12/13/11

Anak adalah rejeki. Lalu, apakah rejeki = anak?

Tahu, bagaimana cara membuat anak? Ah, pasti jawabannya adalah dengan melakukan begini ini, begitu itu di atas ranjang, guling-guling kadang sampai jatuh, tapi tetap nikmat. Halah....

Caknun pernah bilang, tak ada seorang laki-lakipun yang berkuasa membuat seorang wanita hamil. Hm, kira-kira betul apa betul pernyataan itu? Iya, laki-laki cuma bisa membuncahkan sperma, itu kalau tidak impotensi. Soal sperma itu bertemu dengan ovum apa tidak, setelah bertemu kemudian terjadi pembuahan apa tidak, apakah si laki-laki masih berperan mengurusi itu?

Begitulah seorang anak terlahir diawali dari pencampuran sperma dan ovum, yang kemudian menjadi segumpal darah, segumpal daging dan seterusnya. Semua itu terjadi bahkan tanpa sepengatuan si laki-laki dan perempuan. Mereka tidak tahu apa-apa, mereka tidak mendesain apa-apa, mereka tidak merancang apa-apa di dalam proses yang panjang dan ultrarumit itu. Mereka hanya bersenggama, mendesah-desah menikmati tubuh satu sama lain.

Dan kata orang, anak adalah rejeki. Lalu pertanyaannya, apakah rejeki juga sama dengan anak kalau memang anak adalah rejeki? Apakah kelahiran rejeki sama dengan kelahiran anak?

Sepertinya iya loh. Seseorang bersenggama dengan gerobak bubur ayam, melakukan foreplay dengan mangkok, krupuk, ayam, celoteh pelanggan, tukang retribusi, komplain dari kompetitor, lalu setelah sekian waktu, setelah Tuhan selesai memproses formulasi hasil persenggamaannya, lahirlah rejeki : tukang bubur ayam bisa naik haji. *film nya Yusuf Mansyur.

Tapi bisa juga, sudah tiap malam bersetubuh dengan laptop dan printer, menyusun proposal ini dan itu, membelai lembar-demi lembar kertas, menggerayangi handphone berkoordinasi dengan sana-sini, meremas staplers, lakban dan gunting, sampai kenikmatan itu memuncak mencapai klimaks dengan mendapat ACC proyek. Ah, puas sudah.... eh, tapi ternyata tidak goal. tidak lahir itu rejeki. hal biasa juga terjadi hal seperti itu.

Yah, begitulah, kita berikhtiar, tidak disuruh untuk mengurusi hal-hal yang ultranjlimet sepertihalnya strutur kimia perkembangan janin. Kita cuma disuruh menggauli aktivitas kita, sampai membuncah, sampai klimaks. Sederhana sekali kan?

Jadi pesannya adalah, jangan berkecil hati, jangan merasa tidak berhak atas rejeki besar, hanya karena menilai ikhtiarnya masih sedikit. Wong kita tidak disuruh mengurusi yang tidak bisa kita urusi kok seperti urusan janin itu... yang penting kita bisa tegak berdiri lalu dimasukkan, lalu klimaks, gitu tok kok. Itu bukan cuma hal yang sederhana, bahkan dalam prosesnya sungguh nikmat bukan? *katanya yang sudah nikah si, kalau masih bujang begini mah ya bisanya manggut-manggut doank...

No comments:

Post a Comment