12/26/11

Walikukun

Melesat di atas logawa, sudah 2 jam ada.
gobyos di dalam kereta, azis memilih di pintu, hilmy tidur, aku baca bukunya cak nun.
tadi pa tofik-penasehatSBY telpon ngajak nonton wayang ruwat.
meta sms, sepertinya mau ada kiriman legit nih nanti malam sebelum nonton teman2 Jamus pentas di ump.
aku kehilangan contact dg Hurin, aduh padahal belum ngucapin terima kasih. Makasih ya Mba e, jamuannya & pertolongannya kemarin.
yang akan menjemputku nanti si Puput, siap sedia di stasiun maghrib, sekarang dia lg cari flanel bwt bikin surprise utk seseorang.
Dua calon order masuk by sms, semoga lekas deal.
bakul2 segala rupa berseliweran, cuma beli nasi campur 4.000 sebelum madiun tadi & sebungkus nangka di stasiun walikukun, ngawi.

12/21/11

Sekali Lagi : Jangan Gumunan

Gramedia Purwokerto 13/12/11

Jalan-jalan di Gramedia, lihat di etalase utama, bukunya anak muda semua : Merry Riana & Bong Chandra. Hanjuk gumun... kok bisa ya semuda itu bisnis property highclass, kok bisa ya umur 26 tahun punya income 10 miliar sebulan.

Lihat websitenya Indonesia Young Changemaker, klak klik klak klik ketemu daftar panitianya. Gebleeg, profil tiap-tiap panitia keren-keren banget, pernah ikut kongres internasional ini, pernah dapat penghargaan itu. Gumun maning...

Blogwalking ke blognya Mbak Dika, wesheh... nggak cuma ngomongnya yang fasih berbahasa Inggris, blognya juga bahasa Inggrisnya vocab & structure nya kelihatan bukan sembarang pemilihan kata. Gumun.. gumun... gumun deh.

Gumun itu baik, karena di dalam gumun terselip satu apresiasi positif, sanjungan dan ungkapan menghormati. Tapi kalau dengan gumun, kita jadi nge-peer, jadi rendah diri, jadi merasa kurang berarti, jadi kempes. Aduh, mending di-delete lah itu kegumunanmu.

Seperti saat kita gumun melihat cantiknya pemandangan sebuah gunung dengan sejuknya warna biru, pikirkanlah, jangan berhenti pada kecantikan yang membuatmu gumun itu. Pikirkanlah bahwa ketika didekati, warnanya itu hijau, hutan, pohon, batu, jurang, sama sekali berbeda dengan biru yang kamu lihat.



*gumun (jawa : kagum)

12/17/11

Satu Jam Bersama Bapak Kafir Liberal Indonesia

Bersama Orang Kafir+Liberal+Merdesa


Sudah lama mengikuti twitternya @kafirliberal, eh kemarin ketemu orangnya, Kang Dadang namanya. Mungkin bagi orang Islam fundamental dan radikal orang seperti kang Dadang ini halal darahnya. Tapi, bagiku, apalagi mutiara ilmu dari Kang Dadang, bahkan dari mulut Anjing sekalipun tetaplah mutiara.

Obrolan sekitar satu jam kemarin, lebih malah mendiskusikan cukup banyak hal. Tentang Akhlak Nabi Muhammad yang similar dengan kultur masyarakat Sunda, tentang asal-usul bangsa Yahudi yang ternyata berasal dari Paparan Sunda (baca : Nusantara), tentang Tuhan, tentang Sholat sampai tentang libido sexual.

Aku, Hilmy dan Kukuh kemarin bertiga larut dalam diskusi mengasyikkan dengan pribadi low profile tapi sangat getol sekali belajar dan melakukan pencarian hidup. Karena panasnya diskusi ini, selama diskusi berlangsung kami bolak balik menoleh kiri kanan, agar jangan sampai ada orang awam yang ikut nguping. Karena kalau ada yang mendengar perbicangan kami, dan dia belum memiliki dasar ilmu kanuragan (halah...) yang cukup, bisa-bisa kami semua ditembak ditempat karena dianggap halal darahnya.

Kang Dadang memang orang yang Edan, Tuhan saja dia maki-maki. Seperti yang kita tahu, dia membuat banyak kaos bertulisan kontroversial, seperti "DEMI TUHAN, SAYA ATHEIS", atau "DEMI ALLAH, SAYA SUDAH MEMBUNUH TUHAN", dan sebagainya. Memang betul beliau edan, tapi kan ini jaman edan, jadi dalam garis bilangan edan minus edan = 0, netral. Haha...

Ada satu statement menarik dari Kang Dadang kemarin. Begini bunyi statement itu, Bahwasannya orang yang menyembah matahari, menyembah pohon, itu lebih Islami ketimbang orang modern yang mensyirik-syirikkan mereka. Haaah... kok bisa? berani sekali kang Dadang ini membuat statement.

Benar menurut saya pernyataaan Kang Dadang ini, Orang yang memuja matahari dan memuja pohon, itu mending, dia memuja sesuatu yang merupakan bagian dari alam semesta. Ada interaksi kasih sayang antara dirinya dengan alam semesta, ada kemesraan, ada synergy, ada keselarasan. Sedangkan orang modern macam kita, kita menyembah apa coba?

"Loh, kita kan menyembah Tuhan!!!". Eit, aku tanya dulu, kamu tahu apa itu Tuhan? Kamu sudah mengenal Tuhan? Apakah Tuhan yang ada dalam pikiranmu sama dengan Tuhan secara hakiki? Kalau memang iya, lalu kenapa masih ada perdebatan soal yasinan, qunut, celana cungklang, cadar, dll?

Kita selama ini menyembah Tuhan yang sebenarnya, atau kita menyembah persepsi? Bukankah persepsi itu produk pikiran kita sendiri? Bukankan persepsi itu fiktif?

Coba introspeksi dalam-dalam, wiridan dari tengah malam sampai matahari terbit, untuk menjawab pertanyaan ini : Sesungguhnya selama ini aku menyembah Tuhan? Atau menyembah PERSEPSI-ku tentang Tuhan?

Naas sekali kalau kita mensyirik2an orang yang memuja pohon, sedangkan kita sendiri adalah penyembah persepsi.


12/15/11

Dijual Terpisah


Pidato Kelulusan Rizky Dwi Rahmawan
Purwokerto, 16 Desember 2011


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Pada awalnya dulu, saya mengenal kecerdasan hanya ada satu, yakni kecerdasan akademis. Pertemuan saya dengan buku karangan Andreas Harefa berjudul "Sekolah Saja Tidak Pernah Cukup" membuka bingkai berpikir saya bahwa kecerdasan ada banyak macamnya, ada yang menyebut ada delapan yakni yang kita kenal sebagai multiple inteligence, ada yang menyebut lebih.

Perjalanan saya setelah bingkai berpikir itu terbongkar pada akhirnya berbanding lurus dengan ritme kesibukan saya di organisasi semasa SMA dan di dunia entrepreneurship setelah lulus SMA. Dan ini berbanding terbalik dengan skor serta rangking di bidang akademis saya. Namun, itu tidak mengapa, saya memandang itu dengan penuh ungkapan kesyukuran, bahwa seperti inilah selugas-lugasnya proses belajar saya, tidak monoton, tidak linear, tidak pula terperangkap dalam kotak.

Setelah saat ini saya dinyatakan lulus dari perkuliahan di kampus kedua saya, terbetik inisiatif untuk bertanya kepada diri saya sendiri sebuah pertanyaan yang dulu di awal kuliah juga saya tanyakan, "untuk apa saya kuliah sebenarnya?".

Maka jawaban saya masih tetap sama, yakni untuk mengisi waktu luang. Itu adalah jawaban pribadi. Lalu bagaimana jawaban yang lebih bisa mewakili bila pertanyaan itu menyangkut tentang orang tua dan keluarga saya? Jawabannya adalah saya kuliah untuk mendapatkan ijazah.

Ijazah yang selembar kertas itu tidak pernah saya pandang sebagai barang sakral yang harus berwudlu dulu sebelum menyentuhnya. Selembar kertas itu diyakini berpengaruh erat dengan nasib penghidupan seseorang, karenanyalah benda ini demikian sakral. Bagi banyak orang begitu, tapi tidak bagi saya. Ijazah bagi saya tidak berbeda dengan bon yang kita dapatkan seusai belanja dari minimarket.

Ya, ijazah adalah bukti pembayaran. Bahwa kita sudah lunas membayar tugas, PR, praktikum dan berbagai aturan kedisiplinan kampus. Bahwa kita sudah menyumbang buku di perpustakaan sebelum lulus. Dan bahwa kita sudah membayar semua biaya SKS yang kita ambil, praktikum dan remidial.

Saya memaklumi ketika Ibu dan Bapak saya begitu memandang penting selembar bukti pembayaran ini sekalipun harus mengeluarkan puluhan juta rupiah untuk mendapatkannya. Karena memang kita hidup di zaman dimana kebenaran kolektif mengatakan, orang yang berijazah lebih tinggi strata hidupnya ketimbang orang yang tidak berijazah. Tentu Ibu dan Bapak saya ingin anaknya ini mendapat kedudukan yang tinggi dimata masyarakat, dan mereka mengupayakannya dengan cara yang dipahami dan diterima oleh masyarakat luas saat ini.

Akan tetapi, sebagai pribadi, saya malah jadi tergelitik dengan kondisi yang terjadi pada diri saya. Pada tanggal 30 November 2011 dibacakan SK Yudisium, saya termasuk yang dinyatakan lulus, ada nama saya di lembar SK tersebut. Namun, dengan alasan untuk dibagikan bersamaan dengan kelulusan periode sebelumnya yang belum mendapat ijazah, maka saat itu hanya dijanjikan ijazah baru dapat diambil setelah wisuda.

Dan saya diharuskan ikut wisuda. Kalau tidak ikut wisuda, tetap bayar penuh. Kalau belum bayar penuh, ijazah ditahan. Nalar berpikir saya agak janggal mendapati pernyataan seperti ini. Saya sudah dinyatakan lulus, tapi tidak boleh mengambil ijazah, karena belum membayar biaya wisuda. Pertanyaannya apakah wisuda itu? Apa ada SKS nya? Apa kalau tidak wisuda jadi kelulusan dibatalkan.

Jawaban yang saya terima dari kampus sederhana : ini sesuai kesepakatan di awal, semua biaya satu paket. Dengan jawaban yang tidak mutu ini, saya berharap menemukan pelurusan kebijakan kampus, agar tidak intimidatif begini. Atau kalau memang tetap memaksakan biaya sepaket ini, tolong bisa menunjukkan ketentuannya seperti apa, siapa yang menandatangani ketentuan itu dan bagaimana kekuatan hukumnya.

Dulu saya tahunya ketika datang pertama kali ijazah dan wisuda dijual terpisah, tetapi ternyata satu paket. Mana mahal pula harga wisudanya. Persoalan ini bukan soal nominal atau dalih penegakkan aturan belaka. Persoalan ini menjadi benar-benar penting karena merupakan satu bentuk intimidasi mental, mental kerbau dicucuk hidungnya. Mental pembayar pajak di SAMSAT yang dipaksa membeli map+balpoint yang tidak jelas urgensi fungsinya. Disini saya mempertanyakan apa urgensi fungsi perhelatan berbiaya 135 juta rupiah besok dengan aturan yang memaksa wajib membayar semua itu?

Namun begitulah, realitas yang harus dipelajari, ditelaah dan kemudian disikapi, bukan hanya diam saja. Karena belajar bukan soal menyelsaikan silabus belaka, tetapi lebih dari itu adalah persoalan bagaimana menggunakan instrumen berpikir, untuk tidak mudah disetir, diremote dan diintimidasi.

Maka terakhir, saya mengajak kepada semua sivitas akademika untuk tidak turut dalam riuhnya hedonisme dan materialisme. Pendidikan diabaikan, penjualan dinomorsatukan. Perbudakan dikampus dilestarikan, riset lapangan entah dikemanakan. Semua itu harus diperbaiki. Agar kampus bukan hanya menghasilkan lulusan ber-IPK manajer tetapi bermental kuli. Lebih baik menghasilkan IPK kuli, tetapi berkedudukan manajer.

Washolallohu'ala nabi muhammad, 
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

12/14/11

Buku

Aku bukan kolektor buku, karenanya aku tidak pernah menemui kerepotan seperti defi yang sedang melacak buku2nya malam ini. Buku dipinjam, tidak kembali ya tidak apa2. Yang penting aku sudah katam membacanya. Kalau ilang gimana? Ya tidak apa2, toh tiap beli buku juga nawaitunya sedekah jariyah, duitnya juga diambil dari spare dana sosial pribadi.he..

Tp karena itu juga, aku tidak bisa seperti pa asep. Yang rumahnya penuh buku, kalau mau menulis apa referensi tinggal comot. Ah, tp tidak mengapa, toh aku bukan penulis ilmiah.

Dan aku juga kok ya nggak pernah kepikiran untuk menjepret mendokumentasikan buku2 yang pernah aku baca seperti adhi. Jadi kadang sampe lupa aku pernah beli buku quantum ikhlas, buku2nya ippho, prof zuhal.. Dll

Buku hanya titipan.. He

Kapitalisasi Populasi Nyamuk

Kemarin ngobrol-ngobrol dengan kawanku, Anggi, salah satu putra desa di ujung Barat Banyumas. Gumelar nama daerahnya. Ditengah-tengah kesibukannya menuntaskan skripsi, ternyata dia punya kesibukan lain. Apa itu kesibukannya? kesibukannya adalah mengamati nyamuk pasca disemprot obat anti nyamuk.

Jadi, menurut pengamatannya. Nyamuk, setelah disemprot obat anti nyamuk, mereka pada tepar, tapi tidak mat. Setelah matahari terbit, mereka pada bangun lagi *kayak vampire* lalu terbang tapi oleng kekiri dan ke kanan. Dia berhipotesis mungkin si nyamuk itu mabok karena obat semprot anti nyamuk itu.

Nah inilah... inilah.... disini ada yang janggal. Jangan-jangan obat anti nyamuk itu tidak ampuh. Masa membunuh nyamuk saja tidak becus, cuma bikin itu nyamuk mabok dan pingsan saja. Atau... ada kesengajaan dari pabrik pembuat anti nyamuk. Karena mereka sayang sama nyamuk, sehingga tidak dibunuh, cuma dipingsankan saja.

Pantas saja walau sudah tiap hari pakai semprotan anti nyamuk, nyamuk ada terus setiap hari. Tapi kalau obat anti nyamuk yang disemprot itu bisa mematikan nyamuk, perusahaan pembuat antinyamuk yang repot, besok lagi sudah tidak pada ada nyamuk, lalu sepi deh itu produk.

Atau ada kesengajaan, populasi nyamuk dipertahankan sedemikian rupa agar obat antinyamuk tetap laku? Nah, ini nih yang namanya kapitalisasi.

Tapi mungkin ada yang berkilah, nyamuk mati kok mas kena semprot, tapi kan yang bayi-bayi nyamuk pada lahir lagi dan meneruskan generasi, makanya besoknya ada lagi. Nah inilah... inilah... masa iya si sebodoh itu profesor membuat riset penelitian hanya untuk membunuh nyamuk dewasa, nyamuk bayinya tidak sekalian agar generasi nyamuk habis.

Bagaimanapun nyamuk seperti pelangi, keduanya adalah ciptaan Tuhan. Mungkin perusahaan antinyamuk membuat formula yang tidak memberangus habis nyamuk bukan karena tidak mampu, tapi karena ingin melestarikan keberadaan populasi ciptaan Tuhan. Atau sebenarnya si lebih mungkin, agar produknya laku terus, ada yang butuh terus.

Hidup Nyamuk!


Keren lah ya?

Rencana menghidupkan lagi Kording masih belum terrealiasasi, padahal sudah hampir 8 bulan berlalu. Ah, masih bermental birokrat rupanya kita. Padahal, orisinalitas dan nilai inspiratifnya tidak remeh temeh itu produk. Hayuklah, sebelum tahun ini lewat, harus sudah terbit lagi.

Semangat Donk sebagai komunitas tetap akan dikibarkan, tanpa perlu diganti nama. Aku punya satu usulan lagi, karena kemarin mendengar nama yang bagus dan walau sudah dipakai di banyak instansi, tapi nanti unit bisnisnya Semangat Donk kalau sudah established juga akan memakai nama SDI. Misalnya, PT SDI : Sumber Daya Insani...

Maknanya apa? usaha ini berbasis padat karya, memberdayakan insan-insan. Keren lah ya? Hm, bayangkan saja SDI tercetak seperti tulisan di sisi kanan jalan tol sokaraja di sebuah pabrik internasional : Indesso

12/13/11

Nglarisi

Dekade training sudah selesai. ESQ berhasil meleading dengan baik, didampingi oleh EU, Kubik dan banyak lagi lainnya. Indonesia yang katanya negara terbelakang ternyata memiliki produk yang mendunia macam nama-nama di atas, itu satu kebanggaan tersendiri buat kita pastinya.

Training bisa menjadi solusi, salah satunya untuk menghidupan sektor riil, yakni dengan training-training entrepreneurship. Namun, training bukanlah satu-satunya solusi untuk itu. Ada cara lain untuk menghidupkan sektor riil, yang cara ini bisa dilakukan oleh semua orang, tanpa harus berlatih public speaking terlebih dahulu sebagaimana calon trainer.

Cara itu adalah dengan : sedekah.

Sedekah yang kita kenal selama ini kebanyakan adalah sedekah konvensional, ada kotak di masjid dicemplungin receh. Ada peminta-minta, dikasih. Ada yayasan bawa proposal, diberi uang. Ada lebihan rejeki diwakafkan untuk mengkeramik masjid dan seterusnya.

Padahal ada model sedekah yang tidak kalah keren. Itu adalah sedekah dengan "nglarisi" pedagang kecil. Ada penjual sapu keliling, dibeli. Ada penjual ciri-mutu, dibeli. Ada penjual mainan anak kecil, dibeli. Ada penjual tas jelek, dibeli. Ada penjual salak, dibeli. Pernahkah seperti itu? Atau merasa itu tidak penting karena pahalanya tidak sebesar membelikan keramik untuk masjid?

Cobalah "nglarisi", agar penjual salak senang dengan aktivitasnya dan dia terus berjualan. Cobalah "nglarisi", agar penjual sapu dapat menyambung hidupnya dan dia bisa mengajari anaknya berjualan juga. "Loh kan aku nggak butuh", atau "Aduh, aku kalau beli sapu harus yang kualitas supermarket boo", dan seterusnya.

Ya sudah kalau memang enggak butuh, atau barangnya jelek, simpan saja dulu, besok lagi berikan ke orang. Niatkan sedekah pokoknya. Bayangkan, hal seperti itu jarang dilakukan, makanya orang meninggalkan aktivitas berjualan, akhirnya jadi deh mereka buruh dengan gaji tidak seberapa tapi waktunya habis di pabrik.

Salah siapa? dosa siapa itu? jadi siapa yang membuat sektor riil tidak bergerak?

"nglarisi", dengan niatan sedekah agar dia bisa menyambung penghidupannya. "nglarisi", agar dia optimis dengan produk yang ia jual. "nglarisi" agar orang-orang yang menganggur bisa terinspirasi "ini loh, aku jualan ini, laku loh".

Janganlah mendongak, mentang-mentang tidak butuh, atau bukan level kualitasnya itu sapu, itu salak, itu ciri-muthu.

Kalau di pinggir jalan ada yang meminta-minta lalu kita tidak memberi dengan alasan takut membuat mereka ketagihan meminta-minta. Ya sudah, kalau ada yang menawari barang, dan kita ada uang, beli saja, agar mereka ketagihan jualan.

Kelihatan sepele, tapi ini bisa memajukan bangsa yang didominasi oleh orang-orang yang bergelut dalam skala UMKM ini.



Giliran yang Muda

Akan ada 5 speaker yang diundang, masing-masing speaker didampingi oleh 1 fasilitator dari orang-orang kita saja. Kelimanya adalah :
1. Goris Mustaqim, Asgar Muda, bidangnya entrepreneurship
2. Zaini Alif, Komunitas Hong, bidangnya education
3. Syammahfuz Chazali, Pemenang Global Social Venture Competition, bidangnya research
4. Ayos Purwoaji, Hifatlobrain, bidangnya travelwriter
5. Anton Abdul Fatah, Pemenang E-idea, bidangnya environtment


Jadi bagaimana caranya dikondisikan agar mereka bisa menularkan "sesuatu" untuk anak-anak kemarin sore (baca : generasi muda) bisa melanjutkan estafet sesepuh-sesepuhnya. Giliran yang muda, mulai semuda mungkin, jangan menunggu tua.

Siapa saja sesepuh-sesepuhnya?
1. entrepreneurship : Happy Trenggono dengan gerakan "Beli Indonesia"


2. education : Annis Baswedan dengan "Indonesia Mengajar"




3. research : Renald Khasali dengan "Rumah Perubahan"



4. travelwriter : Chairul Tanjung dengan seabreg program reportase perjalanan dan wisata di Trans7, ada Bolang, Jejak Petualang, dll



5. environtment : Ridwan Kamil dengan "Indonesia Berkebun"



Wah, itu baru 10 ya orang hebat di negeri ini. Ya, mudah-mudahan pemerintah kita segera bubar karena dirinya sendiri, jadi orang-orang hebat nan baik macam 5 anak muda dan 5 orang tua di atas bisa masuk ke tengah, menjadi pusaran kemuliaan hidup.

Mudah-mudahan sukses terlaksana acara ini.





Anak adalah rejeki. Lalu, apakah rejeki = anak?

Tahu, bagaimana cara membuat anak? Ah, pasti jawabannya adalah dengan melakukan begini ini, begitu itu di atas ranjang, guling-guling kadang sampai jatuh, tapi tetap nikmat. Halah....

Caknun pernah bilang, tak ada seorang laki-lakipun yang berkuasa membuat seorang wanita hamil. Hm, kira-kira betul apa betul pernyataan itu? Iya, laki-laki cuma bisa membuncahkan sperma, itu kalau tidak impotensi. Soal sperma itu bertemu dengan ovum apa tidak, setelah bertemu kemudian terjadi pembuahan apa tidak, apakah si laki-laki masih berperan mengurusi itu?

Begitulah seorang anak terlahir diawali dari pencampuran sperma dan ovum, yang kemudian menjadi segumpal darah, segumpal daging dan seterusnya. Semua itu terjadi bahkan tanpa sepengatuan si laki-laki dan perempuan. Mereka tidak tahu apa-apa, mereka tidak mendesain apa-apa, mereka tidak merancang apa-apa di dalam proses yang panjang dan ultrarumit itu. Mereka hanya bersenggama, mendesah-desah menikmati tubuh satu sama lain.

Dan kata orang, anak adalah rejeki. Lalu pertanyaannya, apakah rejeki juga sama dengan anak kalau memang anak adalah rejeki? Apakah kelahiran rejeki sama dengan kelahiran anak?

Sepertinya iya loh. Seseorang bersenggama dengan gerobak bubur ayam, melakukan foreplay dengan mangkok, krupuk, ayam, celoteh pelanggan, tukang retribusi, komplain dari kompetitor, lalu setelah sekian waktu, setelah Tuhan selesai memproses formulasi hasil persenggamaannya, lahirlah rejeki : tukang bubur ayam bisa naik haji. *film nya Yusuf Mansyur.

Tapi bisa juga, sudah tiap malam bersetubuh dengan laptop dan printer, menyusun proposal ini dan itu, membelai lembar-demi lembar kertas, menggerayangi handphone berkoordinasi dengan sana-sini, meremas staplers, lakban dan gunting, sampai kenikmatan itu memuncak mencapai klimaks dengan mendapat ACC proyek. Ah, puas sudah.... eh, tapi ternyata tidak goal. tidak lahir itu rejeki. hal biasa juga terjadi hal seperti itu.

Yah, begitulah, kita berikhtiar, tidak disuruh untuk mengurusi hal-hal yang ultranjlimet sepertihalnya strutur kimia perkembangan janin. Kita cuma disuruh menggauli aktivitas kita, sampai membuncah, sampai klimaks. Sederhana sekali kan?

Jadi pesannya adalah, jangan berkecil hati, jangan merasa tidak berhak atas rejeki besar, hanya karena menilai ikhtiarnya masih sedikit. Wong kita tidak disuruh mengurusi yang tidak bisa kita urusi kok seperti urusan janin itu... yang penting kita bisa tegak berdiri lalu dimasukkan, lalu klimaks, gitu tok kok. Itu bukan cuma hal yang sederhana, bahkan dalam prosesnya sungguh nikmat bukan? *katanya yang sudah nikah si, kalau masih bujang begini mah ya bisanya manggut-manggut doank...

Apakah Muhammad muda seorang social-entrepreneur?

Obrolanku dengan Hilmy sepulang menjajal ifu mie & kwetio sapi Bang Arul semalam belum tuntas, keburu ngantuk. Tapi kebelumtuntasan itu membuatku masih berpikir sampai sekarang. Yang pertama adalah tentang "Apakah Muhammad muda seorang social-entrepreneur?", dan yang kedua adalah tentang "Anak adalah rejeki. Lalu, apakah rejeki = anak?".

Bergabung dalam keluarga maiyah memang begini jadinya, mulai berani nakal, nakal dalam berpikir, menggali, mengeksplorasi, mentafakuri, lalu mengadon formulanya untuk siap dinyalakan menjadi bara di dalam diri. Halah....

Baik, yang pertama dulu ya, yang kedua di lain postingan. 

Jadi sebagai seorang muslim, eh sebagai manusia, kita baik untuk meneladani Nabi Muhammad, termasuk masa mudanya. Nah, pertanyaannya dulu, sewaktu muda kan Nabi Muhammad kaya raya itu, tetapi juga mendapat kedudukan yang tinggi di bidang sosial, itu bagaimana konsepnya.

Apakah beliau beraktivitas sosial, lalu aktivitas sosialnya itu didukung dengan mata pencaharian beliau. Ataukah beliau bermata pencaharian dan hasilnya banyak digunakan untuk sosial?

Begini gambarannya kalau bingung, apakah misalnya kalau diterapkan jaman sekarang, kita membuat sebuah taman bacaan dan aktivitas serta konsentrasi kita sebagian besar disitu, sementara diluar itu kita mencari nafkah dan menyisihkannya untuk kemajuan taman baca itu.

Ataukah kita mencari nafkah, semaksimal mungkin, nah soal hasilnya untuk kegiatan sosial apa, ya itu dibagi-bagi, brel... brel... brel....

Beliau aktivis sosial yang mencoba mandiri, atau beliau orang mandiri yang berjiwa sosial?





12/12/11

Perjalanan 2011

Ini tahun ke-6 aku di Purwokerto. Tiga tahun pertama di kota ini adalah tahun-tahun yang membanggakan. Dan tiga tahun berikutnya adalah tahun yang senyap.

Di 2006 Koran Dinding, sebuah ide orisinil tapi membekas di banyak anak sekolahan terbit pertama kali dan selanjutnya kontinyu setiap bulan. Di Tahun 2007, SDTC berdiri, lembaga pelatihan pelajar pertama di kota ini, lagi-lagi karya orisinil. Di tahun 2008, ipoint yang waktu itu namanya masih SDCP berdiri, RT RW net pertama juga disini.

Lalu 2009 aku menyatakan vakum dari Semangat Donk, 2010 dan sampai sekarang. Tiga tahun bukan waktu yang sebentar, itu equivalen dengan waktu yang ditempuh seseorang untuk menyelesaikan program diploma normal. Tiga tahun adalah waktu yang kurang lebih sama, dengan waktu yang dilewati Muhammad muda naik turun Jabal Nur sampai akhirnya mendapat wahtu di Gua Hira. Waktu yang kurang lebih sama juga ketika umat Islam yang masih sedikit itu diboikot, embargo ekonomi di tahun-tahun awal kenabian.

Jadi, sekalipun 3 tahun ini tidak ada satu hal besar yang dibanggakan, tapi insyaallah, aku memastikan pada diri sendiri, bahwa waktu yang aku lewati itu tidak sia-sia belaka. Bukan jalan ditempat belaka.

Dan tahun 2011 pun sebentar lagi habis. Akan segera datang tahun yang digadang-gadang akan terjadi badai matahari nanti. Optimisme untuk kembali membuat pencapaian besar, bahkan lebih besar bertikel-tikel kali lipat ketimbang yang pernah kita capai dulu ada. Tunggu saja karya kita...

Selamat jalan 2011, semoga 365 harinya semuanya bernilai barokah, tidak satu haripun yang tidak.

Kaos seri inspirator bukan hanya dalam gagasan, value to reality lah. Di bulan-bulan ini kita gencar ber-event di beberapa tempat. Selain berjualan online di toko bagus. Search saja : kaos semangat donk
Hasil silaturahim dengan seorang kawan alumni UTHB 6, Ust Zainurrofieq namanya membuahkan beberapa perjalanan untuk belajar dunia umroh dan haji. Belum berhasil menyelenggarakan perjalalanan si, baru seminar nya saja waktu itu
 
Rame orderan plakat buat anak-anak KKN, dan orderan2 percetakan lainnya mulai berdatangan, perlahan tetapi pasti sebanding dengan bertambahnya jumlah relasi
Kumpulan anak-anak semangat donk, susah sekali sekarang, karena sudah dengan kesibukan dan kenganggurannya masing-masing
Mengamati sebuah konferensi (summit) di ibukota Jawa Tengah dengan mengikutinya, berharap bisa menyelenggarakan sendiri beberapa saat lagi. Bagus sekali acara semacam ini, agar anak muda tidak jumud, diam, manut saja diatur kampusnya sekalipun itu eksploitatif, persis kerbau dicucuk hidungnya
Setelah hanya berkomunikasi di dunia maya, akhirnya ketemu langsung dengan Mas Miko. Dan akhirnya kita sepakat mendirikan Banjoemas History & Heritage Community, dari Juni bahkan beberapa tahun yang lalu mas Miko sudah mulai riset, baru 11-11-11 komunitas itu diresmikan
Membentuk grup orkestra gamelan untuk pementasan wayang tiga jaman bernama Jamus Kalimasada. Yang mengasuh tidak baen-baen, Ki Dalang Subur Widadi, salah satu sesepuh budaya Banyumas yang kesohor. Sampai sekarang masih sering latihan dengan beberapa kali pementasan sudah sukses dilaksanakan.
Di Bulan ini juga lolos penyisihan Community Entrepreneur Challange-nya British Council. Belum menang, tapi networking yang didapat hedewh... mantep.
Rame gawean ini dan itu, ketambahan lagi sidang tugas akhir dan meyelesaikan urusan kampus, akhirnya STOP 10 hari menjelang Idul Fitri, ngadem dulu di Padepokan Budi Mulia, daerah Ngaglik, Jogja. Orang-orang hebat berdatangan disini, mantep tenan, tahun depan yang mau ngadem recomended untuk datang kesini lah.
Usai lebaran kesibukanku adalah lintang-lintung dengan sahabat terbaikku, Hilmy. Menjelajah dan meriset dunia gula. Semua pelaku gula dijabanin, dari Cilongok, Dukuhwaluh, Bojongsari sampai Kulonprogo di Jogja sana. Berharap awal tahun depan siap action

Jalan-jalan ke Bandung, serap inspirasi, study bandingi tata cara penyelenggaraannya. Banyak yang didapat di perjalanan sehari itu, apalagi ketambahan mampir ke Komunitas Hong. Saat ini, aku dkk sedang memvoluntiri TEDx Purwokerto.
Pemda Banyumas punya mbaranggawe, yang ditanggap BPPT pusat, bikin kompetisi Technopreneur yang enggak jelas juntrungannya sampai sekarang. Hadiahnya si menggiurkan, dapat pembinaan, kabarnya kalau dikonversi setara 100.000.000, ah tapi entah sampai sekarang bagaimana prosedurnya, tidak penting. Yang lebih penting aku kenal hampir 100 pengusaha inovatif dari Banyumas yang ide, mental dan sikapnya jos jos tenan.
Dan Desember ini adalah waktunya menyimpulkan dari 11 bulan perjalanan yang sudah aku lalui. Agar menjadi sebuah formula, bukannya cuma dijeprat-jepret dipasang didinding jadi kenangan belaka. Tapi semuanya jadi aset investatif untuk "sesuatu" yang tidak biasa di tahun yang baru. Tunggu karya kita, sambil terus doakan ya...

12/10/11

Karpet 7,5 Juta

Zaman sekarang, masjid sudah pada mewah-mewah. Ketika banyak orang masih beratap rumbia, halaman masjid sudah full kanopi 350.000/meter.

Jadi, untuk beberapa masjid memang sudah perlu disumbang, justru malah masjidlah yang harus menyumbang kepada orang.Kalau orang sudah disumbang, kan pekewuh, nah, nanti mau deh dia jadi jamaah masjid itu.

Kalau tahu masjid baik, masjid mau menyumbang, pasti kristenisasi tidak akan mempan. Tidak tergiurlah kalau cuma sama indomie dari para misionaris. Tapi kenyataannya, masjid itu angkuh. Mandi tidak boleh, tidur tidak boleh. Beberapa masjid sudah berubah, bukan lagi rumah Tuhan, tapi rumah takmir. Hobi sekali takmir membuat larangan ini dan itu.

Eh kemarin di sebuah Masjid di Jogja aku mendengar ceramah ustadz di sebuah pengajian ibu-ibu. "Ibu-ibu, mulai minggu depan kajian kita pindah ke masjid X. Di masjid X, lantainya belum pakai karpet. Jadi kalau ibu-ibu duduk 1 jam, bisa pada masuk angin. Karpet yang dibutuhkan itu 150 meter. Jadi dengan itungan harga 50.000/meter, masjid itu butuh dana pengadaan karpet 7.500.000... Amal jariyah ibu-ibu sekalian insyallah akan mengantarkan ibu-ibu ke surga."

Kira-kira begitu bunyi penutup ceramahnya. Nah, baikkah membeli karpet untuk masjid? Lihat kondisi dulu, kalau masih banyak orang yang butuh beras, butuh penghasilan, beli karpet sekalipun baik secara dimensi ke-sholeh-an, tapi belumlah baik secara dimensi ke-ihsan-an.

Mending si 7,5 juta itu diberikan pembekalan dan modal untuk kelompok masyarakat fakir, agar derajat ekonomi mereka meningkat. Jadi waktu mereka tidak habis untuk mengais rejeki, sampai tak punya waktu untuk ke masjid. Itu amal jariyah juga kan?

Pertanyaannya sekarang, diantara dua amal jariyah itu mana yang lebih prioritas? Mana yang harus dipilih agar memenuhi kaidah ihsan?jawabanku si yang kedua, membantu penghidupan sesama umat.

Mungkin akan ada yang membantah, "loh, tapi kan karpet juga penting, kalau ibu-ibu apalagi sudah nenek-nenek, duduk di lantai 1 jam bisa meriang semua nanti."

Ya gampang jawabannya... saat pengajian, jangan duduk. Berdiri saja dilantai. Buahahaha... Atau, pengumumannya diubah begini "Ibu-ibu, mulai minggu depan kajian kita pindah ke masjid X. Di masjid X, lantainya belum pakai karpet. Jadi kalau ibu-ibu duduk 1 jam, bisa pada masuk angin. Oleh karena itu, diharapkan ibu-ibu membawa sajadah dari rumah untuk alas duduk, kalau bisa yang tebal, kalau perlu dobel."





Arti Kepompong

Kemarin ke Merapi, Dusun Godang I tepatnya. Kali ini bukan review trip yang mau aku obrolkan, tapi satu obrolan sederhana bareng kawan-kawan disana sambil istirahat di depan koperasi.

"aku lah rak mudheng kuwi arti persahabatan bagai kepompong", celetuk seorang teman. Hm, iya juga ya, baru aku terpikir padahal dari dulu sering nyanyi. Persahabatan kok kepompong, kepompong kok persahabatan.

Dan begitulah obrolan berlangsung beberapa menit dengan banyak argumentasi-argumentasi. Obrolan akhirnya selesai, tanpa kesimpulan apa-apa.

Tapi, ada benarnya juga menurutku, persahabatan bagai kepompong. benarnya apa itu? benarnya adalah seperti kepompong yang melahirkan kupu-kupu, persahabatan juga bisa melahirkan cinta. ciee...

Contoh nyata adalah Arini & Azis, awalnya ya sahabat di Fosma, eh sekarang sudah mbojo dan hampir punya momongan. Contoh lainnya adalah inisial A dan U. Haha, karena ini belum tau kejelasan nasibnya, jadi pakai inisial saja dulu ya... dulunya sahabat lekat, eh kemudian menjadi cinta. prikitiuw...lah.

Ada juga, sepasang lagi kawan kita, ah tapi tidak mau sebut-sebut dulu ah. Tapi ya itu, witing tresno jalaran soko kulino.

Ketika seorang pernah bercurhat padaku, lalu aku dedes dengan sebuah pertanyaan. Karena kamu suka, dia jadi perhatian, apa karena dia perhatian jadi kamu suka? dia jawab, yang kedua mas... itulah sekali lagi witing tresno jalaran soko kulino.

Kalau masih bertanya-tanya siapakah gerangan jodohku nanti? coba di list daftar sahabat2mu yang kamu berikan perhatian sedemikian hari ini. Jangan-jangan satu diantara mereka. 


12/8/11

Gedung Agung

Kenapa ya istana negara yg diluar jakarta, gedung agung di jogja salah satunya, dibiarkan menganggur? Kenapa tidak difungsikan saja, utk tempat tinggal tunawisma, dhuafa atau anak2 terlantar...
mungkin akan menjawab : loh tidak bisa, itu akan menurunkan wibawa presiden.
eleh eleh eleh... Memangnya ketika kita punya 6 istana megah, tp sekian banyak orang tidur beralas kardus, itu tidak menurunkan wibawa? Jawab pak presiden????

12/7/11

Young Leader Summit 2011 : Membesarkan Anak Macan

ada satu statement dari Panji Pragiwaksono saat dia menjadi speaker di event TEDx Bandung bulan lalu, bahwa dalam program acara TV Provokatif Proaktif yang dia gagas, disana orang boleh bicara tentang politik secara subyektif sesuai pandangan dirinya. Ini dalam rangka mendobrak kemalasan anak muda jaman sekarang yang manja, enggan menginvestigasi, enggan berpikir karena selalu saja menerima informasi yang sudah dalam bentuk jadi.

Seperti postingan ini, ini bukan sebuah judgement, saya tidak menganjak siapapun untuk sekedar manggut-manggut atau geleng-geleng, tapi ayo gunakan kemampuan fikriyah kita untuk berpikir, menelusuri, menelaah dan selanjutnya menemukan insight.

Ini postingan tentang perhelatan nasional bertajuk YOUNG LEADER SUMMIT (YLS) yang diselenggarakan tempo hari 2-4 Desember 2011. YLS diprakarsai penyelenggaraannya oleh sebuah yayasan internasional yang didirikan oleh orang Korea dan berkantor pusat di New York Amerika Serikat, yakni Global Peace Festifal Foundation (GPFF) Indonesia. Acara ini diikuti oleh 200 pemimpin muda dari berbagai organisasi kampus, organisasi kepemudaan non kampus, komunitas dan LSM dari seluruh wilayah di Indonesia. Acara dilaksanakan di Vila Aryanti, Puncak, Bogor.

Bagi peserta dari luar Jabodetabek, tidak dikenai biaya sama sekali untuk ikut acara ini. Sedangkan bagi peserta dari Jabodetabek dikenai biaya 100.000 rupiah. Peserta yang mendaftar menurut pengumuman dari panitia sebanyak 700 orang, kemudian diseleksi sehingga hanya 200 orang saja yang dibolehkan ikut serta.

Setelah peserta dijemput di dua titik penjemputan, yakni Stasiun Gambir dan Soekarno Hatta Intl Airport, kemudian dilakukan pembagian kamar dan pengkondisian, dibukalah acara konferensi pemimpin muda tingkat nasional ini. Acara dibuka oleh Ibu Dr. Musdah Mulia, pengajar dari UIN Jakarta. Saya tidak tahu banyak tentang beliau saat beliau berpidato. Yang saya tangkap, beliau berpidato tentang perjuangan pemenuhan hak azasi manusia dan kesetaraan gender. Selidik punya selidik, Ibu Musdah ternyata mempunyai sepak terjang internasional, beliau mendapat previllage & penghargaan dari Amerika Serikat atas prestasinya sebagai tokoh Islam. Gagasan beliau diantaranya adalah tentang penghalalan kasus homoseksual & lesbian. Selengkapnya, silahkan googling sendiri.

Acara selanjutnya diisi oleh pembicara dari Korea. Oh iya, di awal sesi kita beberapa kali diajak menyanyi lagu "One Family Under God". Nah, di sesi pembicara dari Korea berulang-ulang dibahas tentang apa itu One Family Under God.

Yang berikutnya adalah materi dari Romo Magnis Susanto, materinya bagus, tentang pluralisme, bahwasanya sudah, kita perkuat keyakinan kita masing-masing. Yang menarik menurut saya adalah, ini audience kan sebagian besar muslim, kenapa narasumbernya seorang Romo, kenapa tidak ada Ustadz siapa begitu sehingga komposisinya bagus.

Ada dua pembicara dari Korea lainnya, yang kesemuanya pakai bahasa Inggris. Nah, satu lagi pembicara dari Malaysia. Pembicara dari Malaysia ini mengajarkan tentang bagaimana menjadi Sukarelawan. Oh iya, ada juga pembicara dari Indonesia yakni Ibu Zubaidah dari Paramadina, materi yang dibawakan adalah tentang Paradigma Baru Kepemimpinan. Saya kurang terlalu menangkap materi yang beliau sampaikan, paradigma yang lama salahnya dimana saja, seberapa penting harus diganti paradigma yang baru, paradigma yang baru itu seperti apa, kelebihannya dibanding paradigma lama apa, jaminan keberhasilannya apa kalau memakai paradigma yang baru. Selesai sesi saya mendapat informasi bahwa Ibu Zubaidah ini aktif dalam Jaringan Islam Liberal (JIL). Silahkan googling sendiri saja atau tanya kanan kiri OKE.

Ikut tampil sebagai pembicara adalah Anton Abdul Fatah, pemuda garut yang mendapat juara di E-Idea Competition yang dilaksanakan oleh British Council. Ini materi paling geeerrr mungkin, antusiasme peserta menyimak ulasan Kang Anton tentang proyek Agroforestynya menginspirasi banyak Audience.

Ikut hadir sebagai pembicara adalah Kang Goris Mustaqim. Kang Goris tertulis di proposal ikut sebagai stering comitee, tetapi anehnya saat diklarifikasi ternyata beliau hanya diundang sebagai narasumber saja. Padahal beberapa peserta tertarik datang karena melihat nama beliau ada dalam kepanitiaan.

Desas-desuspun beredar dalam acara ini, ada yang berbicara di dalam forum, ada yang berbicara diluar forum, ada yang menyampaikannya melalui jejaring sosial, ada yang sebatas mendiskusikannya diantara teman sekelompoknya tentang indikasi adanya kejanggalan disana-sini dalam penyelenggaraan acara ini yang diindikasi itu merupakan tanda adanya hidden agenda.

(1) Tidak dinyanyikannya lagu kebangsaan Indonesia Raya di awal maupun akhir acara, (2) narasumber yang dipilih didominasi oleh tokoh-tokoh liberal, (3) tidak jelas kesinambungan antar acara, (4) adanya acara dadakan Focus Group Discussion (FGD) setelah panitia melihat keresahan diantara peserta, (5) tidak adanya kesimpulan yang jelas di akhir acara, malah Goris Mustaqim yang menutup acara, bukannya tokoh dari Global Peace atau setidaknya Ibu Musdah Mulia kembali yang menutup (6) besarnya anggaran yang dihabiskan untuk acara ini hingga ratusan juta rupiah bahkan dari sumber yang tidak dapat disebutkan menyebut total dana mencapai 250 juta dan tidak ada goal besar yang ditonjolkan. Itu adalah diantara beberapa hal yang membuat desas-desus dan keresahan beredar. Semuanya itu diawali dari pernyataan oleh salah satu peserta yang menyatakan, "diantara kami, tidak ada persoalan dengan agama-agama, sumber konflik bukanlah perbedaan keyakinan terhadap Tuhan, tapi kenapa yang dibahas adalah isu-isu tentang Ketuhanan?".

Nah, inilah tanda, kemungkinannya dua : pertama, narasumber yang kebanyakan dari luar negeri tidak memahami persoalan Indonesia, jadi tidak solutif yang mereka sampaikan dengan membawakan materi kompromi ketuhanan dengan kredo "One Family Under God" nya. Kedua, ada penyusupan paham secara terselubung.

Ini semakin menarik, ketika seorang peserta menemukan daftar nama yang terlibat dalam konstelasi Jaringan Islam Liberal (JIL), dan ternyata orang2 yang diundang kebanyakan ada dalam daftar itu. Semakin mencengangkan ketika seorang peserta lainnya menemukan data keterkaitan antara Global Peace Foundation dengan sebuah sekte yang menguversalkan Tuhan di Amerika Serikat bernama Sun Myung Moon. Sun Myung Moon sendiri adalah tokoh dari Korea yang mengaku dirinya sebagai Mesiah, dan Global Peace didirkan oleh anak ketiga dari Pak Sun Myung Moon ini. Ingin tahu lebih lanjut, googling sendiri.

Saya jadi teringat kisah yang disampaikan oleh Caknun (Emha Ainun Najib) beberapa hari sebelum saya berangkat mengikuti YLS ini. Bahwa Caknun pernah diberi previllage sedemikian rupa oleh pemerintah Amerika Serikat untuk berbaur dan belajar di sekte ini. Namun, karena Caknun tidak terpengaruh dan tidak mau menjadi kepanjangan mereka, oleh karenanya dia dibuang dan tidak jadi dipakai untuk kepentingan mereka. Maka pantas saja Caknun sebagai agamawan dan budayawan yang sudah banyak menorehkan kiprah2 nyata dalam perdamaian antar suku maupun antar agama tidak pernah mendapat pengakuan dan penghargaan apa-apa dari Amerika Serikat.

YLS ini sendiri merupakan perhelatan pertama. sebelum-sebelumnya Global Peace concern mengadakan kegiatan Voluntering dan pelatihan-pelatihan menyusup ke sekolah-sekolah. Melalui event YLS ini mungkin tujuan awal mereka adalah untuk membangun simpul-simpul kepanjangan tangan mereka di seluruh Indonesia. Nyatanya, peserta yang lolos dan ikut YLS terseleksi secara kecerdasan dan kapabilitas mereka, sehingga, mereka tidak terpengaruh oleh materi-materi dan pilihan narasumber yang doktrinatif dari Global Peace ini.

Walhasil, mereka seperti membesarkan anak macan dengan YLS ini. Saya dan 199 pemimpin muda dari berbagai daerah lainnya yang sebelumnya hanya tahu Global Peace adalah NGO yang bergerak memperjuangkan perdamaian dunia (Tapi kok aneh, tidak membahas apa-apa tentang upaya perdamaian Israel dan Palestina), ternyata memiliki keterkaitan dengan JIL dan Sun Myung Moon, sekte sesat dari Korea itu.

Yang tadinya diharapkan peserta yang 200 dari berbagai penjuru itu akan menjadi musang piaraan mereka, kini menjadi macan yang siap memantau setiap gerak-gerik Global Peace di Indonesia dan siap menerkam kalau gerakannya sampai macam-macam.

Maka, keuntungan terbesar dari keikutsertaan dari YLS adalah networking. Oleh karenanya, baiknya semua peserta yang ikut dalam acara kemarin melakukan dua hal : (1) Menjaga networking antar peserta, tidak peduli beda suku, beda agama, semuanya bersatu padu untuk Indonesia yang lebih baik dan ke (2) Informasikan setiap mendengar berita tentang program-program global peace, kalau program itu baik, kita dukung. kalau program itu meragukan, kita investigasi. kalau program itu merusak, kita TERKAM.

Rizky Dwi Rahmawan

11/29/11

Banyumas Wanna Be

Si Uchas itu katanya pengen ganti KTP jadi KTP Banyumas. Si Ita, seneng banget pake logat Banyumasan. Si Puput suka banget makan mendoan, makanan khas Banyumas (pantesan ndut...).

Banyak hal menarik disini, salah satunya adalah view puncak Slamet yang setiap pagi bisa ditatap dari Purwokerto*.

Ya, bersyukur sekali aku, bisa jadi murid gendingannya Pak Subur Widadi, berkesempatan bareng2 mas Jatmiko W mengendus2 dan mendokumentasikan history & heritage Banyumas. Diberi waktu sebulan sekali berdiskusi dengan Pak Ahmad Tohari. Ketemu moment kenalan dengan Pak Titut dan Mas Riyanto, seniman Cowongan dan seniman Lengger yang sudah melanglangbuwana ke luar negeri.

Bisa ngubek-ubek pengusaha2 muda Banyumas dan sekitarnya di dalam toples komunitas bernama EU. Kemarin ndilalahi ada kesempatan bergabung bersama dulur2 inovatif di Banyumas Technopreneur Camp yang orang2nya pada berkualitas.


Ya, ini si sekedar gendu2 rasa saja

@LPPM Unsoed


*kalau tidak kabut/mendung


antara TEDx & Khotbah Jumat


Diam-diam belakangan aku sedang mencurigai TEDx... hm, jangan2 dia mencontek khotbah jumat. Secara waktu, TEDx 18 menit tidak boleh lebih tidak boleh kurang. Khotbah jumat juga kurang lebihnya segitu kan lamanya?

Khotbah jumat, yang diwanti-wanti kepada para khotib adalah harus berwasiat Taqwa. kalau TEDx, x nya itu artinya independent. jadi ya harus yang bebas, umum, macam pesan taqwa itu. Tidak boleh ada kecenderungan politis bahkan ekonomi sekalipun.

barusan baca di twitter, bahwa TEDx berbangga diri sudah terselenggara di 60 negara. Event2nya kan free. Lah, khotbah jumat sudah terselenggara di berapa ratus negara tuh? Free juga. malah seminggu sekali.

kenapa kita tidak bangga dengan khotbah jumat?

Map ini sepaket mas!

Samsat sudah berbenah. Dulu samsat adalah kantor yang sangat kumuh secara moral dimata banyak orang, panjang antriannya, mbesengut2 petugasnya dan lah pokoknya mbebehi pisan. Untung bayar pajak setahun cuma sekali, coba kalau sebulan sekali, kayaknya mending nggak punya motor deh daripada harus sering2 berurusan dengan kantor yang satu itu : Samsat.

Ada fenomena yang menarik di Samsat dulu, kalau mau bayar pajak, harus fotokopi dan beli stopmap. fotokopi dua lembar + map 1 buah, harganya 3.000. padahal aku tau persis harga kulakan stopmap adalah 325 perak dan fotokopi dua lembar adalah 250 perak waktu itu. ya, biaya yang dibebankan kepada calon pembayar pajak adalah 520% terhadap nilai intrinsik benda yang ia bayar aslinya.

Mau tidak mau ya harus beli, karena katanya itu persyaratan yang sudah sepaket. kalau tidak beli, itu artinya melanggar kesepakatan awal dulu dan bisa menyebabkan tidak berjalannya program dengan baik. aku pikir, kesepakatan awal  yang mana? kesepakatan waktu awal Indonesia merdeka apa?

Tapi Samsat sudah berbenah, beberapa menit saja mengurus, selesai. malah sudah ada samsat drive thru. Kejadian serupa map justru terjadi di kampusku. mahasiwa diwajibkan beli atribut wisuda dan harus menghadiri prosesi wisuda itu.. astagfirullohalazim, aduh, ikut prosesi sedekah laut saja aku takut musyrik, eh ini ada prosesi beda lagi ciptaan manusia modern.

kalau tidak ikut wisuda pun, tetap wajib bayar. alasannya ya itu, sudah kesepakatan awal dan ini sudah merupakan biaya sepaket, aku pikir awal yang mana ya?

aku yang bodoh ini bisa lah menghitung-hitung, berapa sebetulnya biaya intrinsik penyelenggaraan sebuah prosesi setengah hari di gedung Bank Jateng berikut biaya undangan dan atribut yang akan didapatkan peserta. Ah, jauh sekali biaya yang dijatuhkan kepada mahasiswa ketimbang biaya intrinsiknya.

berjualan map dengan meninggikan harga dan kemudian memaksa atas nama prosedur adalah sebuah intimidasi. Mempertahankan kebijaksanaan yang merugikan mahasiswa dengan dalih demi lancarnya program atau dalih sudah disepakati di awal atau dalih kalau tidak bayar akan diculik Nyai Blorong adalah sebuah kebijakan intimidatif.

seperti halnya kejadian di SMA dulu kepala sekolah menaikkan SPP secara siginifikan tanpa penjelasan rincian biaya dan penyebabnya dan aku menjadi salah satu penggerak demo dengan bergerilya mengumpulkan tanda tangan hingga akhirnya berhasil, sampai-sampai kepsek memutuskan ada rapat BP3 susulan, maka kali inipun aku tidak akan tinggal diam.

Sampai ke meja redaksi, atau meja hijau sekalipun, ini adalah persoalan intimidasi + pembodohan.

lupa itu tidak bisa disalahkan

lupa itu tidak bisa disalahkan, bahkan lupa meniduri istri orang juga tidak bisa disalahkan. tapi kan ya kebangetan to... begitu kira2 kata Gus Tanto, Jogja.

lupa memang tidak bisa disalahkan, tapi hati kita yang paling tahu yang paling bisa jujur... kita lupa karena :
1. kita tidak mementingkankah?
2. karena ada satu kepentingankah?
3. karena kita tidak maksimal dalam menyusun perencanaankah?
4. dll..

lupa memang tidak bisa disalahkan, tapi tidak mementingkan, itu adalah jelas satu kesalahan. begitu juga lain-lainnya...

tidak usah disuruh, minta maaflah, ketika dibalik lupamu ada udang, dibalik batumu ada alasan keteledoran, kepentingan pribadi atau kebodohan diri



ditunjukkan lebih dini

bahwa seseorang yang aku sukai memilih yang lain. its fair.. tapi remuk, yo remuk.. memang begitu adanya. Tapi sepersekian hari berlalu perasaan itu hilang. karena apa coba? karena membuka facebook dan melihat dia saling menaut status "in relationship with"... lalu ganti photo profil samaan...

langsung saja yang terucap, terima kasih Tuhan, selama ini persepsiku tentang dia keliru... ditunjukkan lebih dini aku, itu lebih baik.. dan akupun menghela nafas lebih lembut

11/28/11

Tabligh

Semasa sekolah dulu, aku diajari empat sifat teladan Nabi SAW. Salah satunya adalah tabligh... apa yang aku tangkap dari yang dijelaskan oleh guru agamaku waktu adalah pribadi tabligh adalah dia yang bisa menjadi mubaligh, bisa menyampaikan dalil-dalil, bisa berceramah.

Menarik, pemahaman yang disampaikan oleh Syafiie Antonio tentang Tabligh. Tabligh kata beliau adalah kemampuan mengkomunikasikan visi. Iya, ini lebih bisa aku terima. Terlebih setelah mendengar kata Cak Nun, Nabi dan para Sahabat itu bukan tukang ceramah, mereka lebih menjalankan kegiatan dakwah sebagai tempat bertanya. Sangat berkebalikan dengan kontes Dai jaman sekarang.

Menyampaikan Visi adalah kemampuan yang tidak mudah untuk bisa dimiliki seseorang. Dan arti penting dari kemampuan ini adalah sangat luar biasa. Tiga tahun yang lalu, takdir zaman menegurku, menjustice bahwa aku belum memiliki sifat tabligh.

Sedari awal semangat donk sebagai komunitas berdiskusi dan bertindak untuk satu visi, kuat sebagai privat-sector. Tapi pada kenyataannya setelah berjalan lebih kurang tiga tahun, eh, ternyata masih saja ada yang belum memahami itu, bersikeras memprotesku dengan membawa kerangka berpikir, komunitas ini adalah komunitas third-sector.

Walhasil roda kegiatan tidak berjalan, dan aku memilih vakum waktu itu tahun 2009. Sampai sekarang, tiga tahun lamanya semangatdonk tidak lagi pernah menunjukkan apa-apa. Hidup tidak, mati juga tidak. Sayang sekali, potensi yang begitu besar menjadi koma seperti ini, hanya karena ketiadaan tabligh.


11/27/11

Selamat Tinggal Tahun Foreplay

Seribu empat ratus tiga puluh dua hijriyah sudah berakhir kemarin. Ini sudah tahun yang baru. Tahun yang digadang-gadang setiap orang mengangkut harapan-harapan baru.

Harus ada perubahan, tidak boleh sama dengan tahun kemarin. Begitulah seharusnya action dan cara berpikir kita. Tahun kemarin aku banyak main-main, dan memain-mainkan banyak hal. Ini dicicipi, itu dijamahi, ono diendus-endus, unu di gerayangi dan seterusnya.

Hariku penuh, agendaku padat, sampai jam tidur datang saja selalu saja ada to do list yang belum dicoret, tanda ada pekerjaan yang belum selesai. Ya, aku melakukan banyak hal, tapi tidak terarah. Dan itu terjadi bukan sehari, dua hari, tapi setahun, dua tahun bahkan tiga tahun. Bayangkan saja foreplay kok tiga tahun, tidak juga penetrasi, keasyikan menjamahi setiap yang terlihat menarik.

Moment 1 Sura ini, moment 1 Muharram ini, seharusnya sudah tidak lagi memperlama foreplay, saatnya penetrasi. Saatnya masuk, dengan jelas memasuki bidang tertentu, tanpa mengikat diri sehingga tidak bisa mengerjakan hal2 yang kita senangi & ingini lagi

11/23/11

Lowongan gaji

Barusan lihat tempelan di sebuah pengumuman, sebuah iklan web penyedia info lowongan kerja menyebut : +- 10.000 lowongan kerja ada di sini.

Lowongan kerja?aku ingat dulu pernah membuka lowongan untuk perusahaanku, puluhan yg mendaftar, puluhan juga yang datang interview. Lalu, aku persyaratkan begini, nanti yg lolos seleksi interview, wajib ikut semacam Job Training yang aku selenggarakan. Gratis.

Elah dalah, dari sekian puluh itu, yang datang cuma 2 orang. Aku jadi bertanya2. Mereka itu cari pekerjaan atau cari gaji si? Dilatih sedikit aja tidak mau. Lah terus mau setor kontribusi apa?

Mungkin, halah bodo amat, yang ptg gue terima gaji.

Jadi tepatnya memang lowongan gaji, bukan lowongan pekerjaan, mungkin. Karena kalau cuma pekerjaan, dimana2 mah banyak. Tapi siapa yang melirik pekerjaan yang uangnya tidak jelas. Apalagi yang jelas2 tidak ada uangnya :p

Sent using a Nokia mobile phone

11/21/11

Aa Gym v.s. Serial Dai Idol

Beberapa waktu yang lalu heboh tentang Aa Gym. Sampai ada salah satu program talkshow televisi yang berhasil mengundang Aa Gym dan anaknya untuk bertutur tentang gonjang-ganjing popularitas dai idola Indonesia waktu itu. Bagi banyak orang mungkin Aa Gym pantas dicela, tapi dimataku, melalui tayangan itu, Aa berhasil menjadi pahlawan untuk kali kedua.

Di kali pertama sekitar 10 tahun yang lalu, Aa Gym berhasil menjadi pahlawan bagi keterpinggirkannya dai dan pesantren. Dai waktu itu dicitrakan sebagai orang pinggiran, kumuh, tahunya hanya ilmu agama, tidak menjadi solusi bagi zaman dan seterusnya. Tapi Aa Gym membuat revolusi dan berhasil menunjukkan pada dunia bahwa Dai itu bisa keren loh, bisa naik helikopter loh, bisa naik motor gedhe loh, bisa berkuda loh, bukan cuma bisa ngaji dan mendalil-dalil. Citra dai berhasil didekonstruksi oleh Aa Gym menjadi lebih positif saat itu.

Bukan hanya itu, Pesantren Daarut Tauhid yang aku mendapat cerita dari Aa Deda, adik kandung Aa Gym bahwa membangunnya itu tidak mudah, banyak pertentangan disana-sini, akhirnya bisa berhasil besar dan memperkenalkan pada dunia tentang konsep pesantren yang mandiri berbasis entrepreneur. Pesantren bukan hanya identik dengan kitab kuning dan arab gundul, pesantren bisa juga mengiringi kemajuan zaman, itulah satu keberhasilan Daarut Tauhid yang harus dicatat dalam sejarah.

Setelah sepuluh tahun berlalu, masyarakat menjadi semakin cerdas. Pencerdas masyarakat itu tentu saja diantaranya adalah Aa Gym dan Daarut Tauhid itu sendiri. Karena sudah merasa cerdas, beberapa diantara mereka mencerca bahkan menghujat, mencap Aa Gym sebagai Dai Narsis dan Daarut Tauhid sebagai pesantren komersil alias mata duitan.

Ya, itu sudah "lakuning zaman", persis kasus Ary Ginanjar, ketika sepuluh tahun yang lalu masyarakat begitu rasional, lalu dibuatkan jembatan untuk bisa mencapai spiritualitas dari jiwa yang begitu rasional dengan metode ESQ, setelah masyarakat sampai pada kondisi spiritual yang diharapkan, eh balasannya malah mencela jembatan yang Ary Ginanjar buat itu. ESQ tangan kapitalis, ESQ penuh nuansa hipnosis, ESQ ambisius dan seterusnya.

Harus diakui memang kalau bangsa kita ini memang bangsa yang kurang bisa berterima kasih. Kepada yang menolong, setelah berhasil tertolong, bukannya mengucapkan terima kasih, malah ditendang dengan sok suci dan sok pandainya.

Kembali ke Aa Gym. Kepahlawanan kedua yang aku maksud dari Aa Gym adalah kerendahhatiannya saat mengatakan bahwa "saya bertaubat". Ya, Aa Gym bertaubat, bahwasannya dia merasa berdosa dulu, tiap ceramah, niatnya ingin keren, ingin membuat senang yang mendengar, tetapi saat ini, fokusnya kalau ceramah adalah ingin baik, ingin disukai Allah bukannya disukai pendengar.

Luar biasa sekali, Aa bertaubat sebegitu sungguh-sungguh, tidak malu menyampaikannya dimuka umum. Dan nada taubatnya itu seolah-olah Aa sedang mentaubati dosa yang sangat besar, ya mungkin setara dosa merampok uang Century. Padahal, apakah kesalahan Aa sebesar itu? Bahkan, bisa jadi yang Aa lakukan saat itu bukan dosa, karena ke-keren-an dalam dakwah yang ia tampilkan 10 tahun yang lalu memang cocok sesuai kondisi masyarakat saat itu.

Itulah kerendahhatian Aa Gym, untuk hal yang belum tentu sebuah dosa saja ia berani bertaubat dengan serius, dimuka umum pula tanpa memikirkan malu.

Eh lah sekarang ada program televisi, yang isinya adalah keren-kerenan berdakwah. Pesertanya lulusan-lulusan pesantren yang masih seumuran denganku. Ini membingungkan, sebenarnya perlu tidak si keren-kerean menjadi Dai? Orang Aa Gym yang sudah senior puluhan tahun berdakwah saja men-taubat-i perilakunya yang berniat berdakwah ingin keren dimata pendengar.

Cukup atuh, keren dimata Allah saja betul tidak?... halooo.... *Kangen style Aa Gym

11/19/11

Dukun Ronggeng & Wisuda Organizer


Dukun di jaman modern berubah nama menjadi organizer. Kata dukun sendiri dieliminir sedemikian rupa sampai-sampai baunya 'mistik abiz' kata itu. Dukun adalah syirik, klenik, tidak ilmiah, berteman dengan jin dan seterusnya. Padahal dukun, dukun bayi misalnya adalah orang yang memiliki pengetahuan komprehensif di sebuah wilayah pada masanya dalam hal penanganan kelahiran dan perawatan bayi yang baru lahir, ia lebih cerdas, jauh lebih cerdas ketimbang dokter kandungan yang dikit-dikit sesar, dikit dikit sesar.

Dan cerita kali ini adalah tentang kisah dukun ronggeng. Inspiring dari film Sang Penari, dukun ronggeng di film itu diperankan oleh Slamet Raharjo idolaku. Haha, senang sekali menonton si mbah yang biasa bersama arswendo di TVRI itu berakting dengan bahasa ngapak khasnya orang Banyumas.

Di film itu, dukun ronggeng memiliki otoritas penuh untuk membaiat seorang gadis itu menjadi ronggeng. Mau pandai dan cantik seperti apapun, kalau oleh si dukun tidak dibaiat ya tidak ada orang sekampung yang mengakui bahwa dirinya adalah penari ronggeng.


Penari ronggeng pada zaman yang dikisahkan di film itu memiliki kedudukan yang begitu tinggi, saking tingginya bahkan istri-istri di kampung itu akan senang sekali kalau suaminya dikalungi selendang oleh nyai ronggeng dan akhirnya berkesempatan meniduri si nyai ronggeng itu.

Kepercayaan yang begitu itulah yang akhirnya menjadi celah bagi dukun ronggeng untuk mendapatkan keuntungan. Laki-laki dari seantero dukuh bahkan dari luar pedukukan datang ke rumah dukun ronggeng, rumah dimana penari ronggeng di-openi. Agar oleh dukun ronggeng diijinkan meniduri nyai ronggeng, para lelaki itu membawa aneka rupa upeti, kerbau, kambing, ringgit emas sampai sekedar sepasang sendal sebagai mahar.

Begitulah, tradisi masyarakat yang meninggikan arti penari ronggeng dan penari ronggeng itu sendiri dijadikan komoditas untuk memperoleh profit bagi orang yang ndilalah-nya dipercaya sebagai dukun ronggeng.

Sekarang keseninan ronggeng sudah nyaris punah, sudah seperti pertunjukan setara ngamenan belaka. Tidak ada lagi istri yang senang kalau suaminya mendapat kesempatan meniduri penari ronggeng. dukun ronggenpun bukan lagi menjadi profesi yang menjadi incaran.

Sekarang zamannya orang mengincar jabatan di kampus-kampus. Yang setahun sekali, dua kali hingga empat kali dilakukan sebuah prosesi seremoni, ya semacam nglarung sesaji, atau semacam grebeg di kraton, prosesi itu namanya adalah "wisuda".

Orang zaman ini meyakini kalau anaknya memakai toga, lalu kuncirnya digeser oleh rektornya dari sebelah kiri ke sebelah kanan, itu artinya luar biasa, ya mungkin sama luarbiasanya dengan perasaan istri yang suaminya berkesempatan meniduri penari ronggeng setengah abad yang lalu.

Dan untuk prosesi penggeseran kuncir toga itu, orang dipaksa membayar sampai 1 juta besarnya. Hampir setara dengan satu ekor kambing. Tapi tentu saja tidak ada yang mendaftar wisuda dengan mnyumbang sepasang sandal seperti yang dibawa ke dukun ronggeng di masa lalu.

Lalu siapa yang diuntungkan dari keyakinan masyarakat terhadap wisuda itu? Tidak lain, ya wisuda organizer. Kalau yang menjadi organizer itu kampus itu sendiri, ya tinggal dihitung, tarif ikut wisuda berapa?fasilitas yang didapatkan berapa?BEP kalau peserta wisuda berapa? lalu untungnya dibagi kemana saja.

Aku percaya, akan datang zaman dimana orang gerah dengan segala rupa prosesi, dari wisuda sampai peresmian ini dan itu yang hobi banget dilakukan tiap hari oleh para pejabat. Dan dimasa itu, wisuda organizer tidak lagi menjadi posisi yang diburu-buru oleh orang.

Sebagai saat itu segera datang. Kasihan, orang sekolah untuk pandai, bukan untuk dibodohi.

11/18/11

Kepraktrisan

Satu hal yang dicari oleh orang modern adalah kepraktisan. Aku terpikir tadi, sudah ada kulkas, kenapa juga masih ada dispenser yang ada tombol 'cold' nya.

Bukannya kalau mau dingin, tinggal air putih ditaruh di kulkas, kalau mau minum tinggal ambil itu. Tapi tidak, itu tidak praktis. Praktis itu kalau di satu tempat, mau panas, biasa dan dingin ada. Bukannya panas disitu dan dingin disono.

Seiring dengan pertumbuhan internet dan pesatnya industri mie instant, syaraf kita juga terbombardir habis2an, sampai sebegitu lebay nya menentukan standar kepraktisan. Sistem didalam otak kita menjadi bgitu manja.

Tidak lagi ada air gogok, tidak lagi ada nggodog wedang (nggodog banyu menjadi wedang).

Sent using a Nokia mobile phone

Enam Bersaudara

Di atas kereta tadi pagi, aku duduk dikelilingi sepasang suami istri, keluarga taat agama, istrinya bercadar, suaimanya berjenggot, anaknya 6 dibawa semua.

Anak ke-6 masih bayi, belum ada setahun.
anak ke-5 umur sekitar 2 tahun, laki2.
Anak ke-4 perempuan, sekitar 4 tahunan.
anak ke-3 laki2, sekitar umur 6 tahunan
anak ke-2 umur smp, laki2
Dan anak ke-1 entah umur berapa, perempuan.

Hedew, rendel bener ini keluarga, pikirku. Suami istri asli jogja itu tampak ramah, ya tidak ekstrim seperti fpi, dan anak2nya juga nakal normal, tidak terlalu bikin riweh orangtua.

Ada dua hal yang menarik dlam pemandangan tadi mnurutku. Pertama : anak2nya bgitu akur, yang gedhe menggendong yang kecil, kakak menyuapi adik, si kecil dicium2i oleh kakaknya yang belum gedhe... Wealah, nampknya mereka begitu ramai, tidak kesepian, tidak kekurangan teman.

Kedua, kalau tidak slah, mereka tidak disekolahkan, mereka dididik langsung orangtua dan pesantren, agar ilmu agama mereka nomor satu. Haha, pantas saja tidak tkut punya anak banyak, tidak mikir spp & uang gedung si... Haha

semoga barokah Allah menyelimuti mereka skeluarga


Sent using a Nokia mobile phone

11/13/11

Sepuluh Orang Indonesia yang Sukses Tanpa Ijasah. 10 tok?Ya Enggak Lah..

1. Andy F. Noya
[Image: 2010_01_09_12_17_30_afn.jpg]
PimRed Metro TV ini belum lulus sarjana… Satu hal yang menarik, Andy sebenarnya adalah orang teknik. Sejak lulus SD Sang Timur di Malang, Jawa Timur, pria kelahiran Surabaya ini sekolah di Sekolah Teknik Jayapura lalu melanjutkan ke STM Jayapura. “Tetapi sejak kecil saya merasa jatuh cinta pada dunia tulis menulis. Kemampuan menggambar kartun dan karikatur semakin membuat saya memilih dunia tulis menulis sebagai jalan hidup saya,” tutur Andy.
2. Adam Malik
[Image: adam-malik-majalah-life.jpg]
Ternyata orang yg dikabarkan Agen CIA ini ternyata gak pernah ngenyam bangku sekolah.
3. M. H. Ainun Najib
[Image: IMG-1533.JPG?et=d1PR3h6rl%2Bj6rJJiCzRV9w...=119629704]Emha Ainun Nadjib hanya tiga bulan kuliah, Pendidikan formalnya hanya berakhir di Semester 1 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM). Sebelumnya dia pernah ‘diusir’ dari Pondok Modern Gontor Ponorogo karena melakukan ‘demo’ melawan pemerintah pada pertengahan tahun ketiga studinya, kemudian pindah ke Yogya dan tamat SMA Muhammadiyah I. Selebihnya Beliau jadi pengembara ilmu di luar sekolah hingga dia bisa jadi manusia dengan bermacam sebutan (multifungsi).
4. Abdullah Gymnastiar
[Image: 8858_aa_gym_doknova.jpg]
kiai yang kmarin2 ini santer dengan kasus poligaminya,ternyata sukses menjadi kiai dan wirausahawan (pengusah besar) tanpa ijazah. Walaupun sudah lulus, tapi dikabarkan sampai saat ini blm mengambil ijazahnya.
5. Ajip Rosidi
[Image: ajip+rosidi2.jpg]
Dia menolak ikut ujian akhir SMA karena waktu itu beredar kabar bocornya soal-soal ujian. Dia berkesimpulan bahwa banyak orang menggantungkan hidupnya kepada ijazah. “Saya tidak jadi ikut ujian, karena ingin membuktikan bisa hidup tanpa ijazah”. Dan itu dibuktikan dengan terus menulis, membaca dan menabung buku sampai ribuan jumlahnya. Walhasil sampai pensiun sebagai guru besar tamu di Jepang, Dia yang tidak punya ijazah SMA , pada usia 29 th diangkat sebagai dosen luar biasa Fakultas Sastra Univ. Padjadjaran. Lalu jadi Direktur Penerbit Dunia Pustaka Jaya, Ketua Ikapi Pusat, Ketua DKJ dan akhirnya pada usia 43 tahun menjadi profesor tamu di Jepang sampai pensiun.
Berikut Sejarah Pendidikan Beliau :
* Sekolah Rakyat 6 tah di Jatiwangi (1950)
* Sekolah Menengah Pertama Negeri VIII Jakarta (1953)
* Taman Madya, Taman Siswa Jakarta (1956, tidak tamat)
6. Bob Sadino
[Image: bob-sadino.jpg]
Bob Sadino lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 th mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan. Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia dan tidak melanjutkan kuliah. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 t. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.
Pada th 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.
7. Andrie Wongso
[Image: andriewongso.jpg]
Anak ke 2 dari 3 bersaudara ini terlahir dari sebuah keluarga miskin di kota Malang. Di usia 11 th (kelas 6 SD), terpaksa harus berhenti bersekolah karena sekolah mandarin tempat andrie kecil bersekolah ditutup. Maka SDTT, Sekolah Dasar Tidak Tamat, adalah gelar yang disandangnya saat ini. Masa kecil hingga remajanya pun kemudian dilalui dengan membantu orang tuanya membuat dan berkeliling berjualan kue ke toko-toko dan pasar.
8. Purdi E Chandra
[Image: purdie-e-chandra.jpg]
Sosok Purdi E. Chandra kini dikenal sebagai pengusaha yang sukses. Lembaga Bimbingan Belajar (Bimbel) Primagama yang didirikannya bahkan masuk MURI lantaran memiliki 181 cabang di 96 kota besar di Indonesia dengan 100 rb siswa tiap th.
Bukan suatu kebetulan jika pengusaha sukses identik dengan kenekatan mereka untuk berhenti sekolah atau kuliah. Seorang pengusaha sukses tidak ditentukan gelar sama sekali. Inilah yang dipercaya Purdi ketika baru membangun usahanya.
Kuliah di 4 jurusan yang berbeda, Psikologi, Elektro, Sastra Inggris dan Farmasi di Universitas Gajah Mada (UGM) dan IKIP Yogya membuktikan kecemerlangan otak Purdi. Hanya saja ia merasa tidak mendapatkan apa2 dengan pola kuliah yang menurutnya membosankan. Ia yakin, gagal meraih gelar sarjana bukan berarti gagal meraih cita-cita. Purdi muda yang penuh cita2 dan idealisme ini pun nekad meninggalkan bangku kuliah dan mulai serius untuk berbisnis.
Kini kabarnya sekarang sudah ada lebih dari 500 cabang Primagama di seluruh Indonesia.
9. Hendy Setiono
[Image: HENDY%20SETIONO%201.jpg]
Hendy Setiono (kebab Baba Rafi) mengawali usaha tahun 2003 di Surabaya. Modalnya hanya Rp 10 jt atau sebuah gerobak burger. Kini bisnisnya berkembang pesat dengan menu makanan utama kebab serta santapan ala koboi (burger serta hotdog). Jumlah cabangnya setiap tahun terus bertambah. Terakhir, terdapat 140 outlet tersebar di 25 kota, antara lain Batam, Bali, Bandung, Banjarmasin, Malang, Gresik, Jember, Kediri, Lampung, Padang, Malang, Makasar, Medan, Pasuruan, Pekan Baru, Karawang, Surabaya, Sukabumi, Semarang, Sidoarjo, Tasikmalaya, Jogjakarta, dan Jakarta.
10. Buya Hamka
[Image: buya-hamka.jpg]
HAMKA (1908-1981), adalah akronim kepada nama sebenar Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah. Ia adalah seorang ulama, aktivis politik dan penulis Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara.
Hamka mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau sehingga kelas dua. Ketika usia HAMKA mencapai 10 th, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto dan Ki Bagus Hadikusumo.

---

dari sini

Borongan Silaturahim

Hari ini :
1. Jam 6:35 ke rumah Adhe, ketemu Bapaknya juga
2. Jam7:13 ke rumah Pa Ahmad Tohari
3. Jam 10:30 kondangan ke Ciroyom, resepsinya Eka Triana. Bisa silaturahim dengan Yukha juga, teman yang ketemunya pas Reunian saja
4. Ba'da Sholat Dzuhur sampai jelang Adzan Ashar ke rumah Karyanto, ngobrol panjang lebar dengan Bapaknya juga
5. Jam 19.00 ke Mas Sofan pengusaha batu bata di Pliken, sekitar satu jam ada disana
6. Bersambung setengah jam an di Mas Amir pengusaha aneka rupa usaha di Kalibago
7. Dilanjut ke Pak Budhi Gethuk di Sokaraja, disini juga satu jam lagi
Ditutup dengan silaturahim ke angkringan Om John, seremoni penutupan ditandai dengan pemakanan 5 tusuk sate usus pada jam 22:44.

Sudah silaturahim borongan segini banyak dalam sehari, mosok iya, nggak dilapangkan rejekinya.


11/12/11

Sejarah BHHC Dimulai Hari ini.

Kayaknya asik nih kalau punya tempat kerja, konsepnya museum. situs Banjoemas.com itu benar-benar keren, genuine dan wah, sayang pokoknya kalau nggak optimal persebarannya. Oleh karena itu, oleh-oleh kumpulan 11-11-11 tadi di Frescho Cafe dalam rangka peresmian Banjoemas Heritage & History Community (BHHC) adalah satu unek-unek, eh bukan satu, tapi beberapa.

Sejarah BHHC sudah dimulai sejak diresmikan tadi. Agar tidak hilang, unek-unekku yang siapa tahu nanti akan menjadi bagian dari sejarah yang akan diukir BHCC, sementara aku catat doank dulu ya disini :

1. Karena akhir tahun banyak perusahaan dan instansi bingung membuang dana, kita manfaatkan mereka untuk mendanai kegiatan Banjoemas Heritage & History Festival. Didalamnya ada pemajangan timeline sejarah Banyumas sepanjang 2 x100 meter, ada Talkshow bareng mas Miko sang pioner BHHC, ada pesta souvenir, dan lain-lain diramai-ramaikan saja.

2. Kalau jadi mau buka Gerai Dinar, nanti rukonya dikonsep Banjoemas museum. Dan disediakan meeting room bertema Banjoemas Heritage & History. Ini akan mengalahkan konsep museum BRI nih, dan pastinya, selain untuk usaha, juga bisa jadi pusat pelatihan dan situs tujuan wisata nih. Museum kecil-kecilan macam Ullen Sentalu tapi ya amatiran lah.

Dua saja, aku tulis di blog mimpi ini. Dan aku bawa tidur ke dalam mimpi ya, biar bangun-bangun, semangat menulis konsep detail dan proposalnya.




11/11/11

Dipikir malah jadi susah

Jualan gula, nira nya lagi susah. Baru musim kemarau si. Jualan percetakan, pemainnya udah bejubel. Nggak gampang ekspan pasar. Jualan asuransi, haduh, beraat. Kudu presentasi dan home visit berkali-kali.

Jadi pegawai negeri. Ipk nggak memenuhi. Jadi karyawan, aduh, nggak kebayang streesnya pergi pagi, pulang malam sore 35 tahun.

Jadi penceramah, syin shod nya belum jadi. Mau jadi rahib, menyepi di atas bukit, masih ada hasrat menjadi rohmat sekalian alam.

Jadi tokoh publik, belum punya karya besar. Pergi keluar negeri, tidak bisa bahasa inggris dengan lanyah.

Ouh, sepertinya naas sekali si hidup, kalau dipandang dengan sudut pandang seperti di atas?

Sent using a Nokia mobile phone

11/10/11

Ati Segoro

Sekarang2 ini, aku lebih punya rasa takut ketika akan menyalahkan orang. Karena aku mengalami secara empirik, betapa tidak enaknya disalahkan. Menyalahkan itu adalah cara terjelek lah, karena lebih banyak dampak destruktifnya, ketimbang imbas memperdayakannya.

Kalau ditidakadili, wis ngalah saja. Kalau orang lain mau menang sendiri, wis, diam saja. Kalau sudah mampu dan tidak perlu lagi perlu keberadaanku, wis trima saja.

Melatih diri, memberikan ruang seluas2nya pada hati. Agar hatiku meluas, sampai seluas samudera..... orang jawa bilang : ati segoro

Sent using a Nokia mobile phone

11/8/11

Proyek Grebeg Akhir Tahun

Uang satu jutaan dikumpulkan, sampai 100an orang lebih. Setelah terkumpul, digaraplah upaca, namanya grebeg akhir tahun.

Karena aku tahu, biaya grebeg efektif paling hanya separohnya, maka aku coba majukan ceritanya semacam company profile. Akhirnya terbacalah track recordku dari proposal itu. Karena terbaca bagus, akhirnya pihak keraton kelimpungan. Yang janjinya 2 hari setelah dimusyawarahkan di pasewakan agung aku mau dikabari, eh ternyata tidak ada kabar.

Atas rasa hormatku pada kraton dengan keagungannya, maka aku tidak mencoba mengubungi pihak kraton. Toh janji dari kraton juga, aku yang akan dihubungi.

Sampai akhirnya setengah bulan berlalu, tidak juga ada burung merpati yang datang mengantarkan lontar kabar akan tanggapan company profile yang aku ajukan. Walhasil aku menghubungi kraton dengan telegram.

jawaban atas telegramku : panitia grebeg akhir tahun sudah terbentuk mas, oleh para abdi dalem sendiri.

Yah, begitulah kraton. Aku hanya bisa bilang sendiko. Sekalipun hitungannya aku sudah dikomodoin (lebih dari sekedar dikadalin). Loh, dikomodoin bagaimana? Ya iya, seharusnya kan dari kraton ngabari : maaf, company profil anda tidak lolos seleksi karena ini ini dan itu, sehingga anda tidak berhak mengajukan proposal untuk proyek grebeg akhir tahun ini.

Tidak ada kabar apa-apa. Hanya ada waktu yang diulur, dan ujug-ujug saja panitia sudah terbentuk. Kata-katanya itu loh : terbentuk. bukan : dibentuk.

Ya sudahlah, kraton yang adiluhung, kraton selalu benar. Itu kan proyekan para abdi dalem setahun sekali, mana terima kalau tahun ini giliran aku yang memakan.


Hm, memang ada gitu grebeg akhir tahun di kraton Jogja? jawabku : Loh, memang aku sedang cerita tentang kraton Jogja? Tidak.

11/5/11

Pesan Bung Rizky

Pesan Bung Karno : tanah kita ini kaya, kalau anak2 negeri ini belum bisa mengolah sendiri kekayaan bumi kita, jangan diserahkan pada orang asing, nanti kita cuma akan dimiskinkan.

Pesan Bung Rizky : kalau kau punya ide inovatif, lalu kau belum mempunyai cukup resourches, simpan saja itu idemu, tidak usah diberitahu kepemerintah. Percuma. Bisa2 mung diaku2 tok.

Pernyataan bung karno sudah terbukti sekarang. Freeport adalah kontrak kerjasama asing pertama yang ditanda tangani presiden soeharto. Setelahnya, semua kontrak kerjasama asing selalu merugikan indonesia. Padahal semasa bung karno, kerjasama2 dengan asing, semuanya menguntungkan indonesia.

Dan pernyataan bung rizky juga, judul programnya si bagus, tapi kok penyelenggaraan, pemateri, proses pra inkubasinya, cuma bikin mangkel tok.

Hueh... Pemerintah, penjajah dan kapitalis susah dibedakan

Sent using a Nokia mobile phone

Takut nanti sombong?

Yang namanya ontime, disiplin, gemi, nestiti, ngati-ati sampai khusyuk, tawakal, ikhlas, rendah hati itu perlu latihan. Tidak bisa spontan.

Yang bisa spontan itu ya besar panjangkan alat vital.

Nah, bagaimana caranya latihan ikhlas? Caranya, cari uang yang banyak, lalu sedekahlah yang banyak. Bagaimana caranya latihan rendah hati? Beli mobil yang bagus, lalu berusaha rendah hati.

Kalau sedekah saja sedikit, bagaimana kita yakin kita sudah ikhlas. Kalau mobil saja tidak punya, apa yang mau disombongkan?

Kalau ada orang yang takut kaya, enggan berusaha utk mampu beli mobil, alasannya kok takut sombong, takut tidak ikhlas. Itu artinya dia enggan berlatih ikhlas, berlatih rendah hati.

Sent using a Nokia mobile phone

Zaman Peraturan

Untuk tidak telat saja, harus diberi sanksi, push up 5x/menit telat atau denda 50.000.
Agar kepalanya aman saja harus pakai Undang-Undang Lalu Lintas, kalau tidak pakai helm kena tilang 50.000 nego.
Untuk tidak korupsi, tidak cukup undang-undang, harus bikin lembaga anti-korupsinya juga yang biayanya milyaran.

Manusia di zaman ini sudah kehilangan fitrah kemanusiannya. Reseptor kesadarannya sudah pada bebal, lumutan, tumpul, mati, nge-blink, doll, impoten, mati!

Karena itu, himbauan tidak diindahkan, seruan tidak didengarkan, indra pembeda indah dan tidak indah tidak berfungsi lagi. Maka, ya sudah, jalan terakhir dijalankan : di amang-amangi caranya.

Persis, kalau ada ayam masuk rumah, bagaimana cara membuat dia keluar? Ya dengan mengambil sapu dan meng amang-amangi nya agar takut dan segera menuju pintu dengan rasa terpaksa dan akhirnya keluar.

Mengapa? Itu karena menurut kita, ayam tidak bisa kita ajak dialog, untuk menyadari bahwa dia di posisi yang salah, dia di dalam rumah yang kalau nembelek sewaktu-waktu bisa bikin kotor rumah.

Apa ini pembuktian dalil Quran, bahwa sebagian diantara manusia, akan seperti binatang ternak? 

Orang-orang baik, para ustadz, para trainer, sudah enggan mengajak dialog, enggan mencoba berempati dan bersimpati lagi. Sehingga, kalau ada orang yang telatan, ada orang yang korupsian, ada orang yang mengaku nabi palsu, ada orang yang menyelewengkan agama, langsung saja di benthong dengan peraturan, sweeping dan tindakan fisik anarkis.

Hai, mereka yang suka telat, mereka yang suka nyontek, mereka yang agamanya menyimpang, mereka yang korupsi, itu masih manusia lho. Pikirkanlah cara berdialog, cara merangkul kesadaran mereka, membuat paket2 peraturan ini dan itu, sungguh tidak menyelesaikan akar persoalan sampai ke akar rumputnya.



11/4/11

Logat ibukota di unsoed

Aku sedang berada di tengah2 anak2 mahasiswa universitas jenderal soedirman atau unjensoed atau unsoed. Lah kok logatnya pada lu gue lu gue ya.

Kemana anak2 medhok? Kemana anak2 ngapak? Apa yang pada kuliah disini anak2 ibukota semua?

Apa anak2 asli banyumas sudah pada lulus kursus anti medhok, anti ngapak, jadinya pada ikut2an lu gue lu gue juga? Kok malu? Disetir siapa otakmu, diprogram siapa akal sehatmu? Kok sampai malu dengan bahasa ibu mu sendiri?

Rosyita aja bangga bgt pake logat medhok lereng gunung dieng

Sent using a Nokia mobile phone

Alasan Suka Hujan

Jujur, sungguh, sumpah, aku tidak suka kehujanan. Hujanlah yang bikin aku kehujanan. Mendungnya hujan membuat gelap jadi aku harus menyalakan lampu. Kalau hari hujan, mau kemana-mana males.

Hanya karena-Mu ya Allah, karena ingat bahwa hujan ini rahmat-Mu ya Allah, aku tidak menggerutui dan menyesali hujan.


Atas alasan itu saja, aku tetap sukacita kala hujan, aku menikmati kehujanan.

Sent using a Nokia mobile phone

Kenapa Besok Puasa Arafah?

- karena ada haditsnya
- karena mau melebur dosa setahun
- karena yang lain pada puasa
- lagi hemat
- santri gitu loh, masa gak puasa
- sudah kadung sms massal tentang keutamaan Puasa Arafah, nggak enak kalau nggak puasa
- karena puasa itu baik
- aku penikmat puasa

Macam2 niat puasa yah, mungkin ada banyak lagi lainnya. Bebas juga mah, mau pilih niat puasa yang mana..

Sent using a Nokia mobile phone

Syi'iran Hadrotus Gus Dur

...
Ngawiti ingsun nglaras si'iran
kelawan muji maring pangeran
Kang paring rohmat lan kanikmatan
rino wengine tanpo pitungan
...

Sent using a Nokia mobile phone

11/3/11

Kok jadi menteri pariwisata dan industri kreatif?

Marie Elka Pangestu, menteri perdagangan KIB II, pada saat menjabat, kita beli pesawat setara N250 buatan Habibie ke china. Pada saat dia menjabat, rakyat heboh menolak impor sayur. Pada saat dia menjabat, ACFTA disepakati, barang china bukan cuma pesawat dan sayur itu tadi, hape 7 bulan mati juga masuk ke indonesia, barang serba cina, cina dan cina.

Sekarang marie elka pangestu yang cainis digeser, jadi menteri pariwisata dan ekonomi kreatif. Setelah keberhasilan membeli pesawat, hape sampai sayur dari cina. Sekarang pindah spesifik mengurusi ladang ekonomi kreatif. Kata orang kemenristek, ekonomi kreatif menyumbang 6% PDB, funtastis sekali.

Apakah 6% ini akan di bawa oleh bu menteri untuk china juga? Kalau iya, tunggu saja sebentar lagi akan ada batik fraktal china, angklung china, souvenir kerang pantai pangandaran dari china, krupuk ikan cilacap juga dari china.

Hebat benar pak sby dengan resuflenya!!!!

Sent using a Nokia mobile phone

Launching Banyumas Techno Business Center

Jadi Banyumas ceritanya terpilih menjadi 1 dari 7 daerah otonom yang mendapat bantuan dari BPPT dan kemenristek.

Tadi, deputi kepala BPPT memberikan contoh technopreneur itu adalah pendiri facebook dan pendiri google.

Satu yang perlu diingat, teknologi itu tidak hanya ttg komputer dan teknik mesin loh. Namanya kitiran atau kolencer kalau di Sunda itu juga teknologi. Mainan tradisional tanpa mesin, tp tetep hasil teknologi juga banyak

Sent using a Nokia mobile phone

Demographic Bonus

Struktur penduduk Indonesia di masa datang adalah struktur yang paling diidam2kan oleh bangsa2 lain di dunia. Beberapa tahun mendatang, jumlah usia produktif 16-40 tahun akan cukup banyak.

Struktur semacam ini mirip dengan struktur yang dimiliki oleh Jepang ketika bangkit dari keterpurukan, pasca perang dunia kedua.

Ini menarik, ketika amerika, jepang dan banyak negara maju kekurangan generasi muda, bangsa kita tidak. Mengapa?salah satunya adalah karena kita masih menjaga keluarga.

Kata Caknun, pelacur sekalipun, ketika pulang ke keluarganya ia berpikir utk anaknya. Maling mencuri, itu juga demi keluarganya.

Ya, karena keluargalah yang melahirkan anak. Keluargalah yg membesarkan anak. Keluargalah yg memberhasilkan anak.

Bangsa ini akan besar. Tinggal pilih, kita mau ambil bagian apa tidak.

Sent using a Nokia mobile phone

Loe, Gue & Coy di Layar Kehidupan

Salah satu keterbatasan komunikasiku dengan anak-anak ibukota adalah susahnya lidahku melontarkan sapaan "guweh" dan "eloeh". Setahun di Bogor, bergaul dengan 82,70% teman-teman yang memakai sapaan harian itupun tidak mempengaruhiku, aku tetap saja menggunakan "aku" dan "kamu".

Wedeh... berkarakter juga yah aku, bisa bertahan dengan gaya sapaan defaultku, tidak mudah terbawa lingkungan. Malahan mereka yang menyesuaikan diri, kalau mengobrol denganku, yang bisa lu gue lu gue jadi kamu aku kamu aku. Haha, berlebihan lah kalau disebut aku berkarakter, yang lebih tepat adalah aku tidak pandai beradaptasi. Betul gak gue ini coy?

Nah itu bisa..... horeeee...

Naah, pagi ini gue cuma mau bilang kalau selama ini kita tuh capek tapi enggak ngerasa. Di Training ESQ Parenting ada games namanya "layar kehidupan". Beberapa orang disuruh jingkrak-jingkrak menampilan pose terbaik mereka di balik kelir putih yang disoroti lampu yang sangat terang. Lalu dua orang menjadi juri dengan sekian banyak parameternya. Lalu sisanya, orang satu ruangan menjadi penonton, yang kalau gerakannya bagus, konyol, lucu akhirnya mereka pada ngasih tepuk tangan dengan hebohnya.

Nah, eloe, gue, kita tuh selama ini cuma berpose di layar kehidupan kita sendiri buat penonton. Cari kerjaan enak, biar ditepuktangani, "iniloh gue bisa". Cari jodoh ganteng, biar ditepuktangani, "iniloh, gue mampu dapetin yang kayak gini". Pengen beli mobil, biar ditepuktangani. Bahkan, pengen sukses bikin aksi sosial juga buat ditepuktangani.... Betul lagi nggak gue ini coy?

Kita lupa, ada dua sosok yang duduk, diam enggak ikut tepuk tangan, tapi dia selalu mencatat pose-pose kita dan menilainya sesuai dengan parameter yang ada. Naaah, parameter-parameter itulah yang kita lupa.

Sangking lupanya, sampai hati nurani kita lumutan, berjamur akibat dianggurin. Akhirnya, kita hidup, berbuat baik dan benar, juga hanya untuk ditepuktangani. BUKAN, untuk mengejar parameter dari Sang Maha Penilai.

Gue harus banyak kunjungan nih, biar Bos Dedy senang. Gue harus rampungin kerjaan cepet-cepet nih, biar Rizky gak jelek-jelekin gue. Gue mau trip ke banyak tempat ah, biar pada ngiri yang lain. Gue pokoknya harus lunas utang, biar yang lain kalah sama gue. Masa gue gak pacaran, malu donk sama mantan. Gue yang nraktir ah, biar keliatan punya duit.

Haduh, berabeh bil parah mah kalau pada begituan kita coy!