7/28/09

Seperti Azzam

Saya bermimpi, Ibu saya yang ekonominya biasa-biasa saja mengangkat pembantu. Dia seorang mahasiswa, umurnya beberapa tahun di atas saya. Wajahnya berkarakter (mirip Khaerul Azzam mungkin), kliatan lah dia orang yang sujudnya 50 rakaat lebih dalam sehari, tidurnya tidak di kamar, dan pagi-pagi buta sudah mengangsu air untuk keluarga saya.

Bukan cuma alim dan rajin bekerja, kelihatannya juga rajin belajar serta dia seorang aktivis di organisasi kampusnya mungkin. Karena dia tidaklah pendiam seperti orang kebanyakan, dia pandai menata kata-katanya.

Wah, ck ck ck, bener-bener satu teguran buat saya. Ketika orang itu menyelesaikan pekerjaaan rumah ini dan itu, saya jusrtu asyik tidur2an, internetan, nonton TV dan hal-hal santai lainnya. Apa-apaan ini... Sekalipun Ibu saya tidak menggitik saya, tapi saya tertampar sendiri, kok kesannya saya males banget ya, sementara dia rajin sekali.

Kalau calon mantu Ibu saya datang ke rumah, jangan-jangan nggak jadi milih saya, tapi lebih milih dia yang rajin, tegar dalam keprihatinan, dan wajahnya berkarakter seperti memegang prinsip yang kuat dan banyak habis waktunya untuk aktivitas religius.

Sekalipun ketika saya terbangun saya cari orang itu tidak ketemu (mungkin sedang syuting KCB 2..), tapi dari mimpi itu saya bener-bener tertegur abiz deh. Men, realistis donk, siapa yang ditakdirkan sukses sebenarnya, dia yang hidupnya prihatin tapi banyak nyempetin waktu buat ibadah, mau kerja keras menimba air dan menimba ilmu dan sungguh-sungguh meningkatkan kualitas diri dengan interaksi sosial, atau kamu yang males-malesan, sedikit-sedikit tidur siang, hobinya ronda di facebook, selalu memilih menu buat makan, nggak ada pengorbanan sebagai bentuk greget yang sungguh2 buat menebus kesuksesan?

Jujur deh, sebegitu malasnya saya sekarang, bukan? nyaris nggaka ada hari yang dijalankan dengan heroik, berkorban dalam guyuran keringat dengan tulang terbanting terpelanting, berteduh di atas sajadah lama-lama, dan mendewasakan diri dalam aktivitas sosial yang luas. Saya terlalu utopis, dengan mimpi-mimpi besar saya berharap ada doorprise dari Tuhan yang mengakibatkan saya tanpa lelah, tanpa prihatin, tanpa pengorbanan bisa mendapat derajat tinggi secara ekonomi.

Aneh ya saya, mana ada orang yang akan mendapati kesuksesan sementara orang itu tidak menghabiskan masa mudanya dengan penderitaan, atau lebih tepatnya dengan menikmati penderitaan.

Selamat menderita, nikmati beneeer prosesnya, percayalah kesempatan seperti hari ini, seperti masa muda yang saat ini kita miliki tidak datang dua kali. Kalau nggak menderita hari ini, kapan lagi coba?

No comments:

Post a Comment