7/28/09

Bisnis untuk Hidup v.s. Bisnis untuk Peradaban

Bukan utopis, tetapi dalam menjalankan bisnis, orang pastilah mempunyai idealisme. Inilah yang membedakan antara pebisnis dan pegawai, kalau pegawai belum tentu punya visi, tapi yang pasti punya perut.

Seringkali slentingan semacam ini sampai pada saya, "sudah, yang penting kuliah diselesaikan dulu, setelah itu mau ngapain terserah..." bahwa memulai bisnis ya nanti setelah studi selesai. Tapi, apa seperti itu/

Jawabannya, "iya". Lho?

Lho ya iya, betul, malah yang benar adalah kuliah diselesaikan, mendaftarlah jadi pegawai lalu dengan modal kartu pegawai dan potong gaji, pinjamlah uang dari koperasi dan bank untuk membuat usaha. Betul itu, disamping kita mendapat omzet dari bisnis, kita juga akan mendapat jaminan rejeki bulanan dari negara/perusahaan dan jaminan pensiun.

Tadi malam ada acara talkshow yang menghadirkan Tantowi Yahya, Miing dan Tukul. Mereka mengiyakan, bahwa bahkan untuk sekedar menjadi pelawak saja, mereka haruslah total, atau istilahnya Tantowi Yahya, All Out.

Pertanyaannya, kalau fisik kita di kantor sebagai pegawai dan pikiran kita ada di bisnis kita, bisakah kita all out. Apa tidak terkhianati sumpah pegawai kita? Apa akan tercapai sebuah visi bisnis yang besar dari bisnis yang kita bangun?

Itulah yang membedakan bisnis dengan visi untuk menghidupi diri sendiri, dengan bisnis untuk mengcreate suatu perubahan massal bagi bangsa, atau bagi sekelilingnya. Bisnis yang bertujuan untuk mendapat penghasilan lebih agar bisa piknik ke Bali sekeluarga, atau bisnis yang bertujuan memberangkatkan satu keluarga besar berangkat haji atau umroh bersama.

Kalau bisnis hanya untuk hidup, maka fokuskan pada stabilitas omzet, tidak usah terburu-buru seperti kata banyak orang tua, rampungkan kuliah dan bekerjalah dulu, itu benar. Tetapi kalau bisnis untuk mengcreate suatu perubahan di peradaban, maka bersiaplah kolaps dari sisi akademik, dicemooh orang disana-sini, kelaparan dalam peluh keringat, hasil yang tak kunjung wujud, semua itu adalah teknik dari Allah untuk menguatkan kepakan sayap kupu-kupu kita.

Maka, dari pengorbanan yang banyak itu, kita akan menemukan makna bisnis bukan sekedar mendapat omzet bulanan. Bisnis adalah menginspirasi, menginspirasi orang untuk tidak tergantung pada orang lain, pada perusahaan dan negara, tetapi dari apa yang dia lihat, dia coba, dia tekuni, dia ngotot, gigih dan all out disitu, maka memukaulah prestasi dia.

Bisnis adalah peduli, bisnis sejati bukan sekedar mempertahankan omset tetapi meningkatkan anggaran sosial, sehingga biarlah karyawan kita sibuk bermanajemen dan berpromosi, kita sibuk meningkatkan dan mengoptimalkan pemanfaatan anggaran sosial dari bisnis kita.

Bisnis adalah merangkul, kecil dampak dari kita yang menggembor-gemborkan zakat, infak dan sedekah, kalau zakat, infak dan sedekah kita sendiri sedikit. Tetapi dengan zakat, infak dan sedekah yang besar dari bisnis kita, maka akan mudah merangkul mitra-mitra kita untuk ikut memperhatikan anggaran zakat, infak dan sedekah mereka. Dan bisnis yang besar, bisnis yang dibangun dari tatih-tatih keringat bukan dari pinjaman koperasi pegawai pastilah memiliki mitra yang besar pula, skala nasional bahkan internasional.

Maka, arti hidup kita akan kita temukan mulai dengan dimana kita jatuhkan pilihan visi bisnis kita. Visi bisnis untuk menjaga kontinuitas penimbunan material ke dalam perut kita agar aman, tidak terhenti. Atau visi bisnis untuk meninggalkan jejak kiprah prestasi yang membuat kita yang hanya sebentar singgah di muka bumi ini layak untuk dikenang?

No comments:

Post a Comment