9/28/12

Teroris, Propaganda


Hati-hati dicap terorist. Kemarin di Solo sebuah rumah kontrakan digrebek, dan ditemukan oleh densus88 ada bom didalamnya. Padahal kata simbah yang dititipi kunci yang setiap kali itu rumah ia bersihkan tiap hari, tidak pernah menemukan tanda-tanda ada bom. Siapa yang bisa membantah kalau bukan densus88 sendiri yang menaruh itu bom?

Lain kasus, di ILC beberapa minggu lalu saat membahas terorisme, seorang pengacara memaparkan tentang kejadiah di Ritz Carltown. Pada hari peledakan tidak ditemukan kepala apapun, setelah hari ke-4 eh kok tiba2 ada potongan kepala korban. itu siapa yang naruh kepala?

Lalu beda lagi kasus, dulu sewaktu aku SMP diwanti2i, hati2 kalau ada razia narkoba, pernah kejadian seorang pelajar dirazia, di tasnya tiba2 ada bubuk narkoba, padahal dia tidak pernah mengenal yang namanya narkoba. Kok bisa ada? Iya, soalnya petugas razia sendiri yang menaruh. kalau nggak begitu nggak nutup target razia, nggak dapat honor bagus.

Seremnya fitnah di negeri ini. Semoga kita termasuk orang2 yang dilindungi dari oknum iblis-iblis berseragam suci itu. amin amin amin.

9/26/12

Buka Kuping

Aku tidak berangkat mocopatan bulan ini, tapi dapat sedikit reviewnya. Ijinkan aku membahasakan versiku tentang satu point review yang diangkat Naim. Yakni tentang petasan.

Ya, kita hidup sering seperti seorang anak kecil yang menabuh petasan. Tahu kan bagaimana anak kecil menabuh petasan. Setelah sumbu disulut, saat petasan meledeak, dia sendiri malah tutup kuping.

Begitulah, saat belum punya calon istri, mengeluh, ingin segera punya calon. Pas sudah punya calon, kuping malah ditutup dengan keluhan, ribetnya mengusahakan pernikahan. Setelah menikah berhasil, kuping ditutup lagi dengan keluhan ingin punya rumah sendiri. Setelah punya rumah, kupng ditutup lagi dengan keluhan ingin punya anak. Setelah punya anak kuping ditutup lagi dengan keluhan ingin punya penghasilan yang besar agar anaknya bisa hidup mewah.

Dan seterusnya, kita tak pernah memberi kesempatan pada diri kita sendiri untuk mendengarkan suara petasan yang kita sulut sendiri itu.


9/15/12

klarifikasi

aku tidak pacaran bukan karena ingin menjaga, bukan karena memegang omongan, bukan bukan..
tapi, karena aku tidak punya pacar

#malamminggu

Tak Pantas Ditunggu

Betapa bangganya aku selalu tidak bosa aku ulang-ulangi, bahwa aku punya guru Pa Supardi Lee dan Pa Zainal Abidin. Yang mengajarkan menjadi entrepreneur yang bisa berhasil berawal dari tangan dan kakinya sendiri, dari kerjakerasnya sendiri, dari akal cediknya sendiri, dari sumberdaya seterbatas apapun yang dimiliki saat ini.

Tidak menunggu utang, tidak menunggu pemodal, tidak menunggu peluang datang, tidak menunggu menang lomba, tidak menunggu fasilitasi pemerintah. Karena memang dari semua itu tidak ada yang pantas ditunggu.

Kalau ada saja diterima, dimanfaatkan. Jangan dimasukkan agenda.

---

*Tidak lolos MBM Challange...gak patheken!!

9/14/12

Pembeda

Aku sudah cukup fulgar menampilkan diriku. Aku sudah cukup konsisten menjaga pembeda diriku dengan yang lain. Tak ada sudut-sudut yang misterius yang harus kau jajaki. Semua itu aku rasa cukup, kecuali memang kau bukan tercipta untukku.


9/10/12

Menara Gading itu Bernama : Bank

Bank itu megah, sewa gedungnya pasti di jalan protokol. Bank itu megah, penataan ruangannya, desain interiornya, perabotnya, tata lampunya.

Tapi Bank, tidak bisa melayani konsumen dengan hati. Antri panjang, fasilitas paling mentok ya nomor antrian dan kursi. Masih disuruh menuliskan sendiri form setor. Disunat uang kita dengan alasan biaya administrasi. Ada saldo minimal dalam rekening tanpa alasan yang pernah merasa perlu untuk dikomunikasikan. Kalau penutupan rekening, dipotong pula uangnya dengan kedok biaya administrasi. Sekalipun berlabel syariah, apa aktivitas berhenti ketika adzan? Bagaimana dengan nasib karyawannya, hampir lembur setiap hari, seolah-olah hidup untuk bank bukan bank untuk hidup.

Mesin setor tunai yang rusak bertahun-tahun belum juga diganti. Ini menandakan bank begitu fakir, mengganti mesin saja tidak mampu. Penampilannya mentereng, tetapi kefakirannya membuat bank berhak untuk mendapatkan sodaqoh jariyah, paling tidak untuk bisa mengganti mesin setor tunai. Menambah jumlah teller sehingga kalau ramai teller ditambah, kalau sepi bisa dikurangi.

Agar bisa pula lebih produktif sehingga tidak perlu lagi ada biaya administrasi bulanan. Kalau tidak bisa lebih produktif, ya berendah hatilah, sewa kios dipinggir sawah, jangan gedung yang kelewat mewah. Mungkin dengan itu, operasional bulanan bisa ditekan, dan uang nasabah tidak perlu disunat-sunat.


9/9/12

Durah Sembada

Aku sangat respect dengan sharing salah satu peserta Asosiasi Klaster Indonesia kemarin, cerita dia ngotot datang ke Semarang, menemui salah seorang kepala dinas Provinsi di lantai 6, sementara dia tidak tahu bagaimana caranya naik lift. Tapi itu dia lakukan. Ketika sudah sampai berhasil di ruangannya, pa kepala yang ingin ia temui tidak ditempat. ia ngotot, bilang dia bawa proposal dari Bupati, sehingga diijinkan menunggu. Padahal itu bukan proposal dari bupati, proposal bikinannya sendiri.

Orang semarang mengatakan, duroh sembobo orang mau mau melakukan apa saja. Ya, untuk terkabul keinginannya, hal apapun dilakukan, termasuk seperti cerita orang yang aku ceritakan itu.

Apakah, kita sudah melakukan apa saja demi durah sembada? Apa baru berangan-angan, ngeluh sana ngeluh sini, dapat ganjalan sedikit mandeg, ada resiko sedikit eh dihindari. adanya ngresulah dengan keterbatasan yang ada.

Ya pantas kalau belum kasembadan yang diinginkan kalau begitu.

9/3/12

Keep Istiqomah atau Keep Strict


Orang mengajak hijrah, "Ayo ke Jakarta!" tapi diam saja. Orang lainnya mengajak "Ayo naik Sinar Jaya", eh malah dia yang tiba di Jakarta.

Khotib-khotib sepekan sekali berwasiat taqwa, tapi orang biasa saja, tidak ada perubahan, tidak menjadi taqwa. Tapi orang lainnya datang ke sesepuh di desa , lalu mendapat wasiat dari sang sesepuh "sing pada eling!", eh kemudian kok sesudah itu, karena dia senantiasa eling, akhirnya dia bisa menjalankan perintah kebaikan dan menjauhi larangan keburukan. Loh, bukannya dua hal itu adalah ciri-ciri taqwa?

Lalu para ukhti-ukhti aktivis berkirim sms kepada para ihwan-ihwan, "keep istiqomah", eh tetap ibadah para penerima sms itu dari hari ke hari memble. Kadang semangat, kadang tidak, sesuai mood saja.

Untuk istiqomah itu butuh strict kepada diri sendiri, kepada mood, kepada kemalasan, kepada alasan-alasan. Kalau sudah bisa tidak dikalahkan oleh mood, malas dan alasan-alasan, awalnya terpaksa tapi akhirnya nikmat itu yang namanya istiqomah.

so, keep strict!



Tanggapan untuk AM Waskito


ESQ Training jadwalnya tidak sepadat dulu, saya tidak tahu apa ini artinya ESQ sedang meredup atau bagaimana. Hm, sebagai seorang yang banyak berkecimpung di dalamnya, saya musti berani straight melakukan autokritik. Sampai akhirnya saya menemukan makalah kritik terhadap ESQ 22 halaman milik AM Waskito yang ditulis di Bandung tanggal 25 Juli 2012.

Sayangnya, makalah kritikan itu tidak bisa memuaskan hati saya, kenapa? Pertama : argumentasinya terlalu dangkal, menandakan si pengkritik tidak mengkaji obyek kritikannya dengan komprehensif, ia hanya memandang dari jauh dan sekilas pula. Kedua : Penulis dengan menulis kritik itu justru sedang menunjukkan kadar berfikirnya sendiri, konsep keberagamannya sendiri, penulis nampak masih termasuk dalam kelompok agamawan sekuler.

Siapakah agamawan sekuler itu? Yakni orang yang menggunakan identitas agama, hafal banyak dalil, berpenampilan sangat islam, berfikir seolah-olah sangat islami, tetapi sebetulnya dia memandang agama secara padat (solid), tidak secara cair. agama dan dunia itu tidak boleh dicampur, dunia dan akhirat itu beda.

Sampai saat ini autokritik saya hanya baru menemukan satu argumentasi yang saya bisa manggut-manggut membenarkan, yakni : adanya dismanajemen di dalam tubuh perusahaan yang menyebarkan ESQ. yah, sebagai lembaga pengembangan SDM, tentu lazim saja menarik biaya tinggi kepada perusahaan/instansi yang memberangkatkan anggotanya untuk mengikuti ESQ, konsep ini sama seperti kelaziman sekolah menarik biaya kepada orang tua yang menyekolahkan anaknya di dalamnya.

Tetapi manajemen ESQ kebablasan, membidik market kalangan individu menengah ke bawah yang tentu berat dengan nilai tiket pelatihan yang semahal itu, ditambah lagi adanya targeting kepada para trainer yang seharusnya mereka concern di materi, tidak boleh ikut campur dalam pencarian peserta. Sebab kesalahan manajemen ESQ ini yang membuat wajar saja ESQ meredup.

Padahal seandainya manajemen ESQ dapat tetap berpuasa dari keserakahan, bisa saja kok materi ESQ didistribusikan kepada kalangan lebih luas, caranya adalah dengan mengakses dana CSR BUMN dan perusahaan swasta yang bergitu berkelimpahan jumlahnya.

Nah, membaca tulisan AM Waskito saya berharap menemukan argumen kedua, ketiga dan seterusnya untuk bahan autokritik saya. Tapi sayang, saya hanya menemukan tulisan orang yang tidak memahami secara dekat dan mendalam, orang yang seolah hanya ingin tampil sebagai orang baik, pahlawan kesiangan yang memerangi pahlawan yang aslinya.

Ini beberapa alasan kenapa saya bilang argumentasi kritik penulis rapuh :

1. Klaim "The ESQ Way 165"
penulis menganggap "The ESQ Way 165" sebuah doktrin baru yang mengecohkan dengan nilai-nilai agama aslinya. Ah masa? Ya, penulis tidak mengenal konsep anker (jangkar), "The ESQ Way 165" itu semacam anker, sepertihalnya sunan kalijaga menciptakan istilah kuku pancanaka sebagai senjata Bima dalam bagian dari metode dia untuk masyarakat ingat atas nilai sholat yang lima.


2. Konsep "Zero Mind Process"
Terlalu memaksakan ah kalau disebut materi ZMP adalah ajakan mengosongkan pikiran semacam cuci otak. Lebih bisa dipahami kalau penulis tidak cuma menganalisis buku, tapi mempelajari juga trainingnya. ZMP itu adalah ajakan untuk seperti ini misalnya, kalau Anda mau mendengarkan nasehat dari paman Anda yang Anda pernah kecewa/marah padanya, maka yang pertama dilakukan zerokan hati dulu. Kalau tidak zero, sebagus apapun, kita tidak bisa mendapatkan apa-apa karena sudut pandang kita kadung negatif duluan.

3. Terlalu berlebihan mengagungkan "God Spot"
God Spot diagung-agungkan oleh Ary Ginanjar? Atau penulis yang berlebih-lebihan menilai sehingga Ary Ginanjar dianggap mengagung-agungkan God Spot? Difahami bahwa titik berangkat dakwah ESQ adalah kepada kaum rasionalis di kota-kota besar, adanya konsep God Spot adalah sebagai tools oleh Ary Ginanjar untuk menjelaskan bahwa Tuhan itu Nyata, bahkan suprarasional (Maha Nyata), bukan cuma di angan-angan, tetapi bahkan ada peneliti yang berhasil menemukan bagian real di dalam tubuh fisik manusia.

4. Salah memahami konsep "suara hati"
Hadits yang sangat populer tentang sahabat Wabishah yang dinasehati Nabi SAW untuk meminta fatwa pada hatinya sendiri cukup menjelaskan konsep suara hati yang diusung Ary. Ary Ginanjar meyakini hadits ini dan mencoba merepresentasikan dalam bahasa yang lebih cair dan membumi. Bukan sedang membuat patokan sumber kebenaran baru seperti yang ditafsirkan penulis. Saya sendiri heran, kok bisa-bisanya penulis menafsirkan seperti itu. Bagaimana dia mengkaji agama sih?

5. Mengumpulkan dalil pendukung apa saja
Buku ESQ itu buku populer, bukan karya ilmiah. Sangat subyektif kalau disebut ada penggiringa opini. Ini argumen yang terlalu memaksakan.

6. Salah memahami sifat Allah
Bagaimana bisa penulis menafsirkan bahwa Ary sedang mengajarkan manusia dalam bersikap ada bagian Tuhan di dalamnya? Misalnya ada ajakan untuk bersyukur, pengaitan dengan Asmaul Husna adalah sebagai tempat konfirmasi, oh iya bersyukur itu baik, Tuhan saja Maha Bersyukur. ajakan untuk bervisi tinggi itu baik, karena Tuhan saja Maha Tinggi. Bagaimana bisa ajakan seperti itu dianggap Ary mengajarkan kita adalah Tuhan, Tuhan adalah kita? Aneh..
Kemudian adalagi argumentasi bahwa tidak boleh mempersonifikasikan Tuhan, mungkin bisa dibaca di Al Quran bagaimana Tuhan dalam beberapa ayat mempersonifikasikan dirinya sendiri. Ya, karena Tuhan itu pendidik manusia, Dia bukan hanya minta disembah sebagai Illah, tetapi saking cintanya ia lebih berperan sebagai pendidik atau Robbi.

7. Kerapuhan konsep ilmiah ESQ
Penulis menjelek-jelekkan ESQ karena terlalu banyak referensi barat di dalam bukunya. Loh, konsep ilmiah itu konsep siapa?Konsep barat, bukan? Kenapa menghakimi ESQ jelek hanya karena tidak ilmiah? Berarti telah menjadikan konsep barat sebagai hakim. Padahal di awal tulisan penulis sudah menulis dengan lantang, pemahaman barat hanya boleh sebagai tempat konfirmasi dan refleksi, tidak boleh sebagai hakim. Ini malah dia yang menghakimi ESQ dengan standar barat.

Saya faham ESQ mengapa tidak ilmiah, karena memang ESQ tidak seperti kebanyakan materi pengembangan diri. Inilah point dimana saya semakin yakin penulis memandang agama begitu padat, dia tidak siap menerima ilmu-ilmu kreasi manusia yang didalamnya sudah berbaur dengan cairnya nilai-nilai agama. Baginya agama itu ada dalam forum yang begitu kaku dan formal, tidak boleh diblusuk-blusukan ke sendi-sendi kehidupan yang begitu luas.
Pemikiran seperti inilah yang membuat preman antipati kepada masjid, orang enggan datang ke pengajian. Karena memang padat, ya mereka tersekat.

8. ESQ Menawarkan jalan hidup
Menawarkan jalan hidup baru, jalan hidup baru yang ditawarkan bukanlah tandingan Islam. Tapi bagaimana Ary mengenalkan jalan hidup Islam pada kadar yang begitu universal, sehingga bisa diterima semua kalangan. Tidak ada paksaan dalam agama, bukan? Maka tidak benar kalau dakwah memaksakan agama, yang lebih cocok dengan dalil ini adalah bagaimana dakwah itu memberikan kesempatan pada orang untuk mencicipi agama.
Termasuk Ary yang memberikan cicipan agama Islam dalam pemahaman yang holistik/kaffah/menyeluruh untuk masyarakat non-muslim, ataupun masyarakat muslim yang selama ini berislam tanpa mengenal agamanya sendiri. Soal dia akan melanjutkan belajar Islam, akan memeluk Islam atau tidak, itu urusan pribadi masing-masing.

Jadi, dari tulisan yang panjang ini, saya tidak menemukan, ESQ sesatnya dimana? Yang sesat itu orang yang begitu kaku dalam beragama, sampai-sampai para preman merasa dilarang mendekati masjid. Yang sesat itu yang menghujat saudaranya sendiri sesama muslim, sehingga orang-orang sekuler dan barat bebas mewarnai ibukota, perusahaa-perusaah dan gaya hidup dengan budaya mereka, lah baru mencoba sedikit masuk ke dunia mereka saja sudah di cap sesat, bagaimana mau islam mewarnai? Sesat itu pemerintah yang membuat spanduk BBM Bersubsidi, loh minyak bumi ini milik rakyat, ketika dikonsumsi rakyat kok disebut subsidi.

Maka, hati-hati menuduh sesat, saya berkeyakinan tuduhan sesat kepada Ary Ginanjar di catatan malaikat sudah berbalik kepada pa AM Waskito. karena tuduhan yang bergitu meyakinkan, argumen yang begitu panjang itu ternyata rapuh, gamoh, kopong.

Teror Media


Masyarakat harus jeli memilih media. Sebut saja TV One, apakah dia memang TV berita? bukan, dia merupakan TV newstainment. Infotainment yang mengetengahkan berita-berita dan gosip-gosip politik.

Juga TV yang entah siapa yang ada dibaliklayarnya sehingga bisa mengetengahkan satu tema dengan begitu berkepanjangan. Kasus kerusuhan Sampang, misalnya. Itu kalau dibandingkan dengan kerusuhan Ambon atau Papua belum ada apa-apanya, tapi kok beritanya diulang-ulang santer sekali. Ada apa? Ada indikasi skenario itu punya motif untuk melegalkan hadirnya syiah secara terang-terangan di Indonesia. Baru kali ini orang Islam yang benar di Indonesia disebut Sunni. apa-apaan ini?

Sebut media lainnya, majalah Suara Islam. Itu juga majalah bermasalah yang patut untuk dihindari. Kemarin saya beli, cuma saya baca sekilas lalu saya buang ke tong sampah. Saya contohkan tiga berita :

1. Berita ESQ Sesat

Suara Islam mengemukakan ESQ sesat karena Ary Ginanjar mengimplementasikan penerjemahan asmaul husna pada perilaku manusia. Loh? Coba dipelajari dulu, betapa basi nya statement sesat atas dasar ini. Kalau memang sudah mempelajari, pasti, redaksi tidak akan menemukan fakta apakah perilaku Ary Ginanjar itu ada yang mendiskreditkan Tuhan? Tidak, itu hanyalah bentuk cara keteladanan. Apakah keteladanan kepada Tuhan boleh? Ya, boleh. Karena Tuhan bukan hanya sebagai Illahi (fungsi penyembahan) tapi juga Robbi (fungsi mendidik).

2. Kampanye Foke menggunakan alat agama

Kedoknya menghindarkan umat memilih pemimpin non-muslim. Tapi ada gambarnya poster Foke di halaman belakang full-page. Alasannya apa orang dilarang memilih wagub non-muslim. Redaksi memaparkan bahwa kalau itu terjadi, maka Jakarta akan seperti Singapura saat perdana menterinya non-muslim, atau Filipina saat kedatangan tentara Spanyol, juga Andalusia saat terjadi perang antar agama dulu. Owalah dul...dul... pembodohan macam apa ini? Satu wagub non muslim dibandingkan dengan perang di andalusia, betapa jongkoknya intelektual sang redaktur membuat perbandingan yang tidak apple to apple begitu. Pemimpin DKI bukan cuma wagub, masih ada gubernur, masih ada walikota, masih ada DPRD, masih ada tokoh masyarakat, plis deh...

3. Dalam penentuan 1 Ramadhan, pemerintah tidak boleh campur tangan

Ini nih yang menunjukkan bahwa majalah ini tidak punya dewan fatwa, tidak punya dewan syariah. Ih, sangat berbahaya sekali. Sudah sengak menggunakan nama majalah "suara Islam", tapi tidak mempunyai pemahaman yang mendasar tentang nilai-nilai Islam. Suara Islam mempersoalkan 1 Ramadhan yang berbeda hari, ditengah sudah maklumnya masyarakat atas kondisi ini. Oh, provokatif sekali. Lalu menghujat pemerintah yang seharusnya tidak usah ikut campur. biar semuanya menentukan sendiri-sendiri. Ini nih yang ngacau. padahal kalau dirunut dalil, sudah benar pemerintah bersidang. Ketika ada perbedaan dalam penentuan seperti itu, ya harus dihadirkan seorang hakim. Dan kondisi di Indonesia, yang legitimate sebagai hakim ya pemerintah.

Itulah, kenapa kita harus strict dalam memilih berita yang kita konsumsi. Awalilah dengan tidak merasa inferior, terhadap TV, terhadap majalah. Memang, mungkin gaji kita tidak sebanyak gaji pekerja di TV dan pekerja di majalah, kekayaan kita juga tidak sebanyak pemilik TV dan pemilik majalah, tapi itu semua bukan alasan untuk merasa lebih rendah dihadapan mereka. Majalah dan TV adalah pelayan kita, kita musti jeli memilih pelayan, agar tidak rusak agama dan intelektualitas kita.

Sakit Pikiran, Sehat Jiwa


Lupa kapan aku puasa ramadhan pertama full sebulan, hm, sekitar kelas 3-4 SD kalau enggak salah. Yang jelas kalah sama adikku yang paling kecil, yang dari TK sudah puasa full setiap Ramadhan. Yang dinanti saat puasa adalah buka. Buka puasa jadi moment tradisi tersendiri dari kurun waktu demi waktu perjalanan umurku.

Selama SD aku selalu buka puasa dirumah. Karena jaman SD belum ada bukber kelas, bukber ekskul dll. Lalu beranjak SMP, masih sama, selalu buka puasa dirumah. Selama 3 tahun aku SMP selama itu pula presidennya Gus Dur, satu-satunya presiden yang membuat anak-anak sekolah matigaya : 1 bulan penuh libur...enggak ketemu teman-teman acan.

Beranjak SMA, baru deh jarang buka dirumah. Ya, bukanya di kost. Kecuali ada undangan-undangan bukber di sekolahan. Jaman SMA dulu ada buka bersama kelas, biasanya dilanjut dengan jadwal giliran taraweh di sekolah. Buka bersama jadi moment mengesankan tersendiri yang merekatkan keakraban satu sama lain.

Di SMA pula aku mengenal tradisi 'hunting tajil'. Tidak seperti mushola di kampung, masjid di kota banyak yang menyediakan menu berbuka. Wah asik-asik, apalagi si yang lebih menggembirakan bagi anak kost selain : makan gratis? Maka investigasipun dimulai, oh di masjid ini ada takjil + nasi, di masjid ini takjil doang, di masjid ini kadang ada kadang enggak, di masjid ini enggak semuanya kebagian. Dan seterusnya.

Kuliah, jadwal buka bersama makin beragam..ada bukber kelas, bukber organisasi, bukber komunitas, bukber anak nongkrong, berasa ramadhan kurang cuma 30 hari untuk giliran buka bersama doang. Belum termasuk bukber di panti. Kecuali tahun ini, hampir tiap taun aku dan teman-teman adakan bukber di panti, dengan berbagai variasi acaranya. Ya senang kita, karena bisa menyapa anak-anak panti asuhan. Tapi, kalau mau bukber di panti, jangan mendadak, karena mereka biasanya di bulan ramadhan sudah banyak yang mengantri menyumbang menu berbuka dan kunjungan untuk bukber, bukan kita doang.

Dan yang berkesan lagi di puasaan tahun ini adalah buka bersama orang gila. Ya, ini orang gila alias tidak waras beneran. Ceritanya sedang di masjid, sekalian nunggu bedug magrib. disebelahku ada orang menggelar kain, aku menoleh sesaat pikirku sajadah, tapi ada yang aneh loh, iya beneran aneh deh, ternyata kain taplak meja. terus aku lihat orangnya, pakainnya, wah iya ini orang nggak waras ini.

Eit, tapi jangan menyepelekan dulu. Hari itu aku benar-benar merasa kalah sama si orang gila itu. Ceritanya magrib masih lama, di masjid, bagusnya ya berdiam diri alias itikaf. Tapi apa, susah ternyata, aku coba diam, ketiduran, akhirnya sms-an, mainan hape, plirak plirik, tolah toleh sana sini dan pokoknya 'rogeh-rogeh' terus. Tapi apa yang dilakukan si orang gila yang ternyata bisa ikut jamaah sholat tadi itu. Dia bisa diam, tenang, sambil sesekali senyum, sampai jelang buka. Dia tidak tolah toleh mengamati kiri kanan, dia tidak mainan hape dan dia enggak ketiduran.

Yah, kita sering tidak bisa tenang diam karena pikiran kita gerak-gerak terus, pengen menghubungi ini, menyentil itu, mengamati ini, menganalisis itu, mengingat masa lalu, memikirkan masa depan. capek. sedangkan orang gila itu, jangankan menganalisis sekeliling, jangankan terpikir ingin menghubungi teman. punya pikiran aja enggak. hehehe...

yang menarik berikutnya adalah ketika buka, makanan datang, nasi kotak dan segelas teh hangat yang udah menjadi dingin. bedug bergema, aku minum teh hampir habis satu gelas, dilanjut makan dengan lahapnya. Lalu aku menoleh ke si orang gila tadi, wahai... yang dia makan ayamnya dulu, baru sayur, baru mie. kebalikannya orang waras ya, kalau makan bakso misalnya, kuahnya dulu, mie nya, baru baksonya buat pamungkasnya. Itulah, orang gila kadang lebih unggul, tidak terkungkung kepentingan, tidak terkungkung tradisi, bebas aja mau makan apanya dulu.

Terus lagi, yang menarik adalah cara menyeruput teh nya itu loh. orang itu teh anget yang udah dingin, tapi gaya nya kayak nyeruput kopi luwak yang masih panas... huidih... biarpun gila, tapi ternyata dia masih bisa menikmati sesuatu, minum aja pakai soul begitu. Hm, kalau begitu orang gila itu jiwanya hidup donk, pikirannya aja yang enggak punya. Jadi, mungkin lebih tepat dibilang orang gila itu sakit pikiran, bukan sakit jiwa. orang sakit jiwa itu kan orang yang serakah, dengki, rendah diri dan semua-mua yang bermasalah dengan jiwanya. sedangkan orang gila, jiwanya normal, pikirannya doang yang enggak dipakai, atau malah jangan2 enggak punya pikiran.

Itu sekelumit cerita tentang buka bersama, bahwa agar kita tidak punya alasan untuk merasa lebih mulia ketimbang orang yang dianggap tidak waras disekeliling kita.

9/1/12

Sisi Kontraproduktif

Selalu ada saja bagian gelap dari bulatan bulan yang tidak memantulkan cahaya matahari ke bumi. Begitulah setiap segala sesuatu ada sisi kotraproduktifnya..

1. Pengembangan Diri

Belajar rumus-rumus sukses pengembangan diri seperti membaca peta, kalau terlalu sering membaca melihat peta, jadi tahu banyak hal, tapi jadi malas membuat langkah-langkah kecil. padahal pencapaian besar kan selalu dari langkah2 kecil.

Terlalu tekun menyerap ilmu motivasi, jadi etosnya bukan etos kerja, tapi etos hasil. Kalau mengerjakan ini, diukur dengan hasil yang besar, trus terasa tidak ada apa-apanya, walhasil jadi berat melakukannya. Ya itu sisi kontraproduktifnya.

2. Maiyah

Terlalu banyak maiyah dapat menyebabkan kanker, impotensi, gangguang kehamilan dan janin. Haha. Ya, karena diajak berani berpikir, yang tidak pegang kendali dengan baik bisa-bisa kebablasan. Jadi permisif, ini boleh dilakukan, itu boleh dilakukan. Makin parah jadi antipati, antipati pakai peci, antipati pakai baju koko.

Perlu diingat, sekalipun Cak Nun pernah jalan sama Ria Enes, tapi Noe, anaknya sangat strict menjaga perilakunya terhadap perempuan yang bukan istrinya. Sekalipun jamaah digiring untuk tidak membawa-bawa label Islami dalam pakaian mereka, tapi tetap kok yang di panggung maiyah pakai sarung, pakai peci selalu ada.