12/7/11

Young Leader Summit 2011 : Membesarkan Anak Macan

ada satu statement dari Panji Pragiwaksono saat dia menjadi speaker di event TEDx Bandung bulan lalu, bahwa dalam program acara TV Provokatif Proaktif yang dia gagas, disana orang boleh bicara tentang politik secara subyektif sesuai pandangan dirinya. Ini dalam rangka mendobrak kemalasan anak muda jaman sekarang yang manja, enggan menginvestigasi, enggan berpikir karena selalu saja menerima informasi yang sudah dalam bentuk jadi.

Seperti postingan ini, ini bukan sebuah judgement, saya tidak menganjak siapapun untuk sekedar manggut-manggut atau geleng-geleng, tapi ayo gunakan kemampuan fikriyah kita untuk berpikir, menelusuri, menelaah dan selanjutnya menemukan insight.

Ini postingan tentang perhelatan nasional bertajuk YOUNG LEADER SUMMIT (YLS) yang diselenggarakan tempo hari 2-4 Desember 2011. YLS diprakarsai penyelenggaraannya oleh sebuah yayasan internasional yang didirikan oleh orang Korea dan berkantor pusat di New York Amerika Serikat, yakni Global Peace Festifal Foundation (GPFF) Indonesia. Acara ini diikuti oleh 200 pemimpin muda dari berbagai organisasi kampus, organisasi kepemudaan non kampus, komunitas dan LSM dari seluruh wilayah di Indonesia. Acara dilaksanakan di Vila Aryanti, Puncak, Bogor.

Bagi peserta dari luar Jabodetabek, tidak dikenai biaya sama sekali untuk ikut acara ini. Sedangkan bagi peserta dari Jabodetabek dikenai biaya 100.000 rupiah. Peserta yang mendaftar menurut pengumuman dari panitia sebanyak 700 orang, kemudian diseleksi sehingga hanya 200 orang saja yang dibolehkan ikut serta.

Setelah peserta dijemput di dua titik penjemputan, yakni Stasiun Gambir dan Soekarno Hatta Intl Airport, kemudian dilakukan pembagian kamar dan pengkondisian, dibukalah acara konferensi pemimpin muda tingkat nasional ini. Acara dibuka oleh Ibu Dr. Musdah Mulia, pengajar dari UIN Jakarta. Saya tidak tahu banyak tentang beliau saat beliau berpidato. Yang saya tangkap, beliau berpidato tentang perjuangan pemenuhan hak azasi manusia dan kesetaraan gender. Selidik punya selidik, Ibu Musdah ternyata mempunyai sepak terjang internasional, beliau mendapat previllage & penghargaan dari Amerika Serikat atas prestasinya sebagai tokoh Islam. Gagasan beliau diantaranya adalah tentang penghalalan kasus homoseksual & lesbian. Selengkapnya, silahkan googling sendiri.

Acara selanjutnya diisi oleh pembicara dari Korea. Oh iya, di awal sesi kita beberapa kali diajak menyanyi lagu "One Family Under God". Nah, di sesi pembicara dari Korea berulang-ulang dibahas tentang apa itu One Family Under God.

Yang berikutnya adalah materi dari Romo Magnis Susanto, materinya bagus, tentang pluralisme, bahwasanya sudah, kita perkuat keyakinan kita masing-masing. Yang menarik menurut saya adalah, ini audience kan sebagian besar muslim, kenapa narasumbernya seorang Romo, kenapa tidak ada Ustadz siapa begitu sehingga komposisinya bagus.

Ada dua pembicara dari Korea lainnya, yang kesemuanya pakai bahasa Inggris. Nah, satu lagi pembicara dari Malaysia. Pembicara dari Malaysia ini mengajarkan tentang bagaimana menjadi Sukarelawan. Oh iya, ada juga pembicara dari Indonesia yakni Ibu Zubaidah dari Paramadina, materi yang dibawakan adalah tentang Paradigma Baru Kepemimpinan. Saya kurang terlalu menangkap materi yang beliau sampaikan, paradigma yang lama salahnya dimana saja, seberapa penting harus diganti paradigma yang baru, paradigma yang baru itu seperti apa, kelebihannya dibanding paradigma lama apa, jaminan keberhasilannya apa kalau memakai paradigma yang baru. Selesai sesi saya mendapat informasi bahwa Ibu Zubaidah ini aktif dalam Jaringan Islam Liberal (JIL). Silahkan googling sendiri saja atau tanya kanan kiri OKE.

Ikut tampil sebagai pembicara adalah Anton Abdul Fatah, pemuda garut yang mendapat juara di E-Idea Competition yang dilaksanakan oleh British Council. Ini materi paling geeerrr mungkin, antusiasme peserta menyimak ulasan Kang Anton tentang proyek Agroforestynya menginspirasi banyak Audience.

Ikut hadir sebagai pembicara adalah Kang Goris Mustaqim. Kang Goris tertulis di proposal ikut sebagai stering comitee, tetapi anehnya saat diklarifikasi ternyata beliau hanya diundang sebagai narasumber saja. Padahal beberapa peserta tertarik datang karena melihat nama beliau ada dalam kepanitiaan.

Desas-desuspun beredar dalam acara ini, ada yang berbicara di dalam forum, ada yang berbicara diluar forum, ada yang menyampaikannya melalui jejaring sosial, ada yang sebatas mendiskusikannya diantara teman sekelompoknya tentang indikasi adanya kejanggalan disana-sini dalam penyelenggaraan acara ini yang diindikasi itu merupakan tanda adanya hidden agenda.

(1) Tidak dinyanyikannya lagu kebangsaan Indonesia Raya di awal maupun akhir acara, (2) narasumber yang dipilih didominasi oleh tokoh-tokoh liberal, (3) tidak jelas kesinambungan antar acara, (4) adanya acara dadakan Focus Group Discussion (FGD) setelah panitia melihat keresahan diantara peserta, (5) tidak adanya kesimpulan yang jelas di akhir acara, malah Goris Mustaqim yang menutup acara, bukannya tokoh dari Global Peace atau setidaknya Ibu Musdah Mulia kembali yang menutup (6) besarnya anggaran yang dihabiskan untuk acara ini hingga ratusan juta rupiah bahkan dari sumber yang tidak dapat disebutkan menyebut total dana mencapai 250 juta dan tidak ada goal besar yang ditonjolkan. Itu adalah diantara beberapa hal yang membuat desas-desus dan keresahan beredar. Semuanya itu diawali dari pernyataan oleh salah satu peserta yang menyatakan, "diantara kami, tidak ada persoalan dengan agama-agama, sumber konflik bukanlah perbedaan keyakinan terhadap Tuhan, tapi kenapa yang dibahas adalah isu-isu tentang Ketuhanan?".

Nah, inilah tanda, kemungkinannya dua : pertama, narasumber yang kebanyakan dari luar negeri tidak memahami persoalan Indonesia, jadi tidak solutif yang mereka sampaikan dengan membawakan materi kompromi ketuhanan dengan kredo "One Family Under God" nya. Kedua, ada penyusupan paham secara terselubung.

Ini semakin menarik, ketika seorang peserta menemukan daftar nama yang terlibat dalam konstelasi Jaringan Islam Liberal (JIL), dan ternyata orang2 yang diundang kebanyakan ada dalam daftar itu. Semakin mencengangkan ketika seorang peserta lainnya menemukan data keterkaitan antara Global Peace Foundation dengan sebuah sekte yang menguversalkan Tuhan di Amerika Serikat bernama Sun Myung Moon. Sun Myung Moon sendiri adalah tokoh dari Korea yang mengaku dirinya sebagai Mesiah, dan Global Peace didirkan oleh anak ketiga dari Pak Sun Myung Moon ini. Ingin tahu lebih lanjut, googling sendiri.

Saya jadi teringat kisah yang disampaikan oleh Caknun (Emha Ainun Najib) beberapa hari sebelum saya berangkat mengikuti YLS ini. Bahwa Caknun pernah diberi previllage sedemikian rupa oleh pemerintah Amerika Serikat untuk berbaur dan belajar di sekte ini. Namun, karena Caknun tidak terpengaruh dan tidak mau menjadi kepanjangan mereka, oleh karenanya dia dibuang dan tidak jadi dipakai untuk kepentingan mereka. Maka pantas saja Caknun sebagai agamawan dan budayawan yang sudah banyak menorehkan kiprah2 nyata dalam perdamaian antar suku maupun antar agama tidak pernah mendapat pengakuan dan penghargaan apa-apa dari Amerika Serikat.

YLS ini sendiri merupakan perhelatan pertama. sebelum-sebelumnya Global Peace concern mengadakan kegiatan Voluntering dan pelatihan-pelatihan menyusup ke sekolah-sekolah. Melalui event YLS ini mungkin tujuan awal mereka adalah untuk membangun simpul-simpul kepanjangan tangan mereka di seluruh Indonesia. Nyatanya, peserta yang lolos dan ikut YLS terseleksi secara kecerdasan dan kapabilitas mereka, sehingga, mereka tidak terpengaruh oleh materi-materi dan pilihan narasumber yang doktrinatif dari Global Peace ini.

Walhasil, mereka seperti membesarkan anak macan dengan YLS ini. Saya dan 199 pemimpin muda dari berbagai daerah lainnya yang sebelumnya hanya tahu Global Peace adalah NGO yang bergerak memperjuangkan perdamaian dunia (Tapi kok aneh, tidak membahas apa-apa tentang upaya perdamaian Israel dan Palestina), ternyata memiliki keterkaitan dengan JIL dan Sun Myung Moon, sekte sesat dari Korea itu.

Yang tadinya diharapkan peserta yang 200 dari berbagai penjuru itu akan menjadi musang piaraan mereka, kini menjadi macan yang siap memantau setiap gerak-gerik Global Peace di Indonesia dan siap menerkam kalau gerakannya sampai macam-macam.

Maka, keuntungan terbesar dari keikutsertaan dari YLS adalah networking. Oleh karenanya, baiknya semua peserta yang ikut dalam acara kemarin melakukan dua hal : (1) Menjaga networking antar peserta, tidak peduli beda suku, beda agama, semuanya bersatu padu untuk Indonesia yang lebih baik dan ke (2) Informasikan setiap mendengar berita tentang program-program global peace, kalau program itu baik, kita dukung. kalau program itu meragukan, kita investigasi. kalau program itu merusak, kita TERKAM.

Rizky Dwi Rahmawan

3 comments:

  1. ulasannya informatif, bagus, & menarik.
    trims mz riz ;)

    ReplyDelete
  2. bantu informasiin tentang gerakan penyebaran faham "One Family Under God" ya mba e....

    ReplyDelete
  3. nanti ngobrol via ym aja, mz riz. aku belum seberapa mudeng sama paham itu :)

    ReplyDelete