9/3/12

Tanggapan untuk AM Waskito


ESQ Training jadwalnya tidak sepadat dulu, saya tidak tahu apa ini artinya ESQ sedang meredup atau bagaimana. Hm, sebagai seorang yang banyak berkecimpung di dalamnya, saya musti berani straight melakukan autokritik. Sampai akhirnya saya menemukan makalah kritik terhadap ESQ 22 halaman milik AM Waskito yang ditulis di Bandung tanggal 25 Juli 2012.

Sayangnya, makalah kritikan itu tidak bisa memuaskan hati saya, kenapa? Pertama : argumentasinya terlalu dangkal, menandakan si pengkritik tidak mengkaji obyek kritikannya dengan komprehensif, ia hanya memandang dari jauh dan sekilas pula. Kedua : Penulis dengan menulis kritik itu justru sedang menunjukkan kadar berfikirnya sendiri, konsep keberagamannya sendiri, penulis nampak masih termasuk dalam kelompok agamawan sekuler.

Siapakah agamawan sekuler itu? Yakni orang yang menggunakan identitas agama, hafal banyak dalil, berpenampilan sangat islam, berfikir seolah-olah sangat islami, tetapi sebetulnya dia memandang agama secara padat (solid), tidak secara cair. agama dan dunia itu tidak boleh dicampur, dunia dan akhirat itu beda.

Sampai saat ini autokritik saya hanya baru menemukan satu argumentasi yang saya bisa manggut-manggut membenarkan, yakni : adanya dismanajemen di dalam tubuh perusahaan yang menyebarkan ESQ. yah, sebagai lembaga pengembangan SDM, tentu lazim saja menarik biaya tinggi kepada perusahaan/instansi yang memberangkatkan anggotanya untuk mengikuti ESQ, konsep ini sama seperti kelaziman sekolah menarik biaya kepada orang tua yang menyekolahkan anaknya di dalamnya.

Tetapi manajemen ESQ kebablasan, membidik market kalangan individu menengah ke bawah yang tentu berat dengan nilai tiket pelatihan yang semahal itu, ditambah lagi adanya targeting kepada para trainer yang seharusnya mereka concern di materi, tidak boleh ikut campur dalam pencarian peserta. Sebab kesalahan manajemen ESQ ini yang membuat wajar saja ESQ meredup.

Padahal seandainya manajemen ESQ dapat tetap berpuasa dari keserakahan, bisa saja kok materi ESQ didistribusikan kepada kalangan lebih luas, caranya adalah dengan mengakses dana CSR BUMN dan perusahaan swasta yang bergitu berkelimpahan jumlahnya.

Nah, membaca tulisan AM Waskito saya berharap menemukan argumen kedua, ketiga dan seterusnya untuk bahan autokritik saya. Tapi sayang, saya hanya menemukan tulisan orang yang tidak memahami secara dekat dan mendalam, orang yang seolah hanya ingin tampil sebagai orang baik, pahlawan kesiangan yang memerangi pahlawan yang aslinya.

Ini beberapa alasan kenapa saya bilang argumentasi kritik penulis rapuh :

1. Klaim "The ESQ Way 165"
penulis menganggap "The ESQ Way 165" sebuah doktrin baru yang mengecohkan dengan nilai-nilai agama aslinya. Ah masa? Ya, penulis tidak mengenal konsep anker (jangkar), "The ESQ Way 165" itu semacam anker, sepertihalnya sunan kalijaga menciptakan istilah kuku pancanaka sebagai senjata Bima dalam bagian dari metode dia untuk masyarakat ingat atas nilai sholat yang lima.


2. Konsep "Zero Mind Process"
Terlalu memaksakan ah kalau disebut materi ZMP adalah ajakan mengosongkan pikiran semacam cuci otak. Lebih bisa dipahami kalau penulis tidak cuma menganalisis buku, tapi mempelajari juga trainingnya. ZMP itu adalah ajakan untuk seperti ini misalnya, kalau Anda mau mendengarkan nasehat dari paman Anda yang Anda pernah kecewa/marah padanya, maka yang pertama dilakukan zerokan hati dulu. Kalau tidak zero, sebagus apapun, kita tidak bisa mendapatkan apa-apa karena sudut pandang kita kadung negatif duluan.

3. Terlalu berlebihan mengagungkan "God Spot"
God Spot diagung-agungkan oleh Ary Ginanjar? Atau penulis yang berlebih-lebihan menilai sehingga Ary Ginanjar dianggap mengagung-agungkan God Spot? Difahami bahwa titik berangkat dakwah ESQ adalah kepada kaum rasionalis di kota-kota besar, adanya konsep God Spot adalah sebagai tools oleh Ary Ginanjar untuk menjelaskan bahwa Tuhan itu Nyata, bahkan suprarasional (Maha Nyata), bukan cuma di angan-angan, tetapi bahkan ada peneliti yang berhasil menemukan bagian real di dalam tubuh fisik manusia.

4. Salah memahami konsep "suara hati"
Hadits yang sangat populer tentang sahabat Wabishah yang dinasehati Nabi SAW untuk meminta fatwa pada hatinya sendiri cukup menjelaskan konsep suara hati yang diusung Ary. Ary Ginanjar meyakini hadits ini dan mencoba merepresentasikan dalam bahasa yang lebih cair dan membumi. Bukan sedang membuat patokan sumber kebenaran baru seperti yang ditafsirkan penulis. Saya sendiri heran, kok bisa-bisanya penulis menafsirkan seperti itu. Bagaimana dia mengkaji agama sih?

5. Mengumpulkan dalil pendukung apa saja
Buku ESQ itu buku populer, bukan karya ilmiah. Sangat subyektif kalau disebut ada penggiringa opini. Ini argumen yang terlalu memaksakan.

6. Salah memahami sifat Allah
Bagaimana bisa penulis menafsirkan bahwa Ary sedang mengajarkan manusia dalam bersikap ada bagian Tuhan di dalamnya? Misalnya ada ajakan untuk bersyukur, pengaitan dengan Asmaul Husna adalah sebagai tempat konfirmasi, oh iya bersyukur itu baik, Tuhan saja Maha Bersyukur. ajakan untuk bervisi tinggi itu baik, karena Tuhan saja Maha Tinggi. Bagaimana bisa ajakan seperti itu dianggap Ary mengajarkan kita adalah Tuhan, Tuhan adalah kita? Aneh..
Kemudian adalagi argumentasi bahwa tidak boleh mempersonifikasikan Tuhan, mungkin bisa dibaca di Al Quran bagaimana Tuhan dalam beberapa ayat mempersonifikasikan dirinya sendiri. Ya, karena Tuhan itu pendidik manusia, Dia bukan hanya minta disembah sebagai Illah, tetapi saking cintanya ia lebih berperan sebagai pendidik atau Robbi.

7. Kerapuhan konsep ilmiah ESQ
Penulis menjelek-jelekkan ESQ karena terlalu banyak referensi barat di dalam bukunya. Loh, konsep ilmiah itu konsep siapa?Konsep barat, bukan? Kenapa menghakimi ESQ jelek hanya karena tidak ilmiah? Berarti telah menjadikan konsep barat sebagai hakim. Padahal di awal tulisan penulis sudah menulis dengan lantang, pemahaman barat hanya boleh sebagai tempat konfirmasi dan refleksi, tidak boleh sebagai hakim. Ini malah dia yang menghakimi ESQ dengan standar barat.

Saya faham ESQ mengapa tidak ilmiah, karena memang ESQ tidak seperti kebanyakan materi pengembangan diri. Inilah point dimana saya semakin yakin penulis memandang agama begitu padat, dia tidak siap menerima ilmu-ilmu kreasi manusia yang didalamnya sudah berbaur dengan cairnya nilai-nilai agama. Baginya agama itu ada dalam forum yang begitu kaku dan formal, tidak boleh diblusuk-blusukan ke sendi-sendi kehidupan yang begitu luas.
Pemikiran seperti inilah yang membuat preman antipati kepada masjid, orang enggan datang ke pengajian. Karena memang padat, ya mereka tersekat.

8. ESQ Menawarkan jalan hidup
Menawarkan jalan hidup baru, jalan hidup baru yang ditawarkan bukanlah tandingan Islam. Tapi bagaimana Ary mengenalkan jalan hidup Islam pada kadar yang begitu universal, sehingga bisa diterima semua kalangan. Tidak ada paksaan dalam agama, bukan? Maka tidak benar kalau dakwah memaksakan agama, yang lebih cocok dengan dalil ini adalah bagaimana dakwah itu memberikan kesempatan pada orang untuk mencicipi agama.
Termasuk Ary yang memberikan cicipan agama Islam dalam pemahaman yang holistik/kaffah/menyeluruh untuk masyarakat non-muslim, ataupun masyarakat muslim yang selama ini berislam tanpa mengenal agamanya sendiri. Soal dia akan melanjutkan belajar Islam, akan memeluk Islam atau tidak, itu urusan pribadi masing-masing.

Jadi, dari tulisan yang panjang ini, saya tidak menemukan, ESQ sesatnya dimana? Yang sesat itu orang yang begitu kaku dalam beragama, sampai-sampai para preman merasa dilarang mendekati masjid. Yang sesat itu yang menghujat saudaranya sendiri sesama muslim, sehingga orang-orang sekuler dan barat bebas mewarnai ibukota, perusahaa-perusaah dan gaya hidup dengan budaya mereka, lah baru mencoba sedikit masuk ke dunia mereka saja sudah di cap sesat, bagaimana mau islam mewarnai? Sesat itu pemerintah yang membuat spanduk BBM Bersubsidi, loh minyak bumi ini milik rakyat, ketika dikonsumsi rakyat kok disebut subsidi.

Maka, hati-hati menuduh sesat, saya berkeyakinan tuduhan sesat kepada Ary Ginanjar di catatan malaikat sudah berbalik kepada pa AM Waskito. karena tuduhan yang bergitu meyakinkan, argumen yang begitu panjang itu ternyata rapuh, gamoh, kopong.

No comments:

Post a Comment