6/30/09

Materi 30 Juni (2)

4. Senjata utama : telaten

Ini kisah tentang Bu Yuliana, seorang yang tidak sengaja berkenalan dengan tanaman lidah buaya, lalu menyulapnya menjadi dodol dan aneka makanan lainnya hingga ia mendapatkan penghargaan Upakarti dari Presiden.

Keberhasilan Bu Yuliana tidak lain dan tidak bukan adalah karena ketekunan yang dia miliki. Bayangkan, bagaimana mungkin orang membayangkan dari tanaman lidah buaya yang berduri-duri bisa jadi dodol yang lezat, menjadi oleh-oleh khas kota Pontianak? Dan ketekunannya tidak selesai sampai disitu, tidak cukup dodol, ia membuat jenis makanan lainnya, yang menarik bagi saya adalah kerupuk lidah buaya.

Bukan hal yang mudah menemukan resep krupuk yang garing dan renyah dari lidah buaya. Bu Yuliana menuturkan bahwa dia telah menghabiskan banyak sekali bahan untuk bereksperimen, selalu saja gagal, hingga akhirnya kerupuk yang ia buat mengembang setelah berapa lama bereksperimen coba? Satu tahun lamanya.

Bandingkan dengan kita, yang baru berproses beberapa hari, baru menjumpai beberapa masalah sudah menyerah, mending nyontek, mending minta dikerjain teman, atau mending tidur siang saja dikost. Namun, berbeda dengan Bu Yuliana, walaupun tidak ada yang menjamin bahwa lidah buaya bisa dijadikan kerupuk, tapi bu Yuliana tidak pernah berhenti berproses, mengubah resep, mengubah adonan, mengubah takaran, mengubah cara memanaskan, dan begitu terus, tidak berhenti sebelum berhasil.

Inilah kesalahan kebanyakan pecundang, yaitu orang-orang yang mempunyai impian indah tetapi pada akhirnya kehidupannya menjadi menyedihkan. Menyedihkan bukan berarti melulu dilanda kemiskinan, tetapi menyedihkan karena dia tidak hidup sesuai impiannya. Kepepet istilahnya. Kesalahan para pecundang adalah mereka berhenti terlalu dini. Mereka tidak bisa mengalahkan sikap pesimistiknya ketimbang optimistiknya. Mereka tidak menghargai proses yang mereka lalui.

Dari kisah Bu Yuliana tadi kita dapat menyimpulkan bahwa betapa sukarnya resep kerupuk lidah buaya itu ditiru orang, karena ia sendiri butuh waktu begitu lama untuk memproses resep itu. Nah, masih ingat kisah Thomas Alfa Edison yang baru berhasil menemukan formula bola lampu di percobaan ke 9.995 kali? Bayangkan kalau di bulan ke-11 Bu Yuliana berhenti berproses, begitu juga Edison di percobaan ke 9.000 berhenti bereksperimen. Bisa jadi tidak akan pernah ada kerupuk lidah buaya, dan bumi gelap gulita karena tak ada bola lampu hingga saat ini. Atau kemungkinan lainnya, orang lainlah yang akan berhasil menemukan resep kerupuk istimewa dan bola lampu menakjubkan itu.

Kata orang, sukses hanyalah perkara bertahan lebih lama. Proses yang memakan waktu bukanlah musibah yang membuat kita rugi, tapi proses seperti bagaimana sang akal calon kupu-kupu mengeluarkan diri dari selongsong kepompong dengan susah payah tetapi sesungguhnya ia sedang menguatkan sayapnya sendiri.

Bertahanlah lebih lama, itulah telaten. Caranya adalah dengan tidak melihat hasil pekerjaan kita buru-buru, dan percayailah bahwa tetesan air yang terus menerus jatuh tergelincir di atas batu akan bisa melubangi batu sekalipun keras.

5. Tabungan kesuksesan

Pernah menyaksikan film Kun Fayakunnya Ustadz Yusuf Mansyur? Ada banyak pelajaran di film itu, saya ingin angkat salah satunya. Di bagian akhir film itu dikisahkan bahwa keluarga Agus Kuncoro dan Desi Ratnasari yang tadinya jadi pedagangan asongan yang menjual pigura dan cermin akhirnya bertemu dengan seorang pemodal yang mendukungnya untuk membuat sebuah toko kaca yang besar dan megah.

Namun demikian, perjalanan kesuksesan keluarga itu tidaklah semudah yang kita bayangkan. Ada proses panjang yang menyedihkan dan memilukan, dimana keluarga dengan dua anak itu hanya bisa menyediakan makan untuk kedua anaknya sementara orang tuanya lebih sering puasa atau sekedar makan singkong.

Dimana Agus Kuncoro sang ayah setiap hari menarik gerobak yang begitu berat menjajakkan kaca-kacanya dan jarang laku pula. Tetapi semua ikhtiar itu, kesabaran itu, kepiluan yang mereka terima dengan ridha, ditambah dengan ibadah yang begitu kompak oleh seluruh keluarga rupa-rupanya menjadi tabungan kesuksesan bagi mereka yang kemudian oleh Allah SWT tabungan itu dicairkan dengan begitu mengejutkan, dari jalan yang tidak disangka-sangka.

Pelajarannya adalah, bahwa sesungguhnya keteguhan kita dalam menjalani proses, keridhaan kita menerima kesusahan dan kesempitan, kesungguhan untuk menjalankan ikhtiar, dan keyakinan yang bulat dalam berdoa tidaklah menjadi sia-sia. Semua itu akan menjadi tabungan kita yang akan dicairkan oleh Allah SWT pada saatnya nanti, Dialah yang paling tahu saat terbaik kapan kita siap menerima pencairan tabungan itu.

Sukses itu tidak gratis, benar itu. Ada satu cerita lagi, ini cerita sukses Mas Yono, seorang pemilik warung tenda di sebuah kampus, mungkin tidak semua dari kita tahu kalau pendapatan warung tenda bisa jauh lebih besar dari pendapatan sebuah kafe sekalipun. Begitupun warung tenda Mas Yono, mungkin merupakan salah satu warung tenda tersukses di kampus itu. Berapa ratus porsi ayam, lele, belum temped an tahu yang terjual tiap malamnya. Namun demikian, dengan rendah hati ia bercerita waktu itu, bahwa memang warung tenda suksesnya belumlah genap berusia setahun, tetapi sudah sukses seperti itu.

“Tapi jangan dilihat pada saat setelah suksesnya saja, mas”, begitu katanya. Sebelum kesuksesan itu Mas Yono raih, dia harus membuang malu untuk berhutang kesana-kemari mengumpulkan modal di awal. Itu baru sekelumit saja, ternyata Mas Yono sudah berproses sejak lima tahun lamanya, sebelum ia mendapat modal untuk membuka warung tenda, ia menjadi pesuruh di warung tenda di daerah lain yang belum seramai itu selama lima tahun, padahal bayaran hanya Rp 10.000,00 sehari. Bayangkan itu?

Lima tahun dia menjadi anak buah sebuah warung tenda, dengan pendapatan begitu rendah, sementara tenaga terkuras, sementara majikannya kadang membuatnya tidak berkenan, dan ia terus bekerja keras. Semua itu menjadi tabungan kristalisasi keringat yang ternyata kemudian cair di tahun kelima proses itu.

Bisa jadi sangat remeh ya proses Mas Yono yang hanya menjadi pesuruh di warung tenda, mana gajinya rendah, sampai lima tahun lamanya pula. Tetapi siapa sangka nasib Mas Yono berubah menjadi majikan warung tenda yang bahkan jauh lebih ramai di kemudian harinya? Coba kalau Mas Yono meremehkan proses yang ia lalui, lalu berhenti bekerja keras. Maka tentu nasibnya akan berbeda dari saat ini.

Apa yang Salah dengan Rajin Kuliah?

Ya saya jawab saja tidak ada salahnya. Yang salah adalah apabila pilihan untuk itu adalah karena keterdesakan kita pada kenyataan. Semuanya fine-fine saja menurut saya, sepanjang itu adalah pilihan, itu adalah bagian dari konstruksi sukses yang sedang kita bangun.

Jawaban yang sederhana kan?

Materi 30 Juni (1)

1. Pilihan menjadi Kepompong

Kali ini saya ingin cerita tentang bagaimana seekor kupu-kupu yang cantik jelita bisa terlahir ke dunia. Di pelajaran biologi semasa sekolah duku semua pasti tahu tentang apa itu metamorfosis. Metamorfosis seperti yang kita tahu adalah siklus hidup yang berupa perubahan dari telur-ulat-kepompong lalu menjadi kupu-kupu.

Suatu ketika pernah ada seorang petani yang sedang berkebun melihat seekor makhluk hidup yang sedang mencoba keluar dari bungkusan kepompong, itulah bakal calon sang kupu-kupu. Petani itu melihatnya dengan teliti, lama dan pelan proses itu berlangsung, naluri empati sang petanipun muncul. Sepertinya makhluk ini kesakitan sekali, maka karena tak tega petani itu membantu menyobekkan kepompong itu, hingga akhirnya lahirlah seekor anak kupu-kupu yang cantik, setidaknya lebih cantik dari bentuk sebelumnya yang hanya seekor ulat.

Proses pengeluaran diri sang kupu-kupu selesai lebih cepat, petanipun lega, tetapi apa yang terjadi? Ternyata, tak selang beberapa lama, kupu-kupu itu tak dapat terbang sempurna karena sayapnya begitu lemah, akhirnya kupu-kupu itu terkapa lunglai dan akhirnya mati.

Dari kejadian itu, kita bisa menarik pelajaran bahwasannya sesuatu yang instan itu tidak baik. Selidik punya selidik, ternyata proses menyobek bungkusan kepompong yang dilakukan oleh bakal kupu-kupu yang demikian susah dan sakitnya ternyata adalah sebuah proses yang wajib dilalui untuk menjadi seekor kupu-kupu sejati. Tanpa prose situ, kupu-kupu akan menjadi ‘lebai’, karena sesungguhnya ketika proses itu berlangsung, sedang terjadi proses penguatan sayap sang kupu-kupu dalam rangka mempersiapkan sayap itu agar dapat digunakan terbang sempurna nantinya

Itu adalah sekelumit pelajaran berharga dari sebuah proses sederhana bernama metamorfosis. Amat disayangkan, sistem pendidikan di negeri ini tidaklah sampai mengupas dimensi ‘makna’ seperti contoh di atas. Padahal, banyak sekali hikmah terpendam disetiap kejadian di alam sekitar kita.

Misalnya pada pelajaran Biologi di materi tentang rantai DNA, kebanyakan kita diajarkan tentang bagaimana kode-kode pada rantai DNA tersusun demikian rapi, tidak ada yang tertukar ataupun terloncat, karena salah satu kode saja, maka akibatnya adalah cacat fatal pada tubuh kita. Namun, semua itu dijelaskan dengan penggambaran seolah-olah semua itu terjadi dengan sendirinya. Inilah yang menurut saya perlu dikoreksi, bahwasannya dalam sekecil apapun proses dalam tubuh biologis kita, ada keterlibatan Allah SWT yang mengawal kesempurnaannya. Itulah rahasia dibalik begitu rumitnya rantai DNA terrangkai, begitu juga bagaimana mekanisme kerja sel yang demikian canggih. Seandainya pembelajaran kita menyinggung aspek spiritual dalam hal ini keterlibatan Tuhan sebagaimana dimaksud di atas, tentu kita akan jauh lebih cerdas dalam menemukan makna-makna di setiap kejadian.

Kembali ke soal metamorfosis, proses itu tidaklah serta merta hanya perubahan bentuk bentuk dari telur menjadi ulat lalu ulat menjadi kepompong, lalu kepompong menjadi kupu-kupu saja. Kalau kita telisik lebih dalam , kita akan memahami bagaimana betapa kesungguhan dan kerja keras seekor ulat, dan kerelaan seekor ulat memilin dirinya sendiri hingga membentuk satu selongsong kepompong dan kerelaannya untuk mengasingkan diri dari dunia luar, bersemedi di dalam selongsong itu. Ini adalah sebuah pelajaran tentang visi dan visioner, bahwa mencapai satu tujuan indah di masa depan perlu kesediaan untuk sungguh-sungguh dan lalu mengorbankan kesenangan sendiri.

Tidak cukup itu, proses kepompong menyobek kulitnya sendiripun seperti diceritakan diataspun sangat menyakitkan, disini ada pelajaran untuk berani mengambil pilihan untuk satu tujuan indah, sekalipun pilihan itu tidak mengenakkan, bahkan menyakitkan.

Begitulah, ketika kita belajar bukan hanya melibatkan otak logika, tetapi juga hati kita untuk memaknai, maka kita akan mendapatkan ilmu-ilmu yang takterperi nilainya. Ilmu tentang pentingnya berproses, termasuk belajarpun kita butuh proses untuk menemukan teknik belajar yang paling optimal.

2. Apa “zona nyaman” yang benar itu?

Seekor ulat yang diceritakan tadi pada proses metamorfosis rela meninggalkan kesenangan di dunianya selama ini dan memilih bekerja keras membuat pilinan-pilinan hingga membentuk satu selongsong kepompong, rela meninggalkan dunianya yang menyenangkan untuk bersemedi di dunia yang damai di dalam selongsong kepompong.

Itulah yang disebutkan di banyak buku sebagai “keluar dari zona nyaman”. Setiap orang pasti punya harapan, entah harapan itu besar atau kecil, entah harapan itu obsesius atau biasa-biasa saja, pasti orang menginginkan apa yang menjadi harapannya tercapai. Dan cara untuk mencapai harapan itu tidak lain dan tidak bukan adalah dengan “keluar dari zona nyaman.”

“Keluar dari zona nyaman” adalah kata dari banyak buku, tapi kata saya tidak. Untuk mencapai harapan yang diinginkan seseorang, untuk mencapai kesuksesan, maka orang harus “masuklah ke zona nyaman”!. Lho? Bagaimana ini, kok malah terbalik?

Kita lanjutkan, masih ingat ilmu otak? Bahwa otak kita memiliki sifat “tidak mengenal kata negatif”. Misalnya, kita disuruh “jangan membayangkan tikus”, maka justru yang kita bayangkan adalah tikus. Beda kalau perintahnya tidak memakai kata JANGAN, misalnya “bayangkanlah gajah!”, maka hanya orang yang iseng saja yang tetap membayangkan tikus.

Begitupun kata-kata “keluarlah dari zona nyaman!” atau “Masuklah ke zona nyaman!”. Secara bobot psikologis, kalimat pertama cenderung lebih berat ketimbang kalimat kedua, karena kalimat pertama mengandung kata negatif “keluar” yang memiliki makna perlawanan.

Sehingga, saya menganjurkan untuk memilih kalimat kedua, “masuklah ke zona nyaman!”. Itu terkesan lebih akrab dan bersahabat, sehingga akan membantu stimulasi otak kita untuk giat mengaplikasikannya dalam bentuk tindakan.

Namun catatan terpenting adalah, sebelum memasukkan perintah itu pada “computer” otak kita, maka redefiniskan dulu zona nyaman itu sendiri. Agar hasilnya tidak keliru nantinya. Menurut banyak buku, zona nyaman adalah zona ketika misalnya kita masih jauh dari ujian sekolah, atau ketika gaji kita mengalir tiap bulan, atau hal-hal lainnya yang memanjakan kita untuk giat bertindak.

Maka redefinisi itu haruslah bisa mengubah pola pikir kita tentang pengertian zona nyaman yang baru, misalnya, zona nyaman adalah ketika kita memiliki kebebasan waktu penuh untuk mengekspresikan apa saja, zona nyaman adalah ketika kita sudah mendekati kenaikan kelas yang ditandai dengan segera berlangsungnya ujian.

Mendefinisikan ulang pengertian ‘zona nyaman’ merupakan bagian dari kita kita agar bisa sukses menjalani proses dengan menikmatinya, bukan mengeluhkannya. Misalnya bagi sang kepompong, zona nyaman yang tadinya dia artikan sebagai saat dimana dia sebagai ulat bisa berjalan-jalan bebas, bertemu teman-teman ulat diredefinisi menjadi zona nyaman adalah saat ketika dia menyepi di dalam selongsong kepompong dan mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk menjadi seekor kupu-kupu.

3. Senjata pertama : fleksibel

Perjalanan hidup kita, bila ingin maju maka tak akan bisa terlepas dari proses. Proses kesuksesan mungkin bisa digambarkan dalam bentuk grafik naik-turun yang tidak menentu. Disinilah kepemimpinan kita dilatih sebagaimana sayap bakal calon kupu-kupu dilatih untuk membuka selongsong kepomong agar kelak kuat sayapnya.

Bayangkan bila kehidupan kita yang di depan sana sudah tergambar satu impian luar biasa indah yang sedang dituju kok dijalankan dengan begitu kaku dan datar, maka impian itu bisa jadi akan tetap jauh dari kenyataan. Karena itu, kepekaan kita membaca keadaan, memutuskan hal-hal yang mendukung kesuksesan kita sangatlah diperlukan.

Orang yang akan mencapai sukses pastilah harus punya mental pemenang, bukan pecundang. Seorang yang punya mental pemenang tidaklah bergantung pada arahan dan perintah orang lain, tidak menempatkan orang lain sebagai penentu masa depannya, tetapi dirinya sendirilah yang merancang dan bertindak untuk mewujudkan masa depan yang dia impikan sendiri.

Dalam proses kita akan mengadapi pilihan-pilihan, fleksibilitas kita sebagai salah satu bentuk kepekaan kita dituntut disini. Karena apa, karena tidak semua pilihan itu mudah untuk kita ambil, kehidupan itu tidak selalu hitam dan putih, seringnya malah abu-abu. Nah, bagaimana ketika kita mengadapai dua atau banyak pilihan yang bagi kita itu abu-abu?

Kita harus peka membaca keadaan yang kita hadapi, seketika keadaan itu terbaca langsung hubungkan dengan masa depan kita. Sadarilah bahwa hari ini adalah sebab-sebab atas bagaimana nanti masa depan kita akan terjadi. Lawan dari cara berpikir ini adalah berpikir pendek, orang yang berpikir pendek akan memutuskan segala sesuatu berdasarkan menyenangkan atau tidaknya keputusan atas pilihan yang dia ambil. Namun, seorang yang berpikir jangka panjang akan menelaah dengan teliti segala sesuatunya dan dampaknya terhadap masa depan dirinya.

Karena itu, tak perlu takut mengambil pilihan yang bisa jadi secara jangka pendek itu merugikan kesenangan kita, mengorbankan keinginan sesaat kita, sepanjang ketika pilihan itu dihubungkan dengan masa depan kita memiliki pertalian yang positif, maka anggaplah hari ini sebuah hari yang sulit seperti kepompong, tapi sulit itu sesungguhnya sedang menguatkan.

Sadarilah, bahwa tidak ada satupun orang sukses yang tidak pernah mengalami proses menghadapi kesulitan. “Nahkoda yang handal bukan terlahir dari lautan yang tenang, tapi dari samudera yang berombak ganas.”

Sekali lagi tanamkan pikiran positif ketika menghadapi proses yang berat dan sulit untuk kita jalani, internalisasikan motivasi bahwa kejadian kita hari ini akan menjadi cerita pelajaran untuk adik, anak dan cucu kita nanti. Optimis saja badai pasti berlalu, bukankah kisah susah kita hari ini akan menjadi cerita lucu di masa depan? Juga sebaliknya kisah lucu kita hari ini akan menjadi kisah sedih di masa depan.

Dari Eko Laksono : Membentuk Manusia Unggul yang Cinta Ilmu

Hei Rizki.

Karakter manusia itu dibentuk, tidak timbul begitu saja. Dan intinya adalah manusia, bisa, dan harus dibentuk. Bahkan dibentuk menjadi manusia-manusia terunggul, yang cinta ilmu, disiplin, pekerja keras, santun, saling menghormati dst.

Nah sekarang lihat bangsa ini sekarang. Perhatikan. Siapa yang membentuknya? kalau dilihat dari para pemimpinnya, nyaris tidak ada. Tidak ada yang dengan serius mengajarkan bangsa Indonesia untuk mencintai ilmu, tidak ada yang mengajarkan sopan santun dan sebagainya.

Untuk itulah, kita semua yang mencintai bangsa ini yang harus berbuat sesuatu. jangan mengandalkan orang lain. jangan mengandalkan pemimpin, karena andalah yang harus memimpin, bukan orang lain.

Dan untuk unggul, anda belajar dari yang terunggul, itu saja. bangsa-bangsa terunggul, manusia-manusia terunggul, ilmu pengetahuan terunggul (dan website terunggul tentu saja).

untuk bukunya, trims, paling lambat akan diterbitkan kembali Desember tahun ini. tetap semangat.

Salam hangat,

Eko Laksono.

6/29/09

Untuk apa Saya Kuliah

-Untuk foto bareng Ibu, Bapak, Adik-adik & Istri Saya memakai Toga
-Untuk Bunda Ery, akan saya emailkan foto saya di Aussie saat ambil S2
-Untuk mengisi waktu karena 2 tahun lagi (baca : umur 24 tahun) saya ambil pensiun dini akibat terlanjur kaya
-Untuk menambah list di curriculum vitae
-Untuk mengimbangi istri saya yang S1 & mengambil Profesi
-Untuk membangun sektor pendidikan Indonesia, dengan menyumbang kampus sesemester sekali
-Untuk apalagi ya ...

Monas

Monas
Monas
Monas
Monas
Monas
Monas
Monas
Monas
Monas
Monas

Perjalanan yang Mengubah Hidup Saya

16 Mei saya sampai di Empire Palace, salah satu gedung termewah di Surabaya. Yang menarik adalah perjalanan saya sampai kesitu. Sebuah perjalanan pendidikan yang mengantarkan saya menjadi manusia yang lebih privat, menjadi manusia yang lebih egois. Tampak sekilas jelek ya sifat itu, tapi ternyata ketika disikapi dengan positif, sikap itu malah membentuk bangun konstruktif dalam diri saya.

Kepedulian sosial saya, saya minimalisir. Semangat berbagi saya saya tepis. Jelek terlihat, tapi tunggu dulu, belum selesai, seiring dengan itu, sikap intervensi sayapun menurun, begitu juga dengan keinginan untuk diperhatikan. Yang menarik adalah, rasa-rasanya saya menemukan kekuatan baru sumber kebahagiaan, yakni diri saya dan kesendirian saya.

Kebahagiaan saya tak lagi terlalu bergantung pada orang, benda ataupun hasil. Sayapun tak lagi berhasrat untuk memamerkan apa yang sedang saya alami atau apa yang sedang saya upayakan. Kebahagiaan saya adalah ketika bisa bertualang, walau tak jauh, walau tak ada someone spesiall yang menemani, tetapi disitu saya menemukan titik renung yang demikian dalam, khusyu' dan syahdu.

Kecemasan saya menurun, harapan saya membulat tak lagi berserakan dan seolah saya menemukan kekayaan baru, kekayaan jiwa. Saya jadi kadang bingung dan heran sendiri dengan sikap orang-orang disekeliling saya, yang dulu saya permasalahkan, yang dulu saya cemaskan, yang dulu saya campuri, Sekarang jadi aneh, "tidak habis pikir saya..", tapi ya sudahlah itu urusan mereka.

Dan ini resiko saya yang bisa selangkah lebih maju. Lebih maju dari diri saya sebelumnya, perkara membandingkan dengan orang lain, bukan kapasitas sayalah.

Ketika Cinta Bertasbih

Berbeda dengan yang lain, tak ada yang istimewa dari perjalanan nonton satu Megafilm yang memang saya akui ke-keren-annya. Waktu itu terbesit iri, kok nggak ada yang saya gandeng ya????

Apalagi tepat di samping saya yang duduk di kursi M-15 ada sepasang muda-mudi ikut menikmati film "menyentuh" besutan Khaerul Umam ini. Lalu, tibalah pada satu scene percakapan dimana Azzam mengingatkan Eliana bahwa intinya tentang hubungan seorang pria dan wanita itu, kalau belum nikah ya belum...

Saya lupa text pastinya, mungkin bisa ditelisik di buku behind the scene-nya di Gramedia. Yang jelas, kalau saya jadi dua muda-mudi yang duduk disamping saya itu, saya akan malu pasti. Disindir sama film gitu loh...

Malu karena pasti wanita yang saya ajak akan mencap saya tak berprinsip, tak seperti Azzam. Juga 'eneg' kalau wanita yang saya ajak itu 'nggak level amat'. Sueerrrr, itu yang terpikir di saya saat itu.

Dari yang tadinya iri, jadi bersyukur.

Tahu Bagaimana Rasanya?

Anda TAHU bagaimana rasanya TAHU Slawi? Enak. TAHU Petis, tak kalah enak? TAHU Sumedang? Kadang enak kadang biasa, tergantung bakulnya. TAHU Purworejo? gurih... TAHU Gimbal? Mahal tapi mengenyangkan. TAHU Bakso? Favorit saya... Kalau Bakso TAHU Goreng (Batagor) Erik depan SMA 4? Bumbunya itu...

Lalu Anda TAHU bagaimana rasanya diremove dari friendlist?

Perlu waktu lama untuk dapat menerimanya, tapi wahai Anda, itulah hidup... semua ada konsekuensinya.

Yang Mereka Butuhkan : Status

Hidup untuk orang lain, begitulah orang tua dan bu'de saya menanamkan didikan itu. Sampai akhirnya tanpa sadar saya terinternalisasi demikian kuat tentang semangat itu. Soal proyek-proyek rintisan semasa SMA dulu, simak saja jejak-jejak saya mungkin masih ada saat itu.

"Pembaharuan" itulah yang saya bawa, bukan untuk popularitas, semata untuk memenuhi dahaga batin, satu hasrat yang bertombol "otomatis" disetiap dimanapun saya berada. Dedikasi saya tak perlu dihitung, tetapi demikian, saya adalah seorang makhluk sosial jelas teridentifikasi dalam kiprah dan hasil kerja saya.

Kemampuan saya berkomunikasipun akhir-akhir ini meningkat signifikan, itu tidaklah berbanding lurus dengan saya tutupnya akun di facebook (kalau ini semata karena hubungan antar-personal saja--akan saya ceritakan di postingan lain). Namun demikian, saya senada dengan Andri, nggak apa-apa dirapel, yang penting semua All Out saja sudah puas.

Berbekal inilah, saya memutuskan untuk meneladani JK dan meninggalkan jejak melankolis sang SBY. Bagi saya prioritas sekarang adalah soal pencapaian, perkara teman-teman mau belajar, mau berubah, mau total, itu urusan masing-masing. Kewajiban saya hanya sebatas mengingatkan, dengan optimal saya ingatkan melalui blog ini, juga melalui slide dan copian makalah bekal kumpul mingguan. Tak bahagia saya bila ilmu yang saya bagikan itu dipakai, tak sedih pula bila tidak.

Fokus saya hanya monas, monas dan monas. Soal pendidikan gratis, biar 60 tahun lagipun nggak masalah. Saya percaya, apa yang saya fokuskan akan saya dapatkan, sudah banyak kok saya alami pembuktian atas hal semacam ini

The Power of Curhat

Sering pada nonton Bengkel Hati di TPI pagi-pagi ba'da Shubuh? Satu sajian menarik bernuansa religi yang menurut saya banyak juga manfaatnya. Nah, ketika kemarin menonton, saya teringat pesan Pa Jamil bahwasannya uniek-unek itu harus ditumpahkan.

Kalau tidak ditumpahkan, akan menjadi gumpalan yang merusak anatomi tubuh. Seperti tulang belakang menjadi keropos, kaki kesemutan, dan sebagainya.

Dan tahukah bahwa penyebab kematian terbesar di Indonesia adalah strouke. Tahu kan sebab strouke? masalah yang dipendam sehingga membesar. Begitu?

Sedang Dipersiapkan

Event terjauh SDI, yakni di Sukabumi awal bulan depan. Manusia mempersiapkan, Tuhan yang menentukan.

6/28/09

Jangan Bilang Bilang

Jangan Bilang Jangan
Jangan bilang takabbur, kalau masih mampu membuat iklan pilpres satu putaran
Jangan bilang dikeroyok, kalau 24 partai diborong semua
Jangan bilang kesatria, kalau masih hoby curhat tentang apa saja
Jangan bilang santun, kalau masih suka sindir menyindir
Jangan bilang nasionalis, kalau masih menganggap Amerika sebagai tanah air kedua
Jangan bilang religius, kalau mengenakan jilbab bak sendal jepit
Jangan bilang bersih, kalau masih melibatkan pejabat BUMN dalam tim kampanye
Jangan bilang berjuang untuk rakyat, kalau anggota keluarga yang diperjuangkan untuk berkuasa
Jangan bilang curang, kalau masih menggunakan operasi intelijen
Jangan bilang demokrat, kalau struktur partai masih feodal
Jangan bilang muslim yang taat, kalau duit banyak tapi haji belum sempat

6/25/09

25 Juni

Ke Pa Unggul kok lupa-lupa syairnya terus, besok ya... terus ke kampus sebagai penghormatan terhadap H-2 penutupan pendaftaran program SP (singkatan dari Spesial Puasaan) yang akan menjadi aktivitas tambahan saya selama Agustus nanti.

Jangan lupa menghubungi Staf Pa Fedy di nomor yang dikirim pa Fedy tadi siang, coba di chek sudah layak laundry belum (oh ya, yang kemarin pada belum bayar laundrian ditagih), pin Yaya finishing (Anna diajak, katanya pengen belajar), sama Aan ke Mang Udin pemilik ruko mewah di pertigaan Mafaza Square yang akan kita sewa,

Hei, kasihkan stiker ke Meta, sorenya mudik asyik... jangan lupa tuh pin dipaketin dulu lewat Bintang Wijaya atau Max, Hanie katanya pengen ngobrol soal The Power of Kepepet tadi belum sempat, ke Gramedlah mampir sebentar, Puput minta ditemui di rumahnya masa nggak jadi-jadi terus, burning driver & Windows Black, Briefing with Andri yang malam ini tertunda penting banget,

Dhuha & Istikharoh jangan terlewat, Mas Dayat minta ditransfer, kasihlah bonus buat Naim. Oke...!!!

Setiap Hari Saya Ketemu Orang Positif

Senin kemarin ketemu Vika, anak FKP yang baru lulus, tapi maju n hebatlah dia... salut sama pemikiran, kedewasaan dan keprihatinannya...

Selasa ketemu mas Aji Musyafa, seorang defable (penyandang cacat) yang tak pernah mengemis, justru menjadi tulang punggung keluarganya dengan berentrepreneur

Rabu tadi ketemu Ria Marliana, dapat 4 point yang bagi saya sangat menyentuh dan aplikabel disamping dapat nasi padang dan beberapa software

Besok ketemu siapa ya? Insyaallah ketemu orang BMS TV yang mengajak bermitra.

Jumat? Sabtu? dan seterusnya. Risky.. Rizky.. setiap hari ketemu orang positif kau, beruntung sekali ya, semoga sukseslah setiap prosesmu key, niatkan dengan kelurusan tujuan, itu sudah jadi satu point kesuksesan tersendiri. Perkara hasil, itu bukan hak manusia menjustis, oke key?

Cinta itu

Harus ditelateni... nikmati saja prosesnya, karena sukses ada di proses, bukan di hasil, oke key?

Ya Memang Harus Privatisasi

Salah satu pernyataan Pa Boed, calon wapres pendampingnya SBY yang dicap Neolib adalah "Privatisasi akan terus dilanjutkan, tapi selektif".

Pertanyaannya, apa iya harus privatisasi pa? bukankah aset negara akan tergadaikan pelan-pelan? Hm, simpulkan sendiri saja setelah membaca tulisan ini. Sekarang begini anak-anak, pak guru akan menjelaskan tentang perjalanan kereta api dari Purwokerto ke Jember yang memakan waktu 15 jam mungkin ada. Saya sebenarnya ingin bertanya ke dirut PT KAI, apa tidak pernah dilakukan survay atau analisis grafik fluktuasi penumpang? atau ada tapi tidak valid datanya?

kenapa memangnya? lah kalau memang analisis data penumpang itu ada, harusnya kejadian seperti tadi pagi saya terjepit dengan sebungkus rames di dekat sambungan gerbong oleh karung berisi pisang dan kotak berisi kopi panas ditambah dilompati orang yang mau turun dari kreta tentu tidak perlu terjadi. Kenapa jumlah penumpang dan armada bisa timpang? Bukankah tiket yang terjual terdata?

Itulah bobroknya pengelolaan dalam negeri, bandingkan dengan Bus Efisiensi yang notabenenya punya swasta itu. Kereta api seolah-olah yang penting jalan, yang penting setoran tiket masuk. Tapi beda dengan Efisiensi, Bus itu menyediakan fasilitas dan kenyamanan yang terus ditingkatkan.

Apa di kereta api tak ada tim kreatif atau RND? kalau seperti ini terus siapa yang rugi coba? alih-alih nyaman, pengguna kereta akan beralih ke angkutan lain kalau fasilitasnya tidak diperhatikan, jangankan minuman, kursi aja tidak. jangankan duduk di kursi, duduk di sambungan gerbong saja susah, apalagi ditambah tukang sapu liar yang menyeok2kan dan menerbangkan debu. lengkaplah sudah...

padahal, untuk negara berkarakter geografis luas seperti Indonesia ini, kereta api bisa menjadi transportasi vital, jauh lebih supported ketimbang bus. karena banyak perjalanan jarak jauh, kereta jelas jauh lebih cepat dan lebih baik.

karena itu, kalau saya jadi negarawan besar di bangsa ini nanti, kereta api akan saya upayakan untuk maju bertahap hingga bisa menyaingi Jepang. ya, ikhtiar simple nya, mulailah dengan mencoba upaya menyeimbangkan jumlah gerbong dan penumpang. Memang, mungkin anggaran agak membengkak, tapi kan itu di awal saja, ketika pengguna kereta api nyaman, dia akan bergetok tular sehingga pengguna kereta terus bertambah, kemacetan jalan raya berkurang, penipisan kantong akibat tiket mahal teratasi karena kereta lebih murah. Dan yang terpenting pak Marjoko tidak menebangi pohon lagi dengan alasan perluasan jalan.

Ini jaman penghijauan men... kok bupatinya mencontohkan pembabatan pohon, kelaut aja...

Kembali soal privatisasi, memang kalau diserahkan ke swasta kecenderungan akan jadi profesional. jadi sangat setujua saya dengan upaya itu, tapi kan yang anti buat saya adalah, privatisasi jadi celah bagi pejabat negara untuk mendapatkan komitmen fee yang justru menggerogoti hak finansial bagi negara. Ini nih yang bahaya pa Boed dan semua pendukung privatisasi..

Jadi, solusi terbaik memang kita bangun SDM-nya, kumpulkan saja motivator2 nasional untuk menggagas ide bagaimana agar BUMN dan birokrasi pemerintah punya mental inovatiflah minimal, jadi tau mensiasati keadaan, menyadong gaji bukan sekedar menjalankan rutinitas yang mengabaikan rakyat, bukan itu, bukan, tapi melayani masyarakat dengan 'inovasi tiada henti'

Efisiensi Memang Efisiensi

Andri rupa-rupanya patut untuk sujud syukur, karena dia sedianya harus menjemput saya di teminal bus purwokerto--sekali lagi terminal, bukan stasiun--jam 24.00 akhirnya tidak perlu melakukan hal itu karena ternyata Bus Patas Efisiensi Yogya-Purwokerto memberikan fasilitas antar penumpang dalam kota menggunakan armada SHUTTLE BUS nya.

Jadi, kalau mau ke Purwokerto, turunnya di Garasi Berkoh dan akan di antar sampai tujuan asal masih di dalam kota. Kalau ke Jogja juga, Shuttle Bus yang gratis dan dilarang memberi uang tip kepada sopirnya menanti setia di depan RM Ambar Ketawang, Gamping.

Menghemat waktu dan uang, bukan? Efisiensi...

Belajar Membedakan Memperturutkan Keinginan dengan Menjemput Amanat dari Membeli Laptop

Dulu, saya beli laptop karena ingin. Rasanya senang kali ya ketika barang yang sebelumnya tidak dipunya tiba-tiba sudah ada disamping kita. Ya, keinginan kita tercapai. Tapi, apakah kedepannya pergumulan saya dengan sang laptop hanya sebatas keterpuasan keinginan?

Ternyata tidak. Setahun lewat sebulan, sudah berapa kali saya keluar masuk service & guarantee Computa Computer, belum HP Service Center Yogya juga Semarang, belum yang diotak-atik sendiri, atau teman. Baru tahu saya, ternyata membeli Laptop berarti menjemput amanat.

Amanat untuk apa? Banyak... Diantaranya, amanat untuk memeliharanya, untuk memperbaikinya dikala rusak, untuk mengoptimalkan penggunaannya.

Begitupun dengan menikah, mungkin terbesit menikah adalah keinginan untuk bisa leluasa menjamah belahan jiwa kita. Untuk bisa berpacaran dengan halal dan sejuta keinginan indah lainnya. Tapi, bukan itu saja ternyata, menikah adalah menjemput amanat. Amanat kepemimpinan sebagai seorang kepala rumah tangga, imam bagi istri dan anak-anak.

Nah, pantaskah untuk sebuah amanat agung kita mencalonkan diri? kita meminta dengan 'sembrono'. Bukankah amanat itu berat? bukankah amanat itu diberikan, bukan diminta? Dan hanya orang yang berkapasitaslah yang pantas ditunjuk untuk diberi amanat.

Merevisi doa, tentu ini buat saya, bukan buat siapa-siapa. Bukan lagi mengatakan, Duhai Allah, saya ingin menikah. Tapi, Duhai Allah, mampukan saya menikah...

6/23/09

Dua Spesial

Dari "Dare to Change" kita belajar untuk mengubah salah satunya mindset minder jadi mindset spesial, ya, memandang spesial diri sendiri sebagai ungkapan syukur untuk hasil aksi terbaik.

Sekarang dari "Dare to Try" kita belajar untuk memandang waktu-waktu kita spesial. Ya, sekarang adalah waktu terbaik kita, bukan menunda nanti, bukan menunda demi menunggu ini dan itu. Beranilah mencoba, karena saat ini adalah momentum yang paling tepat untuk memutuskan benar-benar mencoba.

Momentum itu kita yang membuat, momentum terlalu sedikit kita jumpai kalau hanya ditunggu. Ya, dibuat sekarang juga. Kalau hari ini kita sudah memulai dengan "1", maka ketika momentum yang kita tunggu datang, kita mungkin sudah "100", tapi kalau kita baru berani mencoba menunggu suatu momentum datang, maka ketika yang lain sudah "100", kita baru "1".

Do it Now! And just Try It at Home!

Tenses Kehidupan

Ada empat bentuk kejadian dalam tenses yang kita kenal, yakni SIMPLE, CONTINOUS, PERFECT dan PERFECT CONTINOUS.

Apa dalam kehidupan, untuk meraih kesuksesan kita membutuhkan kaidah tenses juga. Iya? itu kata Mr. Hani Sutrisno penggagas desa Bahasa dari Muntilan. Ya, untuk mereatas sukses yang pertama kita cukup melakukan hal-hal yang simple-simple dulu, yang mampu kita jangkau.

Lalu, lanjutkan dengan ketekunan, kerjakan hal itu secara continous atau berangsuur-angsur. Maka setelah itu, jadilah kita perfect. Lalu jangan berhenti, teruslah belajar dan berbagi, agar perfect kita menjadi perfect continous, atau sukses terus-terusan, hehe

Hanya Soal Jam Terbang

Bob Sadino mengatakan, sukses itu bukan perkara kepandaian atau bakat. Sukses adalah perkara jam terbang. Itulah rahasia sukses seorang yang tidak lulus sekolah tetapi sekarang menjadi salah satu orang terkaya di negeri ini.

Cristiano Ronaldo tidaklah serta merta langsung pandai bermain bola, tapi latihannya yang tak pernah berhenti ditambah pengalamannya berpindah-pindah dari satu pertandingan ke pertandingan lainnya maka mejadi spektakulerlah prestasinya.

Begitu juga, pilot sepandai apapun tapi baru pernah menerbangkan pesawat, akan sulit untuk menyamai pilot yang sedang-sedang saja tapi sudah puluhan ribu jam menerbangkan pesawat.

Menghimpun jam terbang kuncinya adalah ketekunan. Tekun bertahan pada bidang yang kita geluti, orang yang mencoba lalu gagal, mencoba lagi dan gagal lagi lalu berhenti mencoba, dia tergolong tidak tekun, maka jam terbangnya tidak tinggi, dan diragukanlah kesuksesannya.

Lalu jika jam terbang adalah penentu kesuksesan, bagaimana donk peranan bakat. bakat memiliki pengraruh, hanya kecil pengaruhnya, sebuah buku pengembangan diri menyebutkan pengaruhnya hanya 1%.

Karena itulah, bakat hanyalah impuls, pemicu kita untuk mau meniatkan menekuni sesuatu. Selanjutnya, kemampuan kita bertahan lebih lama, untuk tekun menghimpun jam terbang itulah yang akan menentukan seberapa ahli kita, seberapa dahsyat sukses yang kita raih.

Yang Berani Mencoba

"Vini, Vidi, Vici", satu slogan dari bahasa latin yang artinya, saya lihat, saya datang dan saya menang. Begitulah seorang pemenang, seorang pencari sukses menuntaskan perjuangan mereka. Bukan hanya datang, duduk dan diam mendengarkan teori. Setelah kita menguasai ilmunya, maka tidak cukup kita menjadi perpustakaan yang berjalan, yang selanjutnya adalah berani mempraktekannya.

Seperti pelajaran kimia, tidak cukup hanya berteori di kelas, kita harus segera bergegas ke laboratorium, untuk praktikum. Untuk mencoba. Begitulah sejatinya kehidupan kita, kita tak dituntut hanya sekedar tahu teori-teori kesuksesan, rumus-rumus kedewasaan. Yang selanjutnya adalah kita harus berusaha mempraktekannya.

UAN Sudah Benar

Menjadi masalah atau anugerah, sesuatu hal akan ternilai dari bagaimana cara kita meniliknya. Sebut saja soal UAN, berapa banyak siswa yang di vonis "tidak lulus" dan seolah-olah itulah akhir hidup mereka, itulah doktrin fix tentang kebobrokan kapasitas dirinya.

Tapi betulkah demikian? Justru bukannya UAN merupakan satu kebijakan pemerintah yang bisa dinilai maju? Loh, membuat frustasi orang kok di bilang maju? gimana ceritanya tuh?

Begini, landasan diberlakukannya batas ketuntasan demikian tinggi, sebuah standar nasional ditengah tidak satandarnya sarana dan prasarana sekolah di semua pelosok Indonesia merupakan sebuah ungkapan pengakuan pemerintah bahwasannya pendidikan di negeri ini sudah sama sekali "babar blas" tidak menjamin tingkat kesuksesan masa depan seseorang.

Karena itulah, pemerintah mencoba mentransfer kesadaran itu kepada rakyatnya. Matahati pemerintah sudah terbuka, bahwa orang yang pernah dijuluki terkaya di dunia Bill Gates drop out dari sekolahnya. Begitu juga Bob Sadino, bahkan Andri Wongso tak lulus SD sama sekali. Hal serupa menimpa penulis blog ini, orang sukses yang akademiknya terkatung-katung.

Maka, sudah menjadi tugas kita untuk melanjutkan program mulia pemerintah ini. Setelah dengan caranya yang cenderung sarkasme, menjustis ribuan siswa tak lulus, maka kewajiban kita adalah memberikan penerangan pada mereka, bahwa jalan mencapai sukses tak selalu harus diretas dengan ijasah.

Maka, ke depan, Indonesia tidak lagi menjadi negara linear yang ritmetik, serba teratur, seragam dan monoton. Indonesia akan menjadi bangsa yang dinamis, yang dari keadaan apapun anak mudanya berangkat, semua bisa berujung sukses.

Ingat, bangsa ini tidak akan sejahtera sekalipun kepada setiap penduduknya dibagikan uang 10.000.000 tiap bulannya. Bangsa ini akan sejahtera ketika semua penduduknya bisa memahami bagaimana memandang uang, membangun mindset yang benar terhadap materi, bukan hanya uang, juga ijasah.

Untuk saudara-saudara sebangsa dan setanah air yang belum ditakdirkan lulus tahun ini. Selamat, itu kesempatan anda untuk membuka khasanah ilmu, bukan hanya berkutat pada monotonnya kurikulum. Saya percaya Allah sudah persiapkan jalan sukses yang istimewa buat Anda, dan jalan itu bisa jadi bukan berada di jalan akademik.

Pending for Tomorrow

Ada 4 judul lagi belum di drafting : Kisah Pemberani Mencoba, Jam Terbang, Rumus Tenses Kesuksesan, dan Dua Spesial yang kita miliki.

Lalu ke Kertanegara memberikan Cancellation Fee ke Mas Aji, Benerin Laptop pake Barisky Yusi, ambil surat perjanjian di pa Unggul, Mafaza FM, Ketemu Davied dari UGM

Posting Masterpiece Indonesia, Kompasiana

Percaya Diri!

Percaya diri adalah bekal paling mendasar yang menentukan berani tidaknya seseorang mencoba. Mencoba apa? tentunya mencoba teori yang telah ia serap, mencoba ilmu yang telah ia dalami.

Seringkali kita terjebak oleh rasa minder, kurang ini dan kurang itu. Sebetulnya ada cara untuk memberangus rasa 'minder' yang destruktif diri. Caranya sederhana. Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan meninggalkan sudut pandang egoistik kita dan memindahkannya ke sudut pandang kemanfaatan.

Artinya bagaimana? Artinya kalau selama ini kita malu, takut dan tak berani tampil untuk mencoba dikarenakan kita malu dengan fisik dan performa kita. Maka sudah saatnya pikiran itu ditinggalkan, jadinya yang terpikir adalah, kalau saya berani tampil, maka sekian orang akan mendapatkan kemanfaatan dari apa yang saya bawakan. Namun, kalau saya ragu-ragu dan akhirnya tak jadi tampil, maka sekian banyak orang akan tidak mendapat manfaat apa-apa dari ilmu yang akan saya sampaikan.

Ketika kita berpikir ego, maka minder, kurang ini, kurang itu dan kecemasan-kecemasan penampilan lainnya yang tampil. Namun, ketika kita berpikir tentang kemanfaatan, kontribusi, inspirasi dan hal-hal lain yang berkait langsung dengan orang lain, maka justru rasa bersalahlah yang muncul ketika kita enggan mencoba.

6/22/09

Experience is The Best Teacher

Siapa orang di dunia ini yang tidak mengakui keabsahan kata-kata ini, "Pengalaman adalah guru terbaik". Nah, kalau sudah tahu bahwa guru terbaik itu adalah pengalaman, maka kenapa kita masih rentan dengan istilah gagal dan berhasil hingga membuat kita ragu-ragu dalam mencoba? Bagaimana mungkin seseorang bisa mendapatkan pengalaman kalau dirinya tak pernah mencoba?

Maka, agar kita punya banyak guru-guru terbaik yang bisa benar-benar memberikan pada kita pelajaran dan perubahan, maka kita harus memiliki keberanian untuk mencoba. Mencoba hal baru, bukan sekedar berputar-putar dalam tong setan yang bernama "rutinitas".

The Power of Now

Dalam kultur masyarakat Jawa, ada tembang atau lagu bernuansa pendidikan yang amat dalam maknanya. Judulnya Lir Ilir, ada satu nukilan kalimat dalam liriknya yang sangat bagus, yakni "Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane".

Apa maknanya? Ini adalah sebuah ajakan untuk menjadikan saat ini sebagai momentum alias waktu yang istimewa. Dengan menyadari bahwa saat inilah selagi terang sinar bulannya, selagi lapang kesempatannya, maka jangan tunda-tunda lagi untuk maju, untuk mencoba.

Ingat, "jangan menunggu sempurna untuk memulai, tapi mulailah untuk menjadi sampurna, sekarang juga!"

Senada dengan pesan dalam potongan bait Lir Ilir, kita juga mendapat pesan bijak "ingatlah 5 perkara sebelum 5 perkara".

Dan bukan hanya itu, teori pengembangan modernpun mengangkat hal senada, ditandai dengan melejitnya penjualan buku "The Power of Now". Bahwa masa lalu dan masa depan bukanlah milik kita, satu-satunya yang kita miliki, yang kita kuasa atasnya adalah masa kini. Maka, ketika kita bingung memilih kapan saat yang tepat untuk mencoba, maka jawabannya adalah : saat ini.

Keberanian mencoba sangat erat kaitannya dengan momentum "saat ini". Karena rasa takut yang membelenggu hasrat untuk mencoba kebanyakan adalah muncul dari dalam diri sendiri, sebuah kecemasan yang sebenarnya lemah secara logika. Kita sering menjadi terlalu penuntut, bahwa kalau mencoba harus langsung berhasil. Padahal kan tidak seperti itu, sama seperti percobaan bola lampunya Thomas Alva Edison yang gagal 9.994 kali, (bayangkan...), mencoba selalu memiliki dua kemungkinan : berhasil atau gagal.

Dan kalau kita tidak masalah dengan keberhasilan, maka sudah sepatutnya kitapun tidak perlu mempermasalahkan kegagalan. Yang jadi permasalahan adalah ketika kita menunda-nunda mencoba, hingga kita kehilangan momentum untuk mencoba, dan nihillah hasil kita.

Spesialkan waktu-waktu kita

Beberapa waktu lalu di sebuah perjalanan kereta api saya berbincang dengan seorang penumpang yang bijak berilmu, dia tanyakan umur pada saya, saya jawab 22. Terus dia lanjutkan lagi, kira-kira sisa umurnya tinggal berapa? Wallahu 'alam saya jawab, lalu dia menimpali, "kita pakai hitungan rata-rata saja ya, 60 tahun misalnya. Berapa umur tersisa?" jawaban saya : " 38".

Ya, terhenyak saya, sadar bahwa dalam hitungan manusia yang begitu terbatas, sudah sepertiga umur saya habis, sisanya tak lebih dari dua pertiganya. Pertanyaan yang terlontar ke sanubari saya, dengan sisa waktu saya itu, yang sedikit itu, apa cukup saya hidup datar-datar saja? apa merasa mulia hidup hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri saja? Bagaimana pertanggungan saya di kehidupan sesudahnya?

Dari situ saya, kita, tahu bahwa, waktu kita itu sedikit. Sedikit tapi istimewa. Tapi seringkali kita meremehkan waktu kita, "ah, nanti sajalah" atau "ah pelan-pelan saja yang penting kelakon", seolah-olah waktu kita berlimpah ruah sampai bingung menghabiskannya.

Sangat disayangkan bila seperti itu, padahal dengan waktu yang demikian terbatas, sudah seharusnya kita menghargai waktu demi waktu kita, memandangnya dengan spesial. Hingga perjalanan hidup kita, adalah sebuah perjalanan dari satu momentum ke momentum lainnya.

Maka terjawab sudah, momentum tidak cuma ditunggu. Kita bisa menciptakan setiap waktu kita menjadi momentum, waktu yang spesial, yang amat sayang untuk dilewatkan.

p = m . v

Kali ini kita akan bicara tentang momentum. Bila ada dua kendaraan bertabrakan, maka seberapa parah kendaraan itu rusak tergantung pada momentum yang terjadi pada dua kendaraan itu. Semakin cepat kendaraan itu melaju, semakin parahlah. Begitu juga, semakin besar massa kendaraan itu, semakin parahlah pula.

Karena itu, dalam fisika besaran momentum dirumuskan dengan perkalian m (massa) dengan v (kecepatan). Dan rupa-rupanya rumus inipun berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Mau bukti? Kenapa seorang yang belajar pagi-pagi buta di hari H ujian bisa lebih banyak membaca halaman-halaman buku ketimbang belajar seharian tapi seminggu sebelum ujian?

Kenapa seseorang di hari lahirnya lebih bisa merasakan nikmatnya puasa sunnah dan khusyuknya muhasabah ketimbang hari-hari biasa? Dan sebagainya. Hal ini tidak lain dan tidak bukan adalah karena jam-jam menjelang ujian adalah momentum, karena hari lahir adalah momentum, sebuah waktu yang memiliki bobot psikologis tersendiri.

Begitulah, setelah kita sadar di waktu-waktu yang kita lalui ternyata ada waktu-waktu istimewa bermomentum, maka tantangan bagi kita untuk bisa peka memanfaatkan momentum-momentum itu. Amat sayang bila terlewatkan...

Misalnya, hari minggu saat kita free kuliah, sayang dilewatkan momentum itu untuk menghabiskan hari dengan mengikuti pelatihan entrepreneurship misalnya. Saat praktek kerja industri misalnya, sayang melewatkan momentum itu untuk mencari channel yang siapa tahu berguna kelak di kemudian hari.

Dan, pertanyaanya sekarang, apakah kita hanya cukup menunggu momentum-momentum itu berdatangan? atau kita bisa membuat momentum?

Untuk Sukses, Kita Butuh Impuls

Alkisah di sebuah kerajaan, sang Raja sedang cemas memilihkan jodoh yang tepat untuk putrinya yang cantik jelita elok parasnya menawan tiada tara. Saking bingungnya, maka diadakanlah sayembara.

Sungguh bukan sebua sayembara sembarangan, sekalipun pemuda tampan hingga duda rupawan sudah berkumpul di medan sayembara, mereka semua tertegun karena rintangan yang harus dilalui benar-benar menantang.

Ketua panitia sayembara mengumumkan dengan TOA kerajaan, bahwa barangsiapa peserta sayembara yang dapat selamat menyeberangi kolam di tengah medan sayembara, hingga menyentuh batas finis maka berhak menikahi sang putri.

Kalau sekedar kolam si apa menakutkannya, tapi apa, di dalam kolam itu ada berekor-ekor buaya ganas yang siap memangsa siapa saja yang mengganggunya. Dan semua tertegun tak bergerak dari tempatnya berdiri selama beberapa lama. Sampai mengejutkan, seorang pemuda membuyarkan konsentrasi hadirin dengan ceburan air, dia terus berenang dan berenang, melewati buaya demi buaya, hingga akhirnya dia bisa sampai ke seberang kolam dan melewati garis finis.

Hore... Sang Rajapun bersorak kegirangan, akhirnya Sang Putri yang cantik itu menemukan jodohnya (aneh ya, kalau cantik kenapa susah-susah amat cari jodoh, namanya juga kisah...). Lalu apa kalimat pertama yang diucapkan sang pemuda setelah selamat ke seberang kolam? pemuda itu berkata, "Siapa yang tadi mendorong saya ke dalam kolam?"...

tweng... tweng... kirain gentlemen, ternyata kecemplung.. Nah, apa makna dari cerita itu?

Ya, untuk maju, seseorang memerlukan impuls. Dalam fisika, impuls didefinisikan sebagai gaya yang bekerja pada suatu benda dalam waktu yang sangat singkat. Entah ada hubungannya atau tidak, saya ingin sampaikan bahwa disadari atau tidak, manusia mempunyai sifat 'lembam' atau pengertian sederhanya adalah cenderung bertahan dan enggan bergeser alias malas. Oleh karena itu, untuk maju seseorang harus memiliki pemicu untuk meneriakkan "action now", untuk melepaskan diri dari belenggu kelembaman dirinya. Kira-kira begitu...

Permasalahannya sekarang, apakah kita akan menunggu pemicu itu datang dari luar, atau kita meletupkan pemicu dari dalam diri? Ini yang penting agar kita tidak banyak kehilangan waktu seperti kata buku tulis SIDU : never till tomorrow, what you can do today...

23 Juni 2009

Apakah cinta bisa dibangun?

jawaban BISA yang saya punyai saat ini hanya punya alasan : Bisa, bila cinta itu dibangun dengan tasbih,

Yang Maha Lembut, Bimbinglah aku dengan kelembutan-Mu

6/19/09

Sukses Nggak Enak Sendirian

Kira-kira begitulah jawaban Mas Andri ketika ditanya kemarin kenapa rame-rame perginya satu avanza 6 orang kalau nggak salah apa ya,

Ya, katanya sukses itu nggak enak sendirian. Maka dari situlah saya tahu kenapa Mas Andri membuat Success University yang saat ini sudah sampai di angkatan ke-44. Kenapa Pa Purdi bikin Entrepreneur University, kenapa Aa Gym membuat Manajemen Qolbu, kenapa Ustadz Yusuf Mansyur membuat Wisatahati, kenapa Soekarno membuat Partai Nasional Indonesia, kenapa ini dan itu.

Begitulah, team, group, kelompok, bagi saya adalah sebuah microteaching. Microteaching yang akan memandu belajar kita, bagaimana bermanfaat untuk orang banyak. Mulai dari orang-orang terdekat. Mungkin agak sulit dimengerti ya...

Jadi begini, hidup itu bukan seperti ulat Fabre yang hanya memutar-mutar (menuai gaji dan materi) sampai berujung lemas dan mati. Hidup itu untuk bermanfaat, cara bermanfaat ya berbagi, berbagi itu tidak melulu uang, tapi ilmu dan pengalaman juga. Nah, berbagi itu butuh media, dan keberadaan media itu harus dibentuk.

Bukan cuma dibentuk, tapi juga harus dipertahankan. Okelah, saya tidak mau psimis walau mungkin dimata banyak orang ini masih terlalu mengecewakan, toh dulu saya membuat organisasi bernama PSIMIS INDONESIA saja bisa suskes dan jejak-jejak kemanfaatannya masih terasa hingga sekarang, lalu kenapa sekarang dengan mana yang kebalikannya, sebuah kontradiksi, bukan lagi Psimis, tapi jadi Semangat atau lengkapnya SEMANGAT DONK INDONESIA.

Optimislah dengan mimpi-mimpi kita, orang seperti kita akan mati tanpa itu.

Berkomitmen

Berkomitmen tingkatannya lebih tinggi dari sekedar berkeinginan, kalau berkeinginan ada unsur "effort"-nya. Kalau berkomitmen, lebih dari itu, "sacrifice". Bukan cuma berani memperjuangkan, tapi berani berkorban.

Saya masih tahap belajar, termasuk soal komitmen. Salah satu media training saya adalah soal planning membuat training SERIBU SEMANGAT RAMADHAN, yang mudah-mudahan menyusul kesuksesan lomba tahunan GAKSA 2004 yang saya rintis dulu, kegiatan inipun akan menjadi agenda tahunan.

Sebagai bentuk kontribusi sosial kita, dan azzam saya mempestakan 1000 anak yatim dan dhuafa dengan hidangan dan ilmu bukanlah "omong tok".

Dua pilar kita tidak bisa dipisahkan satu sama lain : KEMANDIRIAN dan PEMBERDAYAAN PRODUKTIVITAS

TIDAK BOLEH

Bukan soal saya mendukung siapa, tapi dalam pilpres kali ini saya sampaikan ketidakmendukungan saya pada Capres yang tidak menjunjung nilai-nilai ke-Indonesia-an.

Kita tahu, negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia adalah Indonesia. Maka saya amat sangat tidak setuju dengan keberadaan pemimpin yang tidak membawa simbol-simbol Islam dan mengaplikasikannya.

Terserah dibilang rasial atau apapun, Indonesia TIDAK BOLEH dipimpin oleh pemimpin non-muslim, sekalipun dia hanya istri. Karena Istri presiden atau wapres, karena dia adalah Ibu Negara, simbol Bangsa.

Dan Tidak selayaknya pula Indonesia mempunyai pemimpin yang notabenenya muslim taat yang kaya raya, tapi belum naik haji. TIDAK BOLEH.

Bayangkan kalau Ibu Negara, simbol bangsa ini berjilbab anggun, cerminan kelembutan dan kesejukan rakyatnya. Itulah Indonesia yang bermartabat dimata dunia menurut saya. Bukan Indonesia yang dimasukkan dalam majalah TIME, yang masuk dalam 100 besar, padahal tidak ada dalam daftar nominasi 207 nama... jadi dipertanyakan? ada apa.. adha apa.. addhha apa...

sekali lagi, wahai calon pemimpin bangsa, tunjukkan ke-islaman-mu dengan berhaji. dan wahai calon ibu negara, tunjukkan keanggunan dan kelembutan bangsa ini dengan jilbabmu... menurut rizky si gitu...


Okelah kalau ada yang berkilah bahwa, itu kan cuma isu. Tolong tunjukkan ksatriamu, sekiranya Anda adalah orang yang membanggakan diri Anda sebagai calon pemimpin bangsa yang besar ini, klarifikasi secara resmi dan terbuka kebenaran atau ketidakbenaran isu ini.

Mendiamkannya adalah tanda 'ke-pecundang-an'.

Satu Proposal Sudah Jadi, Satu Lagi Sedang Dirancang

Yusuf Mansyur,

Lama tak bersua beliau.. Nanti lah usai Jumatan. Guru yang satu ini memang guru yang baik, coba, bayangkan aja, masa kita belajar itu nggak boleh banyak-banyak. Asyik nggak tuh?

Katanya, sedikit-sedikit aja, yang penting dipraktekkin, kalau banyak sekalian dipelajari biasanya susah mraktekinnya.

Terbersit keinginan dan doa sedari lama, saya ingin beliau yang memberikan tausiyah pernikahan saya nanti (yang semoga tidak lama lagi). Di hari yang istimewa untuk saya, istri saya, keluarga dan sahabat-sahabat saya ini, saya berdoa agar bisa mempestakan 1.000 yatim & dhuafa. Bukan sekedar pesta hura-hura, lebih dari itu : pesta Ilmu.

Mungkin SERIBU SENYUM RAMADHAN bersama Pa Ary atau trainingnya Pa Jamil, biar saya beri nama sendiri : SERIBU SEMANGAT RAMADHAN. Tapi kan nggak di bulan ramadhan ya? ya nanti kata ramadhan diganti lah jadi "surga", atau "anak negeri" atau apalah...

Semoga Allah simpatik dan memberikan maklum atas semua salah dan dosa saya, saya akan ikhtiarkan dari sekarang. Ibaratnya, uji coba dulu, sembari bilang, "Nih, ya Allah, Engkau lihat saya sungguh-sungguh kan? Maka ijabahlah proposal hidupku, dan proposal nikahku, amin..."

6/18/09

Slisiban

slisiban

adalah istilah bahasa jawa dalam strata standar yang berarti berselisih waktu, atau arti bebasnya adalah saya pergi dan anda datang, jadi nggak ketemu.

serehning

artinya "dikarenakan", ini adalah bahasa jawa tingkat tinggi yang hanya dimengerti oleh para orang tua jawa dan pranata cara pernikahan yang menggunakan adat jawa. kata "serehning" ditemukan pada kalimat semacam ini : serehning, adicara badhe dipun wiwiti (dikarenakan acara akan segera dimulai)

tahu

makanan yang dibuat dari perasan (saripati) ampas tahu. setiap kali saya bepergian saya selalu tidak bisa melewatkan untuk membeli tahu. ada tahu slawi yang disisipi aci, ada tahu petis yang ada sambel encer manisnya, ada tahu purworejo yang bulat-bulat gurih, ada tahu sumedang yang terkenal dimana-mana, ada tahu bakso bu midah yang selalu dinanti-nantikan pas training ESQ di sumarjito, ada tahu gimbal di dekat wisma DPRD Semarang, ada bakso tahu goreng (batagor) erik yang biasanya saya ditraktir andri atau indie.

Perlu diketahui bahwa batagor adalah makanan favorit saya.

6/17/09

Piala "Pernikahan" Semangat Donk

Setelah sekian lama tersimpan ..di tokonya.. akhirnya Insyaallah besok hari, piala pernikahan Semangat Donk Indonesia akan diserahkan melalui salah satu guru terbaik, Andri Maadsa, kepada yang namanya terukir dalam lempengan emas {Berwarna emas maksudnya...) di piala itu : KARYANTO dan MARIA ADE SALMA.

Samoga saya bisa terus melakukan percepatan diri, untuk menerima piala itu dan terukir namanya di baris kedua.

Saat tiba waktunya nanti, di perhelatan berbalut cinta dua insan yang suci, saya tidak ingin merayakannya. Kalaupun harus ada perayaan, saya hanya ingin mempestakan 1000 anak yatim dari 2 kota, kota saya dan kota istri saya. Ingin yang memberi tausiyah nikah guru tercinta saya Ustadz Yusuf Mansyur, ketua panitianya sahabat terbaik saya dan... dan semoga bisa bersegera, dalam iman, ilmu dan cinta, amin ya Rabb.

Survay Performa Capres

Mas, mba, kalau survay LSI atau LRI bolehlah "LANJUTKAN!" menang telak, walau beberapa hari terakhir ini katanya perolehan pasangan Bapak Budi dan Ibu Budi ini sedang merosot drastis.

Wah, tapi kalau mau kritis, memperhatikan dialog, diskusi panel dan pemaparan argumentasi tiga capres, jujur deh siapa yang paling cerdas?

ya, benar, jawaban Anda. Tapi ya itu, lagi-lagi saya berpikir 1000x untuk mencoblos, lihat saja peta Indonesia dengan segenap detail2nya... saya masih takut orang-orang yang maju ncapres itu tidak lebih dari merasa hebat, saking merasa hebatnya lupa dengan luas, megah, kaya dan agungnya negeri yang bakal mereka pimpin.

katanya tidak ada pemimpin yang mencalonkan dirinya sebagai pimpinan. ya, saya masih terus gali itu...

yang jelas, saya tidak terobsesi ini atau itu jadi presiden, hanya saya berharap kandidat yang tinggi hati mudah-mudahan bukan dia yang jadi. biar tau rasa, huehe...

Kita Perlu Membangun Monas

Seorang negarawan pernah berkata kritis mempertanyakan kebijakan Bung Karno, "Kenapa Anda mendahulukan pembangunan tugu Monas ketimbang masjid Istiqlal?"... maka Bung karnopun menjawab, yang potongan dari jawaban itu adalah, kalau saya tiada, pembangunan istiqlal pasti akan diteruskan oleh penerus saya, tapai kalau monas, saya kuwatir... . kira2 begitu.

Ini adalah sekelumit episode romansa perjuangan duo soulmate soekarno dan hatta, yang seringkali kress dan harus berselisihpandangan. Namun demikian, Hatta yang 'nrima' selalu saja bisa meredam dan membuat semuanya adem ayem.

Salah satu kontra diantara mereka adalah soal kebijakan-kebijakan di masa negeri ini masih bayi. Hatta idealis, sementara Soekarno begitu telaten menjalani tahap demi tahap. Akibatnya, banyak pemikiran-pemikiran Hatta yang demikian ideal dan memang diakui bagusnya oleh Soekarno tidak serta merta langsung direalisasikan, "iya, itu bagus, saya juga setuju, tapi itu nanti, sekarang kondisi belum memungkinkan..." begitu mungkin ujar si Bung.

Bung Karno pun pernah dihujam oleh persepsi menghambur2kan uang negara ketimbang memperbaiki kesra (Kesejahteraan rakyat). Tapi saya tahu, niat bung Karno adalah membangun eksistensi bangsa ini, pertama : agar bangsa lain mengakui keberadaan Indonesia dan kedua (yang terpenting), agar bangsa kita bangga atas bangsanya sendiri.

Maka dari itu, era awal pemerintahan Soekarno kita tahu, bangsa ini diwarnai dengan pembangunan ini-itu yang berkait dengan kebanggaan sebagai sebuah bangsa, diantaranya adalah Monas.

Begitulah, yang parah dari yang terparah di negeri kita adalah rasa minder, lupa bahwa bangsa ini adalah sebuah masterpiece, lupa pula bahwa diri kita sebuah masterpiece

SIARAN MAFAZA FM SELASA SORE KEMARIN

inilsah setidaknya yang saya kupas kemarin, yakni soal ke-masterpiece-an diri. Oi, lupa ya waktu kita hidup sekiranya normal 60 tahun aja, sudah sepertiga lebih habis, hitungannya tinggal 38 tahun. Apa iya di waktu yang tersisa kita mau lewatkan begitu saja tanpa kebanggaan?

Lalu kemana kita akan dikenang, kenangan generasi sesudah kita sebagai satu indikator besar kecilnya makna kehidupan kita bagi bangsa bagi dunia. Saya itu orang jelek, tapi dikelilingi orang-orang istimewa, jadi tetap saja saya coba pertahankan pandangan istimewa terhadap diri saya sendiri.

Profesor Fabre dari Eropa pernah meneliti tingkah laku ulat, ulat-ulat kecil dibiarkan berjalan mengitari pot bungan kecil di atas meja, lalu ulat itu dibelakangnya dikasih ulat lagi hingga sambung menyambung ulat-ulat itu membentuk lingkaran.

Dan apa yang terjadi, setelah sekian lama berputar-putar, di tengah lingkaran ulat itu ditaruh makanan kegemaran ulat. Tapi apa yang terjadi berikutnya, ironis, ulat itu terus saja berputar2 mengikuti jejak ulat di depannya, sementara makanan yang sebenarnya ada dalam jangkauan mereka mereka acuhkan saja. Akhirnya satu persatu mati lemas kelaparan.

Apa hidup kita mau seperti itu, mengikuti tradisi orang-orang 'general' yang letaknya lebih rendah di bawah knalpot yang hitam dan 'ngelanges'? apa maksudnya di bawah knalpot? iya, orang tipe kebanyakan kan berarti orang standar, standar kan letanya lebih rendah dari knalpot?

Kalau saya si milih jadi orang speedometer, yang hadir untuk memberi petunjuk, inspirasi, keterangan.

Bangunlah monas untuk diri kita, agar kita tahu seberapa istimewa diri ini harus diperlakukan? Dan tutup kuping seperti tutup kupingnya Soekarno ketika dicibir saat membangun pusat-pusat kebanggaan milik bangsa.

SDI pun sedang membangun monas dulu, sebelum ekonomi kerakyatan berbasis pemberdayaan dan kemandirian betul-betul mengorbit dengan cantik beberapa saat lagi. Sabar...

Ambruknya Jembatan L21

Bukan sebuah kebetulan, jembatan L21 yang menghubungkan bahu jalan pajang dengan theatre pajang 21 reot dan ambruk bersamaan dengan finishing dan peresemian jembatan terpajang se asia tenggara : Suramadu.

ya memang bukan sebuah kebetulan, karena memang nggak ada hubungannya, huehe. piss...

Asuransikan Makanmu

Sekian tahun ada di Purwokerto... cie gayanya, padahal baru 2 tahun lebih, huehe. Ya, itu kan kalau dihitung sejak saya, juga Hilmy terdampar di kampus nan megah Akatel Bumi Pariwara Putra Nirkarya. Jangan lupa, sebelumnya juga sudah 3 taun saya malang melintang dan kadang membujur di kota para satria ini.

Satu yang ingin saya ceritakan adalah bahwa saya belum pernah seharipun kesulitan makan diantara hampir 1000 hari ada di kota ini bersama Semangat Donk Indonesia dan ESQ juga EU.

Kadang beli di Bu Badriah, paling senang di Sitapen atau Lumpia BOM, tapi tidak jarang juga dapat jatah makanan lezat-lezat dari event dan training. Di traktir Mas Hendro, Ambar dan traktirwan traktirwati lainnya. Dan sering pula saya nraktir.

Ya, apa rahasianya? rahasianya adalah karena rejeki sudah ada yang ngatur. Wah, itu si bukan rahasia lagi, semua orang tau. Iya tau, tapi kan nggak semua yang tau meyakininya.

Nah, lepas dari tahu dan yakin, saya ingin berbagi soal asuransi makan. Weleh-weleh, kalau asuransi jiwa dan asuransi mobil sudah banyak, den bagus kita yang satu ini punya produk baru namanya asuransi makan. Caranya cukup simple, cukup carilah tempat makan yang ada tukang parkirnya. kok? sabar... akan saya jelaskan lengkap, tenang saja...

Hm, sebenarnya ini bukan produk saya, ini cuma saya terinspirasi dari guru saya tercinta, Ustad Yusuf Mansyur. saya dapat ilmu melalui beliau bahwa kalau kita sedekah, kita akan mendapat balasan pasti 10x lipat minimal, atau bisa sampai 70 bahkan 700 kali lipat bahkan tak terhingga... nah lo, percaya? ya percayain aja, orang valid kok sumbernya, lebih valid dari UUD 45 pasal 33 yang dilanggar terus oleh pejabat-pejabat kita.

Artinya apa, kalau memang kita percaya pada kemanfaatan sedekah itu, maka jadikanlah itu sebuah insurence system. artinya gini, kita ambil limit minimum manfaat, yakni 10 x lipat. nah sekarang hitung kebutuhan makan kita sehari, srapan nasi uduk 2.500 makan siang di sitapen dengan 2 gorengan 3.500 dan makan malam lunpia bom dengan nasi 2 menjadi (halah, 1 saja juga sudah kenyang kok, karena disamping bergizi, lumpia juga sangat memuaskan dari segi porsi, jadi jangan khawatir nggak kenyang... promosi...) jadi 6.000. Total sehari 12.000, okelah plus jajan dan es teh jadi 15.000.

jadi kalau kebutuhan makan kita sehari cuma segitu, kan cukup sedekah 10%nya alias 1.500, sudah ekuivalen. betul?

so, Tuhan itu lebih pandai dari guru matematika, tapi yang terpenting, sudah sebanyak apa sedekah kita selama ini, sampai 1.500 yang begitu kecilnyakah atau masih di bawah itu?

pantas saja kalau makan saja sulit. So... Action sekarang juga dan rutinkan! Dijamin kita akan menjadi orang yang dicintai, minimal oleh tukang parkir yang tiap kita parkirin dikasih lebihan 1.500, setiap hari...

Direpoti ternyata menyenangkan

Beberapa minggu terakhir saya mendapat amanat menjadi mediator jalinan kerja sama istimewa antara PT Semangat Donk Indonesia (tbk) dengan Den Bagus Aan Sugiantoro Betutu Leksono untuk mengerjakan tender pisang ijo company.

Terkendala masalah motor, karena setiba dari Bogor memang Aan belum mandiri secara motoritas, begitu juga asistennya. Nah, oleh karena itu, motor saya sering dibuat repot untuk dipinjamnya berlama-lama, mengurus ini dan itu demi tegaknya pilar2 kebangkiran bangsa dengan pisang ijo.

Tapi belakangan kok jarang ya pinjam motor saya, jadi terasa ada yang kurang. Jadi jarang menghubungi saya si Aan itu, dan entahlah saya juga tidak sedetail sebelumnya soal perkembangan sang pisang ijo.

TAUHID

Begitulah, dari kilasan singkat di atas kita bisa mengambil makna luar biasa mendalam, bukan?

6/16/09

Bersihkan Mata yang Ngeres

Malam ini Alhamdulillah berkesempatan terapi gurah mata, bersama dua dukun pengobatan, kaki andri dan nini indie. Dengan tiga ramuan ampuh berbahan herba, akhirnya mata yang ngeres ini bisa dibersihkan hingga kotoran2pun keluar setelah di terapi dengan ramuan itu.

Sangat perih, tapi sehabis itu segar dan enteng.

Berani Berubah (Materi Talkshow di Mafaza FM 16 Juni 2009)

  1. Perjalanan di Sebuah Negeri

Saya terkesan dengan perjalanan saya beberapa waktu lalu, di sebuah negeri menaiki sebuah kereta api tua. Disekeliling takjub saya pada pemandangan indah yang terlihat, “ini negeri hebat”, batin saya. Ada potensi lahan padi yang luar biasa luasnya. Dikejauhan juga terlihat dataran tinggi yang subur. Langitnya cerah. Dan dikesempatan perjalanan lain, saya menjumpai indahnya perairan negeri itu, pantai, danau, sungai. Lalu ketika saya mengajak bicara seseorang, dengan bahasa masyarakat setempat saya disambut ramah dan begitu bersahabat. Ketika saya tanya kepada orang itu, apa nama negeri ini? Kata orang itu, nama negeri ini : Indonesia.

Indonesia, puluhan tahun kita hidup di negeri yang disebut-sebut orang sebagai zamrud katulistiwa, tapi seberapa bangga kita terhadap langit yang kita junjung ini, bumi yang kita pijak ini? Flora dan fauna negeri ini luar biasa aneka ragamnya, kekayaan hasil bumi dan mineral begitu menggiurkan bangsa-bangsa lain. Sampai-sampai sebuah negeri kecil bernama Belanda yang letaknya di seberang belahan bumi sana mau jauh-jauh datang memburu negeri ini, bukan seminggu dua minggu mereka menetap, tapi tiga setengah abad.

Betapa betah mereka di bumi kita, bumi yang seringkali kita keluhkan selama ini.

  1. Seperti Tikus Kelaparan di Lumbung Padi

“Kesadaran” adalah kekayaan paling berharga yang dimiliki manusia. Karena yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah kesadaran itu. Termasuk salah satunya adalah kesadaran pada kekayaan yang melimpah disekeliling kita. Aa Gym pernah mengumpamakan penduduk negeri ini, termasuk didalamnya adalah diri kita bak “tikus” yang kelaparan di lumbung padi.

Amat memprihatinkan keadaan negeri ini. Pajak dari mana-mana ditarik, kelangkaan sembako dan pupuk, rendahnya pendapatan petani dan nelayan, impor kurang strategis, bahkan hingga komoditas garam dan singkong kita masih impor.

Ini adalah satu dari tiga krisis besar bangsa ini, krisis cinta terhadap negeri sendiri. Apa krisis berikutnya? Yakni merebaknya budaya hedonisme dan dominasi otak kiri.

Kebanggan terhadap negeri menjadi sangat rendah karena kita sendiri memiliki sedikit sekali koleksi pengetahuan tentang kekayaan bangsa ini, ditambah lagi keyakinan yang sangat tipis bahwa kita bisa menjadi bangsa yang besar.

Begitu pula dengan diri kita, seringkali kita tidak bangga dengan diri kita sendiri. Pandai mengeluh dan sedikit bersyukur, padahal kalau kita mau jajaki satu persatu komponen pada diri kita, kita akan terbelalak takjub dengan potensi yang kita miliki.

Begitulah dari kesadaran akan kehebatan negeri ini kita belajar, memulai melakukan perubahan dengan menyusun kesadaran akan kehebatan diri kita sendiri dengan segenap potensi yang kita miliki.

  1. Kentang Goreng Spesial : Mengubah Negatif jadi Positif

Ada sebuah kisah inspiratif dari buku NLP karangan Pakar NLP Nasional, Drs. Waidi. Alkisah ada seorang koki restoran yang sedang memasakkan pesanan pengunjung, seporsi kentang goreng. Karena terlambat mengangkat kentang yang digorengnya, gosonglah kentang. Tidak pantaslah kentang gosong disajikan, maka demi kepuasan pengunjung dia memasak sekali lagi. Untuk kentang hasil gorengan kedua ini sudah tidak gosong lagi dan siap disajikan. Dan kentang gosong yang tadipun akhirnya dia makan sendiri.

Pepatah Jawa mengatakan “Urip Iku Sawang-Sinawang”, begitulah seringkali kita memberikan sesuatu yang spesial kepada orang lain sementara untuk diri sendiri merasa cukup memberikan yang gosong-gosong saja. Kita pandai memuji orang lain, tapi seringkali kita memberikan pernyataan-pernyataan negatif terhadap diri kita. Terlihat sepele memang, tapi kalau hal seperti ini terus dilakukan dari hari ke hari, maka sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit, kita akan menjadi seorang pecundang yang tidak bisa memandang spesial diri sendiri.

Karena itu di pelatihan-pelatihan pengembangan diri ada yang namanya metode kontras. Peserta pelatihan akan diajak untuk menggali ke dalam diri, menuangkan dalam tulisan hal-hal negetif yang sering kita cap pada diri sendiri. Lalu mencari lawan katanya, dan kata yang baru itu kita internalisasikan ke dalam diri.

Bangun persepsi diri positif. Ini penting. Meskipun kita harus menyadari bahwa kita tidak bisa menjadi orang yang 100% benar, ada saatnya kita keliru, ada saatnya kita berbuat salah. Maka di saat itu adalah ujian bagi kita, bahwa ketika ada masalahpun kita tetap bisa berpikir positif, yaitu dengan tepat memilih fokus pikiran, bukan fokus pada rasa bersalah, tapi fokus pada hikmah.

Kalau pada saat kita bermasalahpun kita bisa positif, apalagi pada saat kita tidak bermasalah atau bahkan saat kita bisa berprestasi dan berkreasi?

  1. Semua Bangsa Besar Lahir dari Krisis

Kita bisa belajar dari Jepang, di tahun yang sama ketika kita merdeka, di saat yang sama Jepang hancur sehancur-hancurnya oleh dua bom atom dari sekutu. Tapi bagaimana perbandingan keadaan kedua negeri saat ini, setelah 60 tahun berlalu?

Jepang bangkit dengan begitu hebatnya, salah satunya adalah karena mereka tekun belajar dari kebangkitan bangsa sebelumnya, yakni Amerika dan Eropa. Revolusi Industri dan “Abad Penemuan” memungkinkan benua di belahan barat itu menjadi kiblat kemajuaan bagi dunia. Namun, karena tidak dibarengi dengan pembangunan akhlak, maka penjajahan (kolonialisme) menjalar dimana-mana, dan politik pasar bebas (liberalisme) memberangus dunia. Namun, terlepas dari semua itu kita bisa belajar dari bagaimana Inggris yang becek juga Amerika yang dihuni oleh orang-orang pendatang bisa merajai dunia? Diam-diam mereka belajar dari peradaban sebelumnya.

Di buku Imperium III karangan Eko Laksono dijelaskan bagaimana gilang-gemilangnya peradaban emas kaum Muslimin Abad ke-7 hingga ke-14. Sebuah Imperium terbesar sepanjang masa inipun tidaklah lahir langsung hebat, lahir dari satu krisis yang sangat-sangat memprihatinkan, dari padang pasir Mekah yang tandus, dari masyarakat jahiliyah yang tandus pula.

  1. Kurva “S” Tidur : Semua Orang Hebat Pernah Prihatin

Di suatu pelatihan saya mendapat ilmu bahwa keberhasilan itu seperti kurva berbentuk huru “S” yang ditidurkan, sehingga dari garis normal, kurva itu akan melengkung ke bawah, terus ke bawah, sampai pada titik kulminasi kurva itu akan naik, naik dan naik. Kata Pa Ippho, penulis buku best seller “13 Wasiat Terlarang” tentang otak kanan, “Optimislah, ketika kehidupan kita sedang turun, berpikirlah bahwa sebentar lagi kehidupan kita akan beranjak naik. Dan optimislah, ketika kehidupan kita sedang naik, maka sebentar lagi kehidupan kita akan beranjak naik lebih tinggi lagi”.

Pa Jamil Azzaini (Penemu Kubik Leadership) datang ke Bogor dengan uang sisa registrasi IPB 14.000 rupiah, dihina dan akibat bau karet karena dia sekolah sambil mencari uang dengan memungut getah karet. Untuk bisa makan harus memancing ikan dulu di sungai buat lauk, tapi bisa sukses karena waktu itu dia Positif.

Andri Wongso tidak lulus SD, menjajakan dagangan bersama istrinya dengan kehidupan rumah tangga yang begitu darurat ekonomi, tapi bisa sukses karena waktu itu dia Positif.

Ciputra adalah anak miskin dari Gorontalo yang untuk makan saja susah, tapi bagi ibunya pendidikan jadi prioritas walau sesulit apapun uang. Baju 1 kering di badan, ke sekolah tanpa alas kaki, tapi bisa sukses karena waktu itu dia Positif.

Ippho Santosa, pernah jualan donat 2 tahun banting tulang siang-malam sebelum belasan bukunya best seller dan menjadi pembicara otak kanan & entrepreneurship nasional hingga ke Singapura, stamina terkuras dengan kerja keras di awal, tapi bisa sukses karena waktu itu dia Positif.

Purdi E Chandra (Pemilik 600 outlet Primagama dan Pirmagama Grup) membuat bimbel yang tidak laku, hanya 2 pendaftar itupun teman sendiri, tapi bisa sukses karena waktu itu dia Positif.

Bob Sadino (Pemilik KemChik Grup & Apartemen The Mansion) pernah menjajakkan telor dari rumah ke rumah, menjadi kuli bangunan dengan honor 100 rupiah sehari, tapi bisa sukses karena waktu itu dia Positif.

Stave Job (Pemilik Apple & Pixar) pernah gagal meluncurkan produk pertamanya yang dinamakan LISA tetapi melejit dengan produk keduanya yang dikenal dunia dengan nama Ipod, bahkan sekarang sudah ada yang lebih memukau lagi, Iphone, merintis perusahaan multinasionalnya dari garasi rumahnya setelah drop out dari kuliah, tapi bisa sukses karena waktu itu dia Positif.

Ustadz Yusuf Mansur (Pendiri Wisatahati & Sekolah Darulquran International) pernah dipenjara 2X, terlilit hutang milyaran rupiah hingga terpaksa hidup dari menjajakkan es lilin di terminal, tapi bisa sukses karena waktu itu dia Positif.

Drs Waidi (Pakar NLP, Pengajar MM Unsoed) kisahnya mirip di Laskar Pelangi, anak miskin yang dengan kegigihannya akhirnya mampu menembus beasiswa luar negeri dan kini menjadi pengajar S2 dan menulis beberapa buku, tidak mampu membayar kuliah sendiri, tapi bisa sukses karena waktu itu dia Positif.

Bung Karno, semasa SMA indekost di Surabaya tanpa kasur, lampu dan kamarnya tanpa pintu dan jendela, di atas tikar rumput tak berbantal tidur dan belajar ditemani lampu teplok dan kecoa, tapi bisa sukses karena waktu itu dia Positif.

Jawaharlal Nehru (Mantan Perdana Menteri India), keluar masuk penjara hingga belasan kali, tapi bisa sukses karena waktu itu dia Positif.

Gatotkaca, dimasukkan ke kawah candradimuka yang panasnya melebihi kawah gunung berapi, tapi bisa sukses karena waktu itu dia Positif.

Dari banyak kisah di atas kita bisa belajar banyak tentang apa yang dikatakan Pa Ippho di atas. Optimislah pada apapun keadaan kita, sekalipun penuh keprihatinan. Karena keprihatinan adalah penjara yang akan mengokohkan kita, keprihatinana merupakan kawah candradimuka yang akan menempa kita, mengubah diri kita menjadi ksatria, bukan menjadi pecundang.

  1. Jus Sukses: Mengubah Pesimisme menjadi Optimisme

Harus berani berubah. Kalau permasalah tidak bisa diubah, kalau keadaan yang kita terima sulit kita ubah sesuai keinginan kita, maka pilihan satu-satunya adalah ubah fokus cara pandang kita. “Alam semesta bersifat netral, yang membuatnya menjadi positif atau negatif adalah diri kita sendiri”, kira-kira seperti itu kata buku The Secret.

Lalu bagaimana mengubah fokus itu? Misalnya kita mendapati diri kita adalah anak miskin dari desa, maka segera terapkan rumus “Jus Sukses”, yakni Jus “Tru”. Ketika diri kita mengatakan “Ah, saya kan anak miskin dari desa…”, maka segera timpali dengan jus, “Jus-tru karena saya anak miskin dari desa seperti Bung Karno, Seperti Napoleon, maka saya sangat mungkin bisa seperti mereka, saya akan belajar dari perjalanan hidup mereka dan saya akan tiru semangat mereka!”.“Ah, saya kan tidak pandai akademik…”, langsung berikan jus, “Jus-tru karena saya tidak pandai akademik, saya pasti pandai di minimal salah 1 dari 7 kecerdasan manusia lainnya, entah itu lingual, spasial, interpersonal, intrapersonal… saya akan cari tahu di mana kecerdasan saya unggul!”. Atau terbesit lagi,

Menurut buku Quantul Learning, manusia lebih banyak menerima celaan daripada pujian, artinya manusia lebih banyak menerima stimulus pesimisme ketimbang optimisme. Ini sangat berbahaya, karena itu kita tidak bisa hanya menunggu orang lain memperbanyak stimulus optimisme untuk diri kita, kita buat dan berikan sendiri saja untuk diri kita sendiri.

Saking bahayanya dampak pesimisme, semasa SMA dulu saya dan teman-teman merintis sebuah komunitas bernama Psimis yang kependekan dari (Persatuan Senin-Kamis), yang agar lebih keren ditambahi menjadi frasa “Psimis Indonesia”, yang menarik dari komunitas yang saya rintis ini selain kontinyu mengadakan buka bersama diluar bulan ramadhan (yakni puasa senin kamis) dan menjadi motor komunikasi dan reuni sesama alumni yang hingga sekarang menjadi angkatan tersolid secara jumlah sepanjang sejarah SMA 2 Purwokerto, yang menarik dari komunitas ini adalah : “Pesimiiiis…. Yoo wis…, yang kurang lebih artinya “ Pesimis? Ya udah… ke laut aja, he2”.

  1. Change Now or Lose

Ari Ginanjar dan Renald Kasali, dua tokoh pengembangan diri di negeri ini pernah menggagas seminar spektakuler bertajuk “Change Now or Lose”. Ya, berubah sekarang atau kita akan menjadi pecundang. Betapa tidak, anak muda negeri ini secara umum sudah sangat jauh dari nilai-nilai antusiasme dan ambisiusitas meraih kesuksesan. Sukses dimata kebanyakan kita hanya sebatas utopia alias kemustahilan belaka. Tidak ada kata “sukses” dalam kamus besar kehidupan kita, yang ada adalah nilai bagus, pekerjaan enak dan pendapatan besar.

Bagi saya itu bukan sukses, sukses adalah berkelimpahan. Ciri berkelimpahan adalah berbagi, karena itu sukses adalah berbagi. Negeri ini tidak butuh orang kaya yang tak mau berbagi, tapi betapa orang sudah sukses sekalipun ekonomi pas-pasan, karena kesadaran untuk berbaginya demikian luar biasa.

Maka, marilah berpikir ke arah itu. Merumuskan proposal hidup dengan tujuan yang lebih mulia dari yang kita rancang sekarang. Atau jangan-jangan tujuan hiduppun belum punya saat ini? Gawat…

Ketika teman-teman kita menghambur-hamburkan uang untuk membeli banyak buku, ketika teman lainnya lagi tak pernah punya liburan karena sibuk dengan pelatihan-pelatihan pengembangan diri. Mereka menemukan banyak nilai-nilai kesuksesan yang hakiki disana, tentang optimisme memandang nasib diri, tentang antusiasme mengejar apa yang harus kita kejar, tentang ambisiusitas yang membuat seorang manusia menjadi pemimpi besar. Sementara kita diam berpangku tangan, maka siap-siap saja menjadi “loser”.

Change Now or Lose, segera beranjak membaca buku yang bisa menyemangati diri, atau mencari informasi pelatihan pengembangan diri terdekat.

  1. Label diri Positif

Putera Sang Fajar adalah julukan yang diberikan Sang Ibunda kepada Bung Karno. Kata Sang Ibunda, Soekarno kecil yang lahir ketika fajar menyingsing yaitu pukul setengah enam adalah pertanda bahwa dia ketika besar nanti akan menjadi orang besar, akan menjadi pemimpin bagi masyarakatnya. Lepas dari asal-usul pertanda itu, tapi bisikan positif ini menjadi sugesti yang pada saatnya nanti terbukti bahwa Soekarno tumbuh dengan begitu tegar pada kemiskinannya dan gigih belajar hingga kiprahnya mendunia.

Kalau tak ada orang lain yang mencap kita seperti Bung Karno di atas, maka buat saja cap sendiri. Mungkin sebagian kita sudah pernah mendengar kisah anak elang yang bergaul bersama anak ayam. Alkisah anak burung elang tersesat dan diselamatkan oleh seekor ayam, ayam itu begitu baik hingga diangkatlah si ayam menjadi ibu oleh si anak elang. Anak elangpun bergaul sepanjang hari bersama ana-anak si ayam. Sampai pada akhirnya induk sang elang datang menemukan anaknya dan mengajaknya terbang, betapa ia terkejut, anak burung raja terbang di udara tidak bisa terbang. Apa sebab? Karena ia merasa dirinya adalah anak ayam, dan ia tak pernah berlatih terbang.

Begitulah kalau kita salah menempelkan label pada diri kita sendiri. Bisa jadi kita punya potensi yang luar biasa dahsyat tak ternilai, tapi karena kita salah mencap diri, akibatnya kita menjadi anak muda yang tak bisa berbuat apa-apa. Sedikit-sedikt lelah, sedikit-sedikit susah, tiada hari tanpa mengeluh. Saran saya, segera belilah pelampung, dan... kelaut aja...

  1. Belajar = Berubah. Belajar Sepanjang Waktu = Berubah Sepanjang Waktu

Kalau sebuah bangsa untuk menjadi hebat resepnya adalah belajar, begitu juga dengan diri kita. Bob Sadino yang tidak lulus SMA pernah mengatakan, “Saya memang tidak sekolah, tetapi saya selalu belajar”. Lalu apa belajar itu? Kata Andreas Harefa sang Manusia Pembelajar mengatakan bahwa satu ciri utama dari belajar adalah adanya perubahan, seseorang baru dapat dikatakan sudah belajar kalau sudah menunjukkan dia bisa berubah.

Kita terlahir bukan untuk menjadi perpustakaan, tetapi untuk mengamalkan sesedikit apapun ilmu kita. Jadi belajar itu bukan hanya mengunduh nilai, bukan hanya menampung pengetahuan, belajar adalah mempraktekkan. Mempraktekkan pengetahuan yang akal serap, hikmah yang hati terima, menjadi tindakan nyata.

Kalau pada topik kita kali ini keberhasilan akan dicapai dengan berani berubaha, maka semakin banyak kita melakukan perubahan berarti semakin baik tingkat kesuksesan kita, apalagi kalau usaha untuk berubah menjadi lebih baik kita lakukan sepanjang waktu. Luar biasa pasti hasilnya. Dan sekarang kita tahu, kunci perubahan adalah belajar.

Untuk sukses kita harus berubah, berubah adalah belajar, belajar sepanjang waktu untuk berubah sepanjang waktu.

  1. Jadilah Orang Hebat, atau Berpura-Puralah Menjadi Orang Hebat.

Suatu kesempatan saya pernah menjadi moderator diskusi dengan Presma (Presiden Mahasiswa) IPB, satu hal yang mengesankan bagi saya, dia yang rajin membaca koran dan becita-cita jadi Gubernur Jawa Barat bercerita pada audience, “kalau saya membaca koran tentang pembangunan dan pemerintahan, maka seolah-olah saya menjadi pejabat yang menangani masalah pada berita itu”, kata sang Presma lagi, “Dengan penempatan diri semacam itu, kita jadi tidak terhenti pada aktivitas membaca, tapi juga menganalisis dan berimajinasi, kira-kira sikap apa yang akan kita ambil sebagai pejabat yang berwenang tehadap masalah yang diberitakan itu.”

Ternyata teknik “berpura-pura” ini memang sangat mujarab dan esensial, banyak sekali buku yang mengupas tentang ini. Bahwa segala sesuatu itu diciptakan dua kali, pertama di pikiran kita dan kedua di dunia nyata. Karena itu, Borobudur tidak terbentuk tiba-tiba, tapi diawali dari imajinasi sang arsitek. Begitu juga dengan masa depan kita yang gilang-gemilang.

Kalau kita belum merasa jadi orang hebat, berpura-pura sajalah dulu.


Rizky Dwi Rahmawan

Pengasuh Rubrik Mafaza Motivasi, Setiap Selasa Pukul 16.00-17.30 di 96,7 FM