1/30/16

Rekreasi dari Masa ke Masa

Orang membutuhkan jeda dari aktivitasnya. Aktivitas jeda yang banyak dipilih orang adalah melakukan rekreasi. Jaman dulu, rekreasinya seorang petani yang penat bekerja di sawah adalah bermain gamelan bersama tetangga. Rame, menyenangkan dan gratis pula. 

Akan tetapi, seiring dengan perkembangan informasi yang kian meluas, sekedar bercengkerama dengan tetangga tidak lagi cukup menarik untuk dijadikan pilihan rekreasi. Terlebih beban hidup yang semakin penat menghimpit kehidupan, untuk merefresh kepenatan itu sungguh butuh pilihan jenis rekreasi yang tidak biasa. 

Merebaknya kebutuhan rekreasi yang tidak biasa ini kemudian ditangkap oleh para pebisnis. Bisnis pariwisatapun menggeliat karenanya. Menggeliatnya potensi pariwisata, akhirnya menjadi angin segar bagi banyak bisnis terkait. Travel agent, maskapai penerbangan juga hotel. 

Angin segar pula bagi kita yang berkeinginan untuk terjun di dunia bisnis pariwisata. Baik dengan menggandeng investor besar, atau kita memulai dari menjadi pebisnis start-up kecil-kecilan. Bekal yang harus kita persiapkan adalah, memahami tren minat masyarakat akan jenis rekreasi yang sedang diminati. Dari masa ke masa, minat masyarakat dalam memilih jenis rekreasi yang difavoritkan berubah-ubah. Di kurun waktu se-dekade terakhir saja, kita bisa mengamati transformasi rekreasi yang terjadi seperti berikut ini.

1. Dunia Fantasi
Ancol menjadi salah satu yang paling moncer dulu. Sewaktu aku masih duduk di bangku sekolah, pergi ke Ancol adalah rekreasi yang diidam-idamkan. Dunia fantasi identik dengan permainan-permainan pemacu adrenalin, roller coaster menjadi salah satu yang paling populer untuk dijajal. 

Bagi orang-orang desa yang tak terjangkau menuju dunia fantasi yang mewah di kota besar, mereka cukup terhibur dengan mengunjungi arena pasar malam. Ada wahana komedi putar, wahana kincir hingga tong setan. 

2. Waterboom
Seiring dengan perjalanan waktu, minat masyarakat bergeser. Wisata air menjadi tujuan favorit. Waterboom Owabong di Purbalingga kala itu booming sebagai waterboom terbesar di Jawa Tengah. Ide penggagas yang sempat ditolak mentah-mentah oleh pemerintah berbuah sebaliknya, ternyata obyek wisata ini mendatangkan income yang fantastis melebihi target.

Semakin sedikitnya sungai dan danau alami yang ramah pengunjung, membuat wahana air buatan menjadi tujuan favorit untuk berekreasi. Rileks di dalam air menjadi kesenangan yang dicari tersendiri oleh banyak orang.

3. Snorkeling
Terumbu karang bukan lagi monopoli para penyelam. Keindahan ekosistem bawah laut di permuakaan laut yang dangkal kemudian dimanfaatkan orang untuk melakukan snorkeling. Spot snokeling dari habitat air laut yang alami dikembangkan di begitu banyak daerah di banyak daerah dari Sabang sampai Merauke.

Selain menikmati terumbu karang dan ikan yang indah di bawah laut, berfoto dengan kamera underwater menjadi keasyikan tersendiri. Bisnis kamera serta dunia fotografi dan videografi terdongkrak pula perkembangannya.

Derawan Island
Lalu, tren apakah setelah era snorkeling ini berakhir? Salah satu prediksi yang aku yakini adalah wisata etnik dan wisata budaya. Heritage kekayaan leluhur masih begitu banyak yang belum diungkap dan direkonstruksi. Kalau itu sudah bisa dilakukan, tren rekreasi masyarakat mungkin segera bergeser. Orang akan terpukau dan bisa menikmati keasyikan cara hidup di masa lalu yang sama sekali berbeda dengan yang kita kenal dan kita jalani hari ini.


Kekinian dan Kekinian Syariah

Sabtu sepekan kemarin, Hilmy sahabatku baru saja kedatangan seorang putri cantik. Genap sepasang sudah buah hatinya dengan Rini.

Mereka berdua pandai membuat nama menurutku. Anak pertama diberi nama Manah Jembar Membumi. Nama yang aneh kalau dilihat dari ukuran kekinian. Orang-orang kekinian lebih suka menamai anaknya dengan kata dari bahasa Rusia, sementara yang kekinian syariah menggunakan kata dari bahasa Arab.

Nama adalah do'a. Esensi dari sebuah nama adalah munajat atau pengharapan. Membumi adalah pengharapan yang spesifik, bukan sekedar sholeh, bukan sekedar alim, tapi spesifik, membumi.

Semoga si Bumi kecil tumbuh menjadi anak yang dekat dengan sekelilingnya, membumi keramahtamahannya, membumi keahliannya, membumi dedikasinya. Ditengah sekarang banyak orang pandai tapi pandai atas keahlian yang tidak dibutuhkan oleh sekelilingnya, banyak orang alim tapi tidak menyatu dengan tanah yang ia pijak.

Anak yang kedua, mereka beri nama Sendang Mili Migunani. Nama yang indah sekali, tidak perlu membaca kamus A-Z nama anak, kita sudah tahu maknanya, mengalir dan berkegunaan. Sepertinya Ayah dan Bundanya Sendang gaulnya dengan orang-orang tua, orang-orang kuno. Lihat saja Bapak, Eyang dan Buyut kita. Mereka membuat nama dengan memilih istilah yang begitu dekat dengan keseharian mereka, bukan nama yang aneh-aneh. Pun begitu dengan pemilihan kata Migunani, sangat dekat dengan keseharian kita kini, bukan?

Hilmy dan Rini well prepared sekali pada anak-anaknya, ia mungkin khawatir di generasi anak dan cucunya nanti, mereka harus membuka kamus dulu untuk mengerti kata "Migunani", karena sudah tak pernah digunakan, maka mereka ukirkan menjadi nama agar abadi.

Sama seperti kita kini, perlu membuka kamus dulu untuk mengerti kata "Prasojo", "Raharjo", "Pratiwi" atau "Sri". Padahal kata-kata itu adalah kata-kata keseharian di beberapa generasi yang lalu yang bukan hanya mengandung makna yang baik, tetapi baik dan spesifik.

1/26/16

Berakhirmya Era Tas Kresek Gratis

Kabarnya, bulan depan pemerintah kita kembali mengimitasi negara maju: menghilangkan tas kresek gratis di tempat perbelanjaan.

Langkah yang bagus dalam rangka menggalakkan program go green. Budaya tas kresek berbayar sudah lama dilakukan di negara-negara maju. Kalau kita mau mempraktekkan, ya tinggal meniru saja.

Yang mesti diperhatikan paling :
1. Apakah ini hanya berlaku di toko modern atau semua toko? Bisakah pemerintah memonitor pemberian tas kresek gratis di warung kelontong di ujung pengkolan?

2. Apakah trust pemilik toko kepada konsumen sudah baik. Sehingga konsumen bisa menenteng tas kresek berisi dagangan yang ia beli di toko sebelumnya, masuk ke toko berikutnya. Atau setiap toko sudah siap menyediakan tempat penitipan barang?

Lepas dari semua itu, ini adalah langkah baik yang harus kita dukung. Penerapannya akan mudah di toko modern berjaringan yang instruksinya terpusat. Tapi susah bagi warung-warung. Ini mudah2an menjadi nilai lebih bagi warung tradisional, sehingga konsumen lebih senang datang ke warung tradisional yg melayani dengan keramahtamahan juga dapat kantong kresek sekalian.

Yang pemerintah tidak boleh lupa, kantong kresek vital keberadaannya, yaknk untuk bungkus tong sampah di rumah-rumah. Apakah sudah dilakukam tahap uji, sampah plastik apa yang paling dominan? Jangan-jangan bukan kantong kresek.

1/24/16

Pendekar

Tahap-tahap latihan kanuragan yang ditempuh untuk menjadi seorang pendekar tidak boleh dibolak-balik.

Pertama: Ndandani pikiran. Pikiran dibuatkan bangunan konstruksi yang kokoh. Sementara kebanyakan orang sekarang sibuk menghimpun referensi, asal masuk ke pikiran, tidak ditata. Karena pikiran belum dibangun rak-rak konstruksi, bangunan-bangunan penampung.

Kedua: Ndandani wektu. Ada waktu pagi, siang, sore dan malam. Itu untuk level awam. Kalau yang lebih expert fasenya sehari ada 24. Empat saja dulu diberesi. Pagi waktu aktif. Siang sediakan jeda. Sore waktu ceria. Malam luangkan kontemplasi.

Ketiga: Ndandani awak. Ini sebenarnya otomatis, karena di dalam pikiran yang sehat terdapat badan yang kuat. Kalau badan tidak terperhatikan, itu indikator ada yang belum beres di pikiran.

Keempat: Ndandani jurus. Kalau ketiga di atas sudah beres, baru bicara menang-kalah, menyerang-bertahan. Meringankan tubuh-hentak2 bumi. Dst.

Di alam modern, keempat tahap di atas tidak lagi penting. Karena sekarang tidak ada orang bercita-cita jadi pendekar. Repot. Harus menolong orang lain.

Lebih enak jadi orang kaya. Tidak penting sehat pikiran, tidak harus mengelola waktu, setiap hari bisa memanjakan badan, tak bisa jurus yang penting punya bodyguard.

1/18/16

Teror Tivi

Baru juga pulang liburan dari Derawan eh sudah harus menghadapi teror. Teror yang membuat perasaan mencekam. Teror dari benda bernama Televisi.

Media sepertinya sudah memposisikan diri menjadi Nabi ke-26, pembawa berita dan pemberi peringatan yang paling kita imani. Rasanya tertutup sudah segala apa yang terjadi, sebesar apapun itu, jika tidak masuk berita tivi.

Untunglah, kita selaku generasi Z kini memiliki daya makrifat-internet, mampu mengakses dunia tak kasat mata. Media digital benar-benar berhasil membangun jejaring sosial yang bisa menjadi pembawa berita alternatif atas intimidasi informasi yang dilakukan oleh media mainstream.

Tapi walau begitu, digital media harus digunakan dengan arif dan luas. Agar ia tidak tanpa sadar dijadikan nabi ke-27. Proporsional saja dalam mengkonsumsi informasi. Justru kalau bisa kita produktif jadi penyedia informasi, bagusnya seperti itu.

Kalau mau jadi penyedia informasi, cerdas dulu, agar kita jadi produsen yang memproduksi produk informasi yang sehat.

Lalu, jalur distribusinya juga diatur yang baik. Agar tidak salah kamar, nanti ibaratnya menceramahi kucing tidur.

Tiap jejaring sosial sebetulnya ada aurat-auratnya. Kalau mau share sesuatu yang fun, bisa di instagram. Kalau mau share refleksi, bisa di twitter. Facebook cukup untuk menshare godaan-godaan berpikir. Analisa dan penjlentrehan sesuatu bisa di blog. Heum, apalagi ya..

Kalau tivi, cukup untuk pengusir sepi. Jangan lebih dari itu. Bahaya.

1/2/16

Belajar Bisnis dari Tumbuhan

Strength + Opportunity + Inspiration = Income + Benefit. Rumus bisnis ini dipakai oleh tumbuhan, intern resources tumbuhan adalah klorofil, extern resources yang ada diluar adalah CO2, inspirasinya Sinar Matahari, maka jadilah income-nya Zat Makanan + benefitnya O2.

Jadi bisnis mustahil tanpa inspirasi. Rencana bisnis juga tidak bisa ngayawara, analisa SWOT dulu lah. Agar kita tidak memakai resorces yang bukan berada dalam diri kita. Juga tidak membidik yang bukan peluang disekitar kita.

Kenali potensi otentik, kalau potensi otentikmu kapak, jangan ikut2an mencangkuli ladang walau seluruh dunia sedang demam mencangkul. Kapak itu untuk menebang pohon, dia punya fungsi spesifik sendiri, sama seperti zat hijau daun.

Dan jangan mengejar peluang yang sudah menjadi rebutan terlalu banyak orang. Disaat banyak spesial memburu oksigen, tumbuhan malah sendirian memunguti karbondioksida.

Lalu bentangkan penampang otakmu agar bisa tersinari inspirasi. Bisnis tanpa inspirasi hanya akan disusuli kompetitor, sesudah itu mati.

Setelah proses bisnis kamu jalankan dan perolehan tinggal menunggu masak, siapkanlah perencanaan penerimaan income yang baik. Cash income paling besar itu untuk R&D, agar bisnismu tumbuh, selanjutnya baru untuk operasional dan selebihnya laba.

Jagalah fitrah sosial, kemanusian dan alam selalu, sehingga setiap yang kamu tuai menjadi benefit bagi sekelilingnya. Maka kamu sudah berhasil membangun a responsible corporate. Maka kamu tak perlu lagi menyisihkan Corporate Social Responsibility (CSR), karena semua perolehanmu adalah bernilai oksigen.

Kalau dirangkum menjadi: Kerjakan apa yang ada disekelilingmu yang itu bisa diraih, dengan sesuatu yang memang sudah ada dalam dirimu, improvisasikan dengan inspirasi tercemerlangmu. Lalu bersiaplah menuai hasil, yang pertama untuk membiayai pertumbuhanmu, sisanya kamu cadangkan. Dan keseluruhan kamu kerjakan dengan bertanggung jawab secara sosial, menjadi benefit yang bisa dipetik oleh semua.[]

Zaman Gratisan

Kita sulit mengimajinasikan bahwa di bumi kita dahulu, ada zaman dimana Pendidikan dan Kesehatan tidak dijadikan komoditas. Zaman itu terjadi bukan pada zaman dinosaurus, tapi zaman yang belum lama kemarin. Sewaktu orang tua kita masih remaja bahkan mungkin masih mengalaminya.

Di zaman itu, tidak ada kursus mengaji. Falsafah "Ngelmu iku kalakone kanti laku" benar-benar dipegang. Sehingga kalau ada anak yang mau ngelmu do'a dan wirid, cukup konsisten saja berangkat ke masjid, jangan pulang sebelum wirid ba'da sholat selesai. Dalam hitungan tidak sampai sebulan, si anak sudah mengilmui aneka do'a, wirid yang beraneka ragam dan beberapa adalah bacaan yang panjang-panjang. Semua itu diperoleh dengan gratis, semua itu terselenggara dengan gratis. Sekarang coba dicek, orang-orang tua di desa-desa itu pada hafal do'a dan wirid panjang tanyai, mereka kursus dimana dulu?

Kalau do'a dan wirid adalah ilmu maghdoh, maka bagaimana dengan pendidikan yang terkait ilmu muamalah. Lihatlah para tukang kayu di desa, termasuk Mbah Kakung saya dari Bapak adalah tukang kayu yang mahir, yang aku telat tidak mewarisi ilmunya. Beliau bukan insinyur, tapi karya-karyanya yang awet dan berkualitas masih bisa aku saksikan hingga hari ini. Untuk menjadi tukang kayu, juga tukang batu, tidak wajib sekolah. Cukup konsisten menjadi kernet bangunan, bakti, magang, ngabdi, nanti setahun atau dua tahun asal kamu titen terhadap setiap perilaku tukang senior yang kamu kerneti, selanjutnya kamu akan mahir juga. Metode pembelajaran seperti ini, gratis.

Lalu bagaimana di bidang kesehatan. Dari daun siridia sampai petai china, kalau tahu fungsinya, tinggal ditanam dipekarangan, kalau ada butuh pertolongan pertama atau terapi kesehatan tinggal petik. Tak perlu beli ke apotek.

Pun demikian tenaga ahli melahirkan, yang oleh orang modern diberi stigma sangat naif "dukun bayi". Dia lebih ekspert dari bidan lulusan D3, karena dasar pembelajaran dia bukan alat peraga artifisial di kampus tetapi ilmu titen dari ratusan bahkan ribuan pengalaman mendampingi proses melahirkan dan sedari menjadi pendamping dukun bayi senior sebelumnya. Dia bukan hanya tidak minta bayaran, bahkan dia berpuasa sunnah, berprihatin sebagai bentuk doa yang sungguh-sungguh bagi kelancaran proses kelahiran yang akan ia tangani.

Hanya saja, orang jaman dulu tidak kebangetan seperti orang sekarang. Mentang-mentang gratis, jadi tidak ngirim setandan pisang atau sekarung rambutan ke Pak Kiai tempat belajar mengaji. Mentang-mentang tidak minta bayaran, dukun bayi tidak diberi sesuatu sebagai 'tali kasih'. Tidak seperti itu orang jaman dulu. Semakin orang tidak meminta, semakin dia diberi banyak.

Maka, kalau sekarang kamu percaya pada sekolah ya jangan banget-banget, tetap sekolah tapi tetap cari ilmu alami. Kalau kamu percaya pada tenaga medis, juga jangan banget-banget, sambangi para tenaga kesehatan alternatif yang mungkin sekarang semakin sulit dicari yang benar-benar otentik.

Dan kalau kamu sekarang jadi tenaga medis, jangan congkak. Ingat, aslinya kesehatan itu bukan komoditas loh ya, bukan barang dagangan seperti beras dan gula. Layani yang membutuhkan keahlianmu dengan nawaitu kemanusiaan, bukan sebagai konsumen. Pun demikian kalau kamu sekarang jadi pendidik.

Sekali lagi, aslinya dulu pendidikan dan kesehatan bukan barang dagangan. Maka kalau sekarang mau tidak mau harus diperdagangkan, maka layani konsumenmu dalam nawaitu kemanusiaan. []

1/1/16

Sugeng Tindak 2015

Sugeng tindak.... Selamat jalan 2015. Sedih berpisah denganmu wahai makhluk Allah bernama 2015. Yang sudah setia menemaniku menjalani kesetiaan.

Yang sudah menjadi kepanjangan tangan Allah menjaga kesehatan, keselamatan dan keutuhan. Yang sudah menyediakan diri menjadi ruang pertemuanku dgn hal-hal besar, mengejutkan dan menakjubkan.

Yang sudah membentengiku dari petaka, kekufuran juga kefakiran. Yang tidak pernah sedetikpun berhenti, sehingga masalah-masalah yang aku hadapi menjadi berlalu.

Sugeng tindak... Selamat jalan... Semoga Allah ridho kepadamu, juga kepadaku. Hari ini aku tidak merayakan tahun baru, aku hanya mensyukuri 2015-ku.