetnya Mas Ian gara-gara diprovokasi ustadz Yusuf Mansyur.

Nah, bisa membedakan kan kedua jenis sedekah itu? Oleh karena itu, kalau teman-teman dulu pernah terjatuh, kemarin terpukul, hari ini disakiti, besok dicerca, lalu lusa entah diapakan lagi oleh "Kejamnya Dunia", cobalah untuk bertahan, pikirkanlah, semua kejadian pahit yang temen-temen lalui adalah bahan baku teman-teman untuk pada saatnya nanti bisa bersedekah, ya, sedekah inspirasi.

Orang-orang sukses itu mensedekahkan inspirasinya bukan hanya dari atas kenyamanan sofa dan tempat tidurnya, tapi dari saat ketika dia terdepak, terabaikan, bahkan terinjak-injak bak ganjel pintu dan ganjel kursi. Nah, berharga mana? sedekah yang pertama atau yang kedua, silahkan menilai sendiri.

Selamat menginspirasi, mulai dengan membangun bahan baku inspirasi Anda.

3/21/10

Ini Teguran

"Biarlah Allah menjadi penyemangat kita, sehingga tanpa sadar setiap peristiwa menjadi teguran atas kemalasan kita. Cukuplah Allah yang memelihara ketekunan kita, karena perhatian manusia terkadang menghanyutkan keikhlasan."

::Wi2t::

Spirit Carries On

Where did we come from,
Why all here?
Where do we go when we die?
What lies beyond
And what lay before?
Is anything certain in life?

















They say, "Life is too short,"
"The here and the now"
And "You're only given one shot"
But could there be more,
Have I lived before,
Or could this be all that we've got?

If I die tomorrow
I'd be all right
Because I believe
That after we're gone
The spirit carries on

I used to be frightened of dying
I used to think death was the end
But that was before
I'm not scared anymore
I know that my soul will transcend

I may never find all the answers
I may never understand why
I may never prove
What I know to be true
But I know that I still have to try

If I die tomorrow
I'd be all right
Because I believe
That after we're gone
The spirit carries on












"Move on, be brave
Don't weep at my grave
Because I am no longer here
But please never let
Your memory of me disappear"


Safe in the light that surrounds me
Free of the fear and the pain
My questioning mind
Has helped me to find
The meaning in my life again
Victoria's real
I finally feel
At peace with the girl in my dreams
And now that I'm here
It's perfectly clear
I found out what all of this means

If I die tomorrow
I'd be all right
Because I believe
That after we're gone
The spirit carries on

::::Dream Theatre::::

3/20/10

CMIIW

Yess... Correct Me If I'm Wrong please...

Copas Copas

"Kebahagiaan tersedia bagi mereka yang menangis, mereka yang disakiti hatinya, mereka yang mencari dan mereka yang mencoba.. karena hanya mereka itulah yang menghargai betapa pentingnya orang-orang yang hadir dalam hidup mereka."

Saya copas lagi :

Kebahagiaan tersedia

1. bagi mereka yang menangis,
2. mereka yang disakiti hatinya,
3. mereka yang mencari
4. dan mereka yang mencoba..

karena hanya mereka itulah yang menghargai betapa pentingnya orang-orang yang hadir dalam hidup mereka..

Saya copas sekali lagi

Kebahagiaan tersedia bagi mereka yang menangis, mereka yang disakiti hatinya, mereka yang mencari dan mereka yang mencoba.. karena hanya mereka itulah yang menghargai betapa pentingnya orang-orang yang hadir dalam hidup mereka..



By : Bee

Kenapa Kecewa pada Finlandia

Sangat bisa dimengerti kalau rakyat Republik ini sangat kecewa bahkan marah besar kepada Finlandia. Kenapa? Lho iya, kalau Finlandia punya kesempatan dekat dengan Hasan Tiro dan GAM-nya begitu juga punya hubungan bilateral yang baik dengan Republik Indonesia tetapi malah membuat perpecahan semakin nyata antara kedua belah pihak.

Tapi kan skenario itu tidak terjadi, Finlandia bermain cantik karena memang tidak ada kepentingan pada kedua belah pihak yang sedang tidak berhubungan baik itu. Lho iya, bisa saja kan kalau Finlandia punya kepentingan dengan GAM, bisa saja bersekongkol membuat negara baru. Atau lebih pro kepada Indonesia, ditipu daya saja itu petinggi GAM biar punah. 

Salutlah pada permainan cantik negeri beribukota Helsinki itu, kalau mau tau seberapa salut saya, seperti salut saya ke JK, atas peranannya dalam perdamaian di Aceh, bahkan lebih salut lagi. Finlandia sadar, ketika ada di kedua belah pihak, dia bukan berarti sedang main tanpa beban. Ada beban yang berhubungan langsung yang memaksa negara itu membebaskan diri dari kepentingan ingin dekat dengan salah satu pihak, karena dia sadar, kalau kedua belah pihak berdamai, dia akan diagung2kan dengan ucapan terima kasih yang diperingati setiap tahun. Namun, kalau pertikaian malah makin meruncing, dialah penyebabnya.

Saya tidak kecewa pada Finlandia, tapi salut.

3/17/10

Chat Malam Ini

terima kasih put, lumayan bikin ketawa ketiwi.... wah, zaman sudah berganti ya, sudah nggak zamannya lagi aku diminta nganter2in kamu, 

selamat jalan, sukses dah di nabire nun jauh disana

Dihimpit dua tangga sekaligus

Daripada lebay, mending menguatkan diri. Tidak menghasilkan memang tidak enak, tidak lagi dipakai juga tidak enak.

Lah, semua ada zamannya.

Semoga Ini Benar-Benar Terwujud

"...Kita undang mereka lewat berbagai media. Kita ciptakan beberapa acara pemancing biar mereka berkreasi. Bayangan saya, para pensiunan, sesepuh kita, bisa hadir, bertemu teman seangkatan, cerita tentang anak atau cucu dan seterusnya. Terus kita siapkan panggung kecil, kita minta mereka cerita, nyanyi, ngudarasa, berkeluh kesah (hahaha ini agak susah ya?), dan seterusnya. Yang penting kita ciptakan suasana yang membuat orang-orang tua tidak merasa sendiri, tidak merasa tidak berguna, terpinggirkan, dan seterusnya. Apa susah dan salahnya kita memfasilitasi tempat, lain-lainnya sebagai stimulan saja, selebihnya biar dikelola mereka sendiri untuk seterusnya. Di sini bisa, mengapa di tempat kita tidak?"


selengkapnya klik disini

Kata Pa Supardi Lee

Takdir manusia : Sukses Permanen, Gagal Sementara. Bila kita gagal permanen, berarti kita yang menyalahi takdir.

3/16/10

Menerima

Menerima kalau hasil yang kita inginkan diperlama datangnya. Menerima kalau usaha yang harus kita lakukan diperpanjang masanya. Saya rasa memang tugas kita hadir disini kan untuk menerima.

Dalam beberapa hari ke depan, saya ingin tetap berkutat pada fokus saya di paparan konsep. Soal teknis, saya rasa itu bagian untuk yang lebih ahli, ahli di bagian keringat, ahli di bagian loby dan ahli di bagian penyempurnaan pelayanan.

Rugi memang tidak enak, tidak untung juga kadang masih terasa tidak enak. Tapi bukankah kalau sudah tiba masanya, untung adalah sesuatu yang betul-betul membuat kita jadi merasa amat tidak enak kepada Sang Pemberi Untung (seandainya kita tidak ngapa2in berupaya)?

Sekali even sekian puluh juta itu masih mungkin, sebongkah gerobak sekian juta perbulan juga bukan hal mustahil. Yang penting kan jangan membuat kotak sendiri, membuat kotak atas dasar persepsi sempit kita terhadap keadaan yang sedang kita alami saat ini.

Sesulit apapun keadaan saat ini, itu bukanlah alasan bukan pula referensi untuk kita membuat batas dan menarik guratan sisi kotak yang betul-betul sama sekali tidak kita perlukan.

3/14/10

Tas

Tas, fungsi awal orang membuat tas adalah untuk menaruh barang-barang agar mudah dibawa. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan waktu, akhirnya tas menjadi tren, gaya-gayaan, mode-modean, pamer-pameran. Walhasil, bagaimana akhirnya? Akhirnya orang capek dengan dikejar-kejar mode dan tren. Dan akhirnya lagi orang lebih memilih untuk tidak memakai tas sama sekali.

Padahal, yang diajarkan dalam proses Tazkiyatun Nafs atau bahasa kerennya Self Controling yang saya ketahui, bukan begitu, kalau pohon ada hamanya, jangan digergaji semuanya, nanti unsur2 produktivitas itu pohon ikut tergergaji. Disinilah diperlukan kecerdasan dalam mengamalkan nilai-nilai agama, memililah antara yang baik dan yang buruk, bukan menebang semuanya.

Burung Elang Tersesat di Tanah Jawa

Baru baru-baru ini saya dapat info bahwa ternyata Atlantis, negeri maritim yang mengagumkan, yang pernah ditantang oleh Athena itu ternyata adalah Nusantara. Dan baru baru-baru ini juga saya mendengar, bahwa yang dimaksud Atlantis itu adalah Negeri Saba, sebuah negeri termegah yang ratunya diperistri oleh Nabi Sulaiman.

Pusatnya di sekitar Gunung Slamet (Wanasaba=Wonosobo) dan Tahtanya yang orang kenal saat ini sebagai Borobudur. Tentu, semua ini masih perlu diriset kebenarannya secara lebih akurat dan valid.

Namun demikian, saya hanya ingin mengomentari bagaimana komentar orang-orang ketika diperdengarkan kisah kehebatan tanah Jawa yang ternyata banyak peradaban besar bermula dari sini, banyak ilmu-ilmu dari yang positif seperti tenaga dalam sekarang dipelajari di Barat dengan nama Inner Greatness atau semacamnya, hingga ilmu negatif seperti agama baru di Barat bernama spiritualitas ternyata hanya meniru konsep segelintir orang  Jawa yang kita kenal sebagai "Kejawen".

Orang akan bereaksi datar, acuh tidak peduli akan kehebatan tanah Jawa, atau reaksi lainnya "ah, yang bener?" dengan nada kurang percaya, hingga komentar negatif "itu cuma cari sensasi". Okelah, saya tidak sedang menelaah teori kehebatan tanah Jawa ini sekarang, saya hanya terpikir, begitu tidak percayanya kita kalau aslinya kita ini hebat, kebudayaan kita ini tinggi, potensi alam dan kearifan sosial kita ini sungguh luar biasa.

Saya hanya ingin mengingatkan, agar jangan sampai kita yang sebetulnya punya sayap dan bisa terbang, karena terlanjur dicap sebagai anak ayam, tidak pernah menoleh ke sayap kiri dan sayap kanan kita dan tetap saja berjalan kaki sambil mematuk biji-bijian alakadarnya, tidak mencoba untuk mengepakkan sayap kita sedikit saja dibibir jurang walau nyawa yang taruhannya, seperti di iklan TV Invinia.

Mari kita eksplore lebih dalam kearifan, kompleksitas dan keajaiban potensi tanah Jawa kita ini.

Mentraining dan Membatik

Erbe Sentanu dalam bukunya yang kedua mengatakan, kalau batik adalah hasil daya cipta manusia yang sungguh agung, perpaduan antara ketelatenan dengan kreativitas. Kesabaran yang tinggi dalam memegang canting dan kreativitas dalam membangun motiv-motif indahnya.


Begitu juga training, training akan menjadi daya cipta yang agung bila kita mengusahakan untuk semampu mungkin memadukan dua hal ini : pertama adalah kepekaan dan kedua adalah kekayaan teknik public speaking. Betapa keduanya menjadi amat penting, karena setiap segmen, setiap medan training memiliki perbedaan yang bisa mungkin bagaikan jurang, bagaimana bisa kita berhasil tanpa mengenali secara peka medannya.


Dan setelah mengenali, lalu menerapkan teknik public speaking yang paling tepat. Demikianlah, menjadi kurang sempurna kepekaan tanpa diimbangi kekayaan vocabulary teknik kita. Dan sebaliknya, menjadi amat disayangkan kalau kita memiliki kekayaan teknik public speaking tanpa dipergunakan dengan radar kepekaan hati kita membaca medan.


Dan menjadi sinyal untuk betul-betul keras belajar, seperti yang dikatakan guru agama SMA Muhammadiyah semalam, bila belum dengan baik menguasai keduanya.

Roedhiro Kemarin

Sedari lama, mungkin ada orang yang mencap sedemikian jelek saya, seorang yang membisniskan training, begitu mungkin di benaknya. Ah, tapi saya anggap saja angin lalu itu. Dan sabtu kemarin saya ikut sebuah workshop di gedung termegahnya FE Unsoed, Roedhiro namanya, pembicara yang merupakan seorang alim dan tawadhu' tetapi pandai melucu, salut saya dengan orang tersebut, beliau mengatakan. Saatnya mengubah obyek dakwah, bukan sebagai komoditas, tetapi mereka adalah obyek yang harus kita layani.

Diri bodoh saya langsung berseloroh, oh, kalau begitu training dan memungut bayaran itu salah berarti selama ini. Namun, diri bodoh itu tidak lama kemudian berdialog dengan diri yang bisa memahami lebih dalam, selalu betulkah begitu. Sekali lagi pernyataan ini terpakai disini, bahwa semua perbuatan itu netral, yang membuatnya positif atau negatif adalah niat dibalik itu.

Ada sebuah lembaga pelatihan yang memungut biaya mahal, tapi dari pelatihan yang ia selenggarakan dengan profesional itu, pada akhirnya bisa merangkul ribuan orang untuk berdherma, hingga jadilah sebuah PT yang produktif dengan pemegang saham terbesar adalah yayasan wakaf yang dibangun oleh lembaga pelatihan itu. Tentu, ini sebuah gebrakan spektakuler yang menggemparkan, dari yang tadinya memungut biaya, tetapi bisa jadi kontribusi PT terhadap yayasan wakaf yang menaunginya akan bernilai setara dengan biaya yang lembaga pungut, hanya dalam hitungan tahun saja.

Tentu, bisa jadi ini adalah yang digariskan Allah, mungkin, kalau saya jauh dari dunia pelatihan, saya akan menjadi kendor, seperti sekarang ini saja, terasa beda antara sekarang yang tidak sesering pelatihan seperti dulu. Toh, ada unit-unit lain yang setiap waktu saya coba majukan bersamaan, dengan harapan suatu saat nanti, seperti yang saya inginkan dan angankan saat ini, ada training premium series, mungkin bertema tentang cinta tanah air tetapi ada juga training yang bersisat sosial, mungkin bertema global warming.

Toh dari sebelum pergantian tahun 2010 ini, sudah saya niatkan bahwa keempat unit ini akan berjalan beriringan, saling melengkapi. Kalau pada kenyataannya sekarang training masih mendominasi, ya saya akan koreksi unit lainnya. Satu lagi, Tujuan utama dan akhir dari training-training yang saya selenggarakan bukanlah uang, kalaupun ada aspek uang, itu uang dalam artian investasi, investasi itu artinya berorientasi produktivitas, produktivitas itu untuk kemanfaatan bersama seluas-luasnya.

3/9/10

Calon Slide

Entahlah, beberapa hari ini saya menjadi begitu sensitif... Sensitif bagaimana? mudah marah maksudnya? Bukan bukan bukan. Tapi sensitif dengan kejadian, perkataan dan bacaan, rasanya ada banyak sekali hal baru yang saya pahami, alami dan sadari. Saking bertubi-tubinya, sampai tidak sempat menuliskannya disini, tidak juga di kompasiana.

Akan tetapi tetaplah, saya ingin membagikannya. Sebagai gantinya saya belum sempat menulis, ya saya coba formulasikan dalam bentuk slide dulu, seperti ini contohnya...



Ini si baru calon slide. Sedangkan slide sendiri adalah calon buku, semoga lekas selesai. Karena bagaimanapun, berbagi itu mulia : "sampaikanlah walau hanya satu ayat", apalagi satu buku... wuiiih...

3/6/10

Terima Kasih Mba Hurin

Hohoho, setelah saya membaca bukunya Masaro Emoto yang The True Power of Water saya memang jadi lebih menyukai ucapan "terima kasih". Ya iya yo, ucapan terima kasih itu ucapan yang indah, yang bisa membuat molekul air membentuk diri menjadi kristal yang cantik luar biasa. Wah, kalau kata "terima kasih" saja efeknya begitu dahsyat, apalagi kata "Alhamdulillah" ya.

Kali ini saya ingin berterima kasih ke Mba Hurry, tadi malam jam 00.00 kurang sedikit tiba2 orang ini muncul di YM dan bilang katanya ingin ngobrol, dia bilang kira-kira begini, "mas, gimana biar bisa nulis bagus untuk bisa jadi buku?", weleh2 beberapa draft buku saya aja belum terbit-terbit kok mba, gitu batin saya, tapi saya solutif aja, spontan saya sarankan aja Mba Hurry untuk ikutan juga di acara yang sudah saya ndaftar 2 hari yang lalu, Kompasiana Blogshop Jogja, saya kirim linknya.

Nah, disinilah kejadian luar biasa terjadi, ketika saya buka halaman yang akan saya kirim link nya ke mba Hurry, eh kok ada foto ruang meeting yang sudah ditata "lho, acara minggu kok malam sabtu sudah ditata rapi?", dengan terperangah mata saya tertuntun untuk melihat ke jadwal acara.

Owalah, ternyata saya salah lihat hari, tanggal 6 itu sabtu, bukan minggu. jadi bukan lusa, tapi besok saya ke jogjanya? yah, dengan ekspresi terkejut karena harus memajukan jadwal sehari, akhirnya rencana naik KA Progo 03.30 pun diundur jadi naik Logawa 06.00 karena memang jam 00.00 lebih saya belum tidur malam itu dengan konsekuensi mungkin telat datang ke acara.

Syukur Alhamdulillah, saya adalah penumpang ke-3 dari belakang yang ditunggui KA Logawa di St. Purwokerto dan bisa sampai tepat waktu di tempat acara. Terima kasih Mba Hurry, kalau tidak bertanya soal menulis maka saya tidak membuka link itu, tentu saya hari minggu akan sampai di Jogja dengan plonga-plongo padahal sudah gasik-gasik datang, karena ternyata acaranya adalah sabtunya.
Ruangan pas malam sebelum acara
 
Iskandarjet, Sang Admin

Mas Inu, yang tulisannya keren-keren

3/4/10

Merenung di Pojok Perpust

Saya berdoa, semoga semua berproses dengan mudah, dengan dipenuhi keberkahan. Itu paling, karena upaya saya memang sangat terbatas, terbatasi oleh sempitnya pengetahuan, sedikitnya pengalaman, dan tebalnya rasa malas.

Tidak penting saya makmur, saya sejahtera, sebenarnya sesuatu yang lebih saya prioritaskan di atas itu adalah saya ingin membuktikan kepada orang-orang bahwa jalan yang saya gembor-gemborkan, yang saya ramu dari ilmu-ilmu yang saya raup adalah benar. Insyaallah, saya ikhlas begini adanya saya, asalkan semua bisa "nguripi", tidak terjerembab dalam keragu-raguan.

Kalau Engkau ridho aku terus berkoar-koar, mampukan aku menunjukkan bukti-bukti untuk aku teladankan, untuk aku inspirasikan. Namun, jika Engkau lebih ridho tak ada lagi koar-koar ini, jadikan saja aku pegawai, aku ikhlas menjadi pecundang sejati di ujung upayaku, di ujung doaku, asalkan Engkau ridho padaku. Amin ya Rabb... 

3/3/10

Post Test (2) : Silaturahim, itulah Kolaborasi Strategis

1. Sukses terbentuk karena saling melepas

Bagaimana si sebuah bangunan itu terbentuk, sebuah bangunan terbentuk melalui proses dimana seorang tukang kayu melepas keahliannya dalam membuat pintu dan jendela, seorang tukang batu melepas keahliannya untuk melepah tembok, seorang arsitek melepas keahliannya untuk menghitung.

Penghambat sukses adalah ketika satu diantara kita enggan melepas yang kita miliki. Tenang, tidak usah merasa takut kehilangan ketika kita melepas yang kita miliki, karena hasil pelepasan tiap-tiap kita, manfaatnya akan kembali kepada kita, yakni terbentuknya bangunan yang bermanfaat bagi bersama.

Bukankah tidak ada bangunan yang bisa diselesaikan seorang diri?

2. Hati-hati dengan rutinitas yang melalaikan tujuan utama

Apa si fungsi tas? Untuk wadah perkakas. Itu tujuan utama tas dibuat? tetapi bagaimana tas dibeli sekarang? Merk bergengsi, harga mahal rela ditebus, sampai-sampai yang dibagikan untuk orang yang membutuhkan cuma sisa-sisanya saja.

Begitu juga, bukan hanya soal uang dan materi, tetapi juga fitrah suara hati kita. Kita berbuat baik untuk pamrih kepada manusia, kita enggan memaafkan seolah kita adalah raja kehidupan.

Maka hati-hatilah, itu semua bisa terbentuk karena jebakan rutinitas. Rutinitas yang membuat ahli ilmu lupa untuk apa ilmunya dipraktekkan, yang membuat ahli dzikir lupa apa makna bacaan-bacaan dzikirnya.

3. Memberi bukan hanya uang, tetapi juga senyuman, inspirasi

Nash yang mengajarkan kepada kita yang ingin lebih banyak rezeki dan lebih panjang umur dengan silaturahim diungkapkan oleh seorang yang bukan ilmuwan belasan abad sebelum ditemukan teori dari para ilmuwan barat yang menyebutkan bahwa “sukses itu 20% ditentukan oleh keahlian dan 80% ditentukan oleh relasi.”

Karena dalam interaksi silaturahim ada proses saling melepas, seperti laut melepas uap air (evaporasi), hutan melepas air juga (evatranspirasi) dan langit melepas air juga (hujan). Ada proses saling memberi, yang mau tidak mau konseksuansinya ya saling menerima. Memberi itu berharga, bukan cuma uang, tetapi senyuman, salam dan inspirasi juga tidak kalah berarti.

Post Test (1) : Menahan Sejenak, itulah Pengendalian Diri

1. Takdir itu di urutan ke-6 bukan ke-1

165 adalah konsep yang utuh, the way of life yang tidak bisa ditawar-tawar, itulah kenapa di Jepang banyak yang menerapkan hanya 155 menjadi banyak yang bunuh diri. Iya, karena tidak ada prinsip ke-6, prinsip meyakini adanya Qodho dan Qodhar, maka permasalahan diselesaikan dengan hara-kiri (bunuh diri untuk kehormatan diri).

Berbeda dengan di Indonesia, prinsip Qodho dan Qodhar mah diyakini dengan baik. Lalu apa masalahnya? Masalahnya adalah salah penempatan urutan, bukannya ditempatkan di urutan ke-6 sebagaimana mestinya, eh ditaruh di urutan pertama, jadi belum juga berusaha, sudah bilang “yah, bagaimana lagi, takdir saya begini.”
Itu kira-kira penjelasan Pa Ary kemarin.

2. Manusia Fast Track

Sebetulnya kedewasaan seseorang dapat dilihat dari otaknya, bagaimana sinyal-sinyal respon beroperasi. Seperti kita ketahui, otak memiliki bagian-bagian, diantaranya adalah limbic system (otak primitive) yang ada di sebelah tengah otak dan dibelakangnya ada neokorteks.

Orang kalau melihat ular atau anjing akan langsung bereaksi menghindar atau spontan memukuli karena perintah dari otak primitive. Tentu itu adalah penanganan yang tepat, artinya otak primitive memang dianugerahkan kepada manusia untuk pertahanan dirinya, bayangkan kalau ada ular berbisa otak masih menganalisis dulu, berapa menit baru merespon, matilah kita.

Namun, dalam banyak kasus yang membutuhkan kedewasaan, tidak semestinya otak primitive lah yang kita jadikan panduan perintah, adakalanya kita harus membiarkan respon melewati otak primitive untuk terus menjalar kebelakang, sehingga perintah yang muncul dari neo korteks.

Misalnya ketika seseorang membuat kesal kita, kalau kita termasuk tipe manusia fast track, langsung begitu respon baru sampai di otak primitive yang muncul adalah perintah marah-marah. Tetapi, kalau kita mau menahan sejenak, membiarkan respon mengalir ke belakang hingga sampai di neokortex, sehingga perintah yang muncul solutif, bukannya marah-marah.

3. Percobaan anak TK

Sekelompok anak TK dieksperimen dengan permen kesukaan mereka, mereka diminta memilih, mereka boleh saja memakan permen itu, tetapi kalau mau menahannya sampai beberapa waktu, mereka akan mendapatkan dua kali lipat.

Nah, percobaan dilanjutkan 25 tahun kemudian, walhasil, ternyata ada perbedaan ketika mereka besar, yang bisa menahan diri untuk tidak makan permen itu dan mendapat dua kali lipat sesudahnya, mereka cenderung lebih sukses, pandai bersosialisasi, tahan mengatasi masalah atau dapat dikatakan bahwa tingkatan kualitas pribadi mereka lebih tinggi ketimbang yang dulu tidak bisa menahan diri untuk memakan permen.

Kualitas pribadi yang lebih baik dihasilkan karena dia menguatkan diri untuk menahan, sehingga perintah yang muncul bukannya dari limbic system tetapi dari neo-kortex. Kalau dihubungkan dengan untuk apa puasa itu diperintahkan, untuk apa coba? “…supaya kamu bertaqwa”, betul? Nah, apa itu taqwa? bukankah taqwa dalam Islam dikenal sebagai kualitas pribadi yang lebih tinggi dari lainnya?

Ilmu puasa diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dari Wahyu Allah SWT jauh-jauh abad sebelum teori “menahan sejenak” untuk kualitas yang lebih baik ditemukan. Itulah salah satu mukjizat Al Quran.

Pada Dasarnya Semua Mencari Keseimbangannya

Musim dingin hadir dan menantikan datangnya musim semi. Musim panas hadir untuk menuju musim gugur. Semua mencari keseimbangannya, pohon dimusim kemarau menyeimbangkan diri dengan menggugurkan daun-daunnya yang orang sebut itu sebagai meranggas.

Orang yang menganggur menjalar kemana-mana untuk bisa bekerja. Orang yang bekerja merindukan sangat waktu untuk beristirahat. Rasa-rasanya tidak ada waktu yang lebih enak, selain waktu “nanti”.

Kelas yang seharusnya diisi pelajaran tetapi kemudian kosong, murid-muridnya mencari keseimbangannya sendiri, masuk ke perpustakaan sebagian, menyerbu kantin sebagiannya lagi dan duduk duduk di depan kelas sisanya.

Maka begitupun orang yang berada di puncak keadaan, tanpa meminta, tanpa mengupayakan, mau tidak mau diapun akan bergeser turun, sepertihalnya orang yang berada di puncak sebuah gunung, kemana lagi si setelah itu selain turun?

Maka kalau diyakini hal itu, berlaku yang sama pula bagi orang yang berada di titik terbawah kehidupannya. Gagal usahanya, dijauhi kerabatnya, secara sengaja atau tidak, mudah atau susah jalannya, maka otomatis kehidupannyapun akan bergeser.

Kekosongan dirinya dari keberhasilan, dari keadaan jauh dari kerabat2nya, otomatis akan terisi oleh sisi kehidupan lainnya. Mungkin dalam bentuk mengalirnya ilmu dengan deras pada dirinya, mungkin dalam bentuk berpihaknya dadu-dadu keberuntungan, mungkin pula dalam bentuk bertumbuhnya kedewasaan dengan melesat.

Jadi, apa yang perlu dikuatirkan? orang yang akan merugikan orang lain dia akan mendapat kerugian yang sama, itu diluar topic kita saat ini. Namun, orang yang dirugikan orang lain akan diseimbangkan oleh kehidupannya, dari arah yang tidak diduga-duga keuntungan akan datang mengisi sisi rugi dirinya. Percayalah, hidup memiliki mekanisme keseimbangannya sendiri.

"...There are people dying, if you care enough for the living, make a better place for you and for me."