7/2/09

Materi 30 Juni (3)

6. Memperbaiki ‘konsep diri positif’

Kebiasaan dari kebanyakan kita adalah mudah sekali menghakimi diri. Apa maksudnya? Maksudnya, ketika kita mendapati perjalanan sebuah proses dan menjumpai tertundanya tercapainya suatu keinginan maka dengan mudah kita hakimi bahwa kita telah gagal, bahwa diri kita tidak lebih baik dari orang lain.

Saya mencontohkan suatu kejadian di sebuah kepanitiaan yang mengadakan suatu pelatihan tetapi terlambat mulainya 30 menit dan beberapa peserta terlambat mendapatkan materi pelatihan, panitia diprotes oleh beberapa peserta di akhir pelatihan. Maka dengan raut putus asa, beberapa panitia menghakimi diri sendiri bahwa pekerjaannya tidak becus.

Ini adalah sikap yang merusak, karena bisa jadi kekurangan dalam pelaksanaan kegiatan itu bukanlah semata-mata karena kesengajaan panitia. Karena itu, cobalah untuk berpikir lebih luas, ternyata diluar sana masih banyak panitia kegiatan yang terlambat hingga dua jam, yang tidak memberikan fasilitas memadai untuk peserta, yang pembicaranya tidak menarik sama sekali, yang ruangan pelaksanaan tidak nyaman.

Nah, dari ilustrasi itu kita bisa mengambil pelajaran bahwasannya memandang kekurangan diri tidaklah dianjurkan untuk digunakan sebagai alat menghakimi diri. Kekurangan yang kita lakukan hanya kita lihat untuk bahan evaluasi saja. Cukup.

Mengapa demikian? Hal mendasar soal memghakimi diri adalah pada proses pembentukan konsep diri kita. Sangat berbahaya bila karena satu atau beberapa kesalahan lantas kita memandang negatif terhadap diri kita sendiri, alhasil yang terbentuk adalah konsep diri negatif. Konsep diri negatif hanyalah akan menghasilkan tindakan dan hasil yang negatif pula.

Maka, tantangan kita dalam menjalani proses adalah bagaimana kita mempertahankan bahkan meningkatkan konsep diri positif, sekalipun kita terlanjur berbuat kesalahan. Konsep diri positiflah yang dapat melahirkan tindakan dan hasil positif.

Untuk lebih bisa memahami tentang konsep diri, saya ilustrasikan dengan cerita anak elang yang bertemu dengan induk ayam. Alkisah pada suatu masa ada seekor elang yang melahirkan anak, yaitu anak elang, karena suatu bencana angin rebut, maka kedua insane hewan itu terpisahkan satu sama lain. Lalu, ketika seekor induk ayam sedang berjalan-jalan sore, tiba-tiba dia berjumpa dengan anak elang yang sedang kebingungan dalam kondisi payah mungkin kelaparan juga, maka karena iba, induk ayam itu membawa si anak elang ke rumahnya. Di rumah si induk ayam, diperkenalkanlah anak elang itu kepada anak-anak si induk ayam yang banyak jumlahnya.

Ternyata ayam memang baik, si anak elang itu sudah dianggap keluarga sendiri, bermain kesana-kemari bersama. Hingga beranjak remaja, ketika sekumpulan anak ayam dan ada anak elang juga sedang berjalan-jalan, tiba-tiba seekor elang terbang rendah dan menghampiri mereka, semua ketakutan, tapi tidak berapa lama si induk elang member penjelasan dengan begitu lembutnya, bahwa kedatangannya bermaksud menjemput anaknya yang dulu hilang.

Si anak elang diajaknya pulang, malang nian, ketika diajak terbang ternyata si anak elang tak bisa terbang. Tapi, si induk elang tak juga menyerah, terus mengajaknya dan mengajarinya, tapi tetap saja dia tak bisa terbang dan tetap merasa bahwa dirinya tak beda dengan anak-anak ayam yang sudah bersamanya sedari lama.

Begitulah, seekor elang yang memiliki konsep diri sebagai ayam, untuk terbang saja susah. Dan untuk menjadi hebat, manusia tak perlu memiliki konsep diri elang dulu, karena kalau kita mengembalikan konsep diri kita yang sejatinya, maka kita jauh lebih hebat dari elang, tak terbandingkan.

Sekaranglah saatnya mengoreksi, apakah kita begitu merasanya sebagai seorang pecundang akibat bentukan konsep diri lingkungan kita yang tidak membangun? Perbaiki segera, sebelum berlarut semakin parah.

7. Kemana karakter kita diarahkan?

Setiap orang memiliki personality atau tipe kepribadian yang berbeda-beda satu sama lain. Kita mengenal empat tipe umum, yakni : Sanguinis yang Populer, Melankolis yang Sempurna, Plegmatis yang damai dan Koleris yang Dominan. Setiap orang menonjol di salah satu atau beberapa tipe personality itu, walaupun ada yang personality-nya rata-rata saja atau disebut asertif.

Setiap tipe itu, memiliki ciri khas masing-masing, misalnya tipe plegmatis memiliki ciri tenang, setia, dan menerima. Lalu melankolis memiliki tipe, peka, analitis dan sebagainya.

Baik atau jeleknya seseorang tidaklah ditentukan oleh termasuk tipa apa orang itu secara personality. Nah, berarti bergantung pada apa? Bergantung pada bagaimana kita mengelola ke-khas-an personality kita. Tipe kepribadian yang kita miliki bisa diarahkan menjadi kelebihan tetapi juga bisa menjadi penyebab kelemahan kita.

Langsung saja pada contoh agar mudah dipahami, misalnya kita termasuk pribadi plegmatis, kepribadian kita yang tenang, setia dan menerima bila diarahkan menjadi sikap cuek, acuh-tak acuh dan suka mengekor hanya akan membuat lemah diri kita. Tetapi sebaliknya, bila kita arahkan itu menjadi sikap tidak mudah terprovokasi, sikap loyal terhadap pekerjaan dan tidak memforsir diri mencapai keinginan, maka semua itu akan menjadi bekal keunggulan pribadi kita.

Begitu juga bila kita seorang pribadi melankolis, bila kepribadian kita yang peka dan analitis diterapkan pada sikap mudah tersinggung dan menganalisis urusan orang, maka bisa jadi itu akan memundurkan kualitas diri kita. Tapi bila diterapkan sebaliknya, menjadi sikap detail dalam merencanakan dan teliti dalam membaca keadaan, maka hal itu bisa menjadi keunggulan diri kita.

Jadi, ada dua kiat dari pembahasan kali ini. Pertama, kenali personality kita secara detail, bisa melalui identifikasi dengan self-talk yakni setelah membaca buku persona, atau menggunakan media test baik itu kuisioner maupun menggunakan mesin deteksi personality canggih yang saat ini sudah banyak beredar. Dan setelah kita mengenali betul, tinggal kita arahkan kepribadian khas kita itu ke sikap-sikap yang konstruktif, yang menguatkan kelebihan kita, bukan sebaliknya, melemahkan kita.

Tetaplah Be Yourself! Personality kita adalah modal yang luar biasa berharga, jadi tak usah berlagak menjadi seperti orang lain, akan menyusahkan diri sendiri malalan.

No comments:

Post a Comment