6/30/09

Materi 30 Juni (2)

4. Senjata utama : telaten

Ini kisah tentang Bu Yuliana, seorang yang tidak sengaja berkenalan dengan tanaman lidah buaya, lalu menyulapnya menjadi dodol dan aneka makanan lainnya hingga ia mendapatkan penghargaan Upakarti dari Presiden.

Keberhasilan Bu Yuliana tidak lain dan tidak bukan adalah karena ketekunan yang dia miliki. Bayangkan, bagaimana mungkin orang membayangkan dari tanaman lidah buaya yang berduri-duri bisa jadi dodol yang lezat, menjadi oleh-oleh khas kota Pontianak? Dan ketekunannya tidak selesai sampai disitu, tidak cukup dodol, ia membuat jenis makanan lainnya, yang menarik bagi saya adalah kerupuk lidah buaya.

Bukan hal yang mudah menemukan resep krupuk yang garing dan renyah dari lidah buaya. Bu Yuliana menuturkan bahwa dia telah menghabiskan banyak sekali bahan untuk bereksperimen, selalu saja gagal, hingga akhirnya kerupuk yang ia buat mengembang setelah berapa lama bereksperimen coba? Satu tahun lamanya.

Bandingkan dengan kita, yang baru berproses beberapa hari, baru menjumpai beberapa masalah sudah menyerah, mending nyontek, mending minta dikerjain teman, atau mending tidur siang saja dikost. Namun, berbeda dengan Bu Yuliana, walaupun tidak ada yang menjamin bahwa lidah buaya bisa dijadikan kerupuk, tapi bu Yuliana tidak pernah berhenti berproses, mengubah resep, mengubah adonan, mengubah takaran, mengubah cara memanaskan, dan begitu terus, tidak berhenti sebelum berhasil.

Inilah kesalahan kebanyakan pecundang, yaitu orang-orang yang mempunyai impian indah tetapi pada akhirnya kehidupannya menjadi menyedihkan. Menyedihkan bukan berarti melulu dilanda kemiskinan, tetapi menyedihkan karena dia tidak hidup sesuai impiannya. Kepepet istilahnya. Kesalahan para pecundang adalah mereka berhenti terlalu dini. Mereka tidak bisa mengalahkan sikap pesimistiknya ketimbang optimistiknya. Mereka tidak menghargai proses yang mereka lalui.

Dari kisah Bu Yuliana tadi kita dapat menyimpulkan bahwa betapa sukarnya resep kerupuk lidah buaya itu ditiru orang, karena ia sendiri butuh waktu begitu lama untuk memproses resep itu. Nah, masih ingat kisah Thomas Alfa Edison yang baru berhasil menemukan formula bola lampu di percobaan ke 9.995 kali? Bayangkan kalau di bulan ke-11 Bu Yuliana berhenti berproses, begitu juga Edison di percobaan ke 9.000 berhenti bereksperimen. Bisa jadi tidak akan pernah ada kerupuk lidah buaya, dan bumi gelap gulita karena tak ada bola lampu hingga saat ini. Atau kemungkinan lainnya, orang lainlah yang akan berhasil menemukan resep kerupuk istimewa dan bola lampu menakjubkan itu.

Kata orang, sukses hanyalah perkara bertahan lebih lama. Proses yang memakan waktu bukanlah musibah yang membuat kita rugi, tapi proses seperti bagaimana sang akal calon kupu-kupu mengeluarkan diri dari selongsong kepompong dengan susah payah tetapi sesungguhnya ia sedang menguatkan sayapnya sendiri.

Bertahanlah lebih lama, itulah telaten. Caranya adalah dengan tidak melihat hasil pekerjaan kita buru-buru, dan percayailah bahwa tetesan air yang terus menerus jatuh tergelincir di atas batu akan bisa melubangi batu sekalipun keras.

5. Tabungan kesuksesan

Pernah menyaksikan film Kun Fayakunnya Ustadz Yusuf Mansyur? Ada banyak pelajaran di film itu, saya ingin angkat salah satunya. Di bagian akhir film itu dikisahkan bahwa keluarga Agus Kuncoro dan Desi Ratnasari yang tadinya jadi pedagangan asongan yang menjual pigura dan cermin akhirnya bertemu dengan seorang pemodal yang mendukungnya untuk membuat sebuah toko kaca yang besar dan megah.

Namun demikian, perjalanan kesuksesan keluarga itu tidaklah semudah yang kita bayangkan. Ada proses panjang yang menyedihkan dan memilukan, dimana keluarga dengan dua anak itu hanya bisa menyediakan makan untuk kedua anaknya sementara orang tuanya lebih sering puasa atau sekedar makan singkong.

Dimana Agus Kuncoro sang ayah setiap hari menarik gerobak yang begitu berat menjajakkan kaca-kacanya dan jarang laku pula. Tetapi semua ikhtiar itu, kesabaran itu, kepiluan yang mereka terima dengan ridha, ditambah dengan ibadah yang begitu kompak oleh seluruh keluarga rupa-rupanya menjadi tabungan kesuksesan bagi mereka yang kemudian oleh Allah SWT tabungan itu dicairkan dengan begitu mengejutkan, dari jalan yang tidak disangka-sangka.

Pelajarannya adalah, bahwa sesungguhnya keteguhan kita dalam menjalani proses, keridhaan kita menerima kesusahan dan kesempitan, kesungguhan untuk menjalankan ikhtiar, dan keyakinan yang bulat dalam berdoa tidaklah menjadi sia-sia. Semua itu akan menjadi tabungan kita yang akan dicairkan oleh Allah SWT pada saatnya nanti, Dialah yang paling tahu saat terbaik kapan kita siap menerima pencairan tabungan itu.

Sukses itu tidak gratis, benar itu. Ada satu cerita lagi, ini cerita sukses Mas Yono, seorang pemilik warung tenda di sebuah kampus, mungkin tidak semua dari kita tahu kalau pendapatan warung tenda bisa jauh lebih besar dari pendapatan sebuah kafe sekalipun. Begitupun warung tenda Mas Yono, mungkin merupakan salah satu warung tenda tersukses di kampus itu. Berapa ratus porsi ayam, lele, belum temped an tahu yang terjual tiap malamnya. Namun demikian, dengan rendah hati ia bercerita waktu itu, bahwa memang warung tenda suksesnya belumlah genap berusia setahun, tetapi sudah sukses seperti itu.

“Tapi jangan dilihat pada saat setelah suksesnya saja, mas”, begitu katanya. Sebelum kesuksesan itu Mas Yono raih, dia harus membuang malu untuk berhutang kesana-kemari mengumpulkan modal di awal. Itu baru sekelumit saja, ternyata Mas Yono sudah berproses sejak lima tahun lamanya, sebelum ia mendapat modal untuk membuka warung tenda, ia menjadi pesuruh di warung tenda di daerah lain yang belum seramai itu selama lima tahun, padahal bayaran hanya Rp 10.000,00 sehari. Bayangkan itu?

Lima tahun dia menjadi anak buah sebuah warung tenda, dengan pendapatan begitu rendah, sementara tenaga terkuras, sementara majikannya kadang membuatnya tidak berkenan, dan ia terus bekerja keras. Semua itu menjadi tabungan kristalisasi keringat yang ternyata kemudian cair di tahun kelima proses itu.

Bisa jadi sangat remeh ya proses Mas Yono yang hanya menjadi pesuruh di warung tenda, mana gajinya rendah, sampai lima tahun lamanya pula. Tetapi siapa sangka nasib Mas Yono berubah menjadi majikan warung tenda yang bahkan jauh lebih ramai di kemudian harinya? Coba kalau Mas Yono meremehkan proses yang ia lalui, lalu berhenti bekerja keras. Maka tentu nasibnya akan berbeda dari saat ini.

No comments:

Post a Comment