1/29/11

Prinsip Agama

Ada beberapa ragam orang berprinsip tentang agama yang dia anut dan agama orang lain yang berbeda. Ada yang menyebutkan Islam adalah agama paling benar. Dari pernyataan itu terbangun logika bahwa agama lain juga benar tapi tidak sebenar Islam

Ada yang menyebutkan bahwa semua agama menuju kepada kebenaran, tapi karena hanya menuju, yang dijamin pasti akan sampai itu hanya Islam.

Dan lain sebagainya, mungkin masih banyak lagi. Tapi kalau saya pendapatnya sama dengan yang disampaikan Emha di sebuah Pagelaran Gambang Syafaat di Semarang beberapa waktu lalu tentang makna

"..lakum dinukum waliyadin"

Sing jenenge Islam bagiku yo iki (Islam), nek menurutmu agama iku kuwi, yo monggo. Analoginya, yang namanya beras bagiku ya yang seperti ini, kalau menurutmu beras itu yang seperti itu, ya situ. Ning jo sah diomong2ke, mundak nglarani ati.


Substansi, Komprehensi & Implementasi

Dari sebuah buletin dakwah saya mendapat penjelasan tentang ihsan, ada contoh-contoh, dalil-dalil dan keutamaan ihsan. saya manggut-manggut.

Dari sebuah training saya juga diberi penjelasan tentang ihsan, bahwa ihsan itu seolah-olah melihat-Nya atau kalau tidak bisa ya merasalah dilihat-Nya. saya juga manggut-manggut.

Manggut-manggut karena paham atau manggut-manggut karena takut dianggap tidak mudengan? Dan dari sumber lain saya mendapat penjelasan lagi tentang ihsan, bahwa ihsan itu adalah tindakan yang baik, yang kalaupun tindakan itu tidak dilakukan, tidak ada resiko pelanggaran apa-apa. Penjelasan inilah yang menurut saya paling substansial, paling saya mudeng, bukan sekedar kepahaman definitif semata.

Substansi hendaknya diutamakan sebelum komprehensi. Kepahaman akan nilai inti sebaiknya didahulukan ketimbang hafalnya dalil yang mendukungnya. Karena berapa banyak perkataan yang terlihat indah, karena didalamnya included dalil-dalil, tapi ternyata tidak mengandung makna sebagaimana yang seharusnya.

Setelah belajar substansi, harus dilanjut dengan belajar komprehensi, belajarlah ke guru-guru ngaji.

Barulah belajar tentang implementasi. Siapa guru implementasi? gurunya diri kita sendiri. Kita berpikir sendiri, dicoba sendiri, dievaluasi sendiri, direnungkan sendiri, disempurnakan sendiri.

Jangan belajar komprehensi tanpa memahami substansi, jangan pula belajar keduanya tapi tanpa implementasi. Istilahnya mas Ryan Martian, ber-Islamlah secara praktis (praktikal).

Kunci Sungguhan

Kamu boleh bilang kalau kunci sukses itu bervisi besar, kalau kunci sukses itu adalah memiliki sikap optimis, kalau kunci sukses itu adalah ini dan itu.

Tapi kunci sukses yang sungguhan cuma satu : kerja keras. Kalau berupaya keras, kalau berdoa keras, kalau berpikir keras, apapun yang kita lakukan yang keras.

itu evaluasi buatku, sedikit-sedikit diserahkan ke orang, malas kerja keras. Berdoa tidak yakin, karena tidak memahami konsep dosa v.s. rahmat. Berpikir setengah-setengah keras enggak letoy enggak.

sekali lagi kerja keras, itu kata Azis.

1/28/11

Beri Aku Arti

Menjumpai hari suasana sepi
Menikmati nafas alam tak berasa
Beragam warna terbayang sekilas
Menyingkirkan luka, tanpa diminta...

Pernahkah kusadar tanpa itu semua
Dalam terang surya selalu terjaga
Memahami makna arti kenyataan
Keremangan senja selipkan hampa...

Dimana kawanku... inginku menyapa
Beri aku ruang... tempatkan diriku
Dimana kawanku... semakin menjauh
Beri aku arti... tak ingin berbeda

Kau palingkan wajah acuhkan muka
Menyamakan arti bukan suara hati
Ingin berbicara hasrat pengungkapan
Masih pantaskah aku disampingmu...



*Lirik bermutu Padi punya

Dua Jenis Rezeki

Rezeki itu ada dua macam ditinjau dari jenis kedatangannya, pertama : Rezeki terduga, kalau kamu mempunyai sekian rupiah modal, lalu memilah-milah mana yang paling prospek, lalu setelah dipilih, dijalankanlah itu usaha dan tercapailah hasil persis seperti yang diprediksikan, itulah rezeki yang terduga.

Kalau kamu mengetuk pintu kesatu, lalu dari pintu itu keluar rezeki yang kau maksud, itulah rezeki yang terduga.

Kedua, kalau kau menawarkan jagung kesana kemari tidak ada yang membeli, eh tiba-tiba ada orang datang ke rumah membeli padi. Itulah rezeki yang tidak terduga.

Kalau kau mengupayakan sesuatu tapi kok susah payah, eh di bidang lain tiba-tiba mendapat kemudahan diluar dugaan, itulah rezeki tak terduga. Kalau kamu mengertuk pintu kesatu, tapi rezeki malah datang dari pintu yang lain, tidak tanggung-tanggung tiga pintu sekaligus, itulah rezeki tak terduga.

Akhir-akhir ini saya concern di empat pintu saja, kadang dari pintu-pintu yang saya ketuk itu bukannya mendapat sinar harapan rezeki, eh, malah tidak mendapat apa-apa, eh malah yang didapat semprotan lumpur misalnya. Nah, sedih boleh, tapi jangan lama-lama, masih ada 5 pintu lain yang mungkin tersedia rezeki untuk kita.

Kalau 9 pintu sudah diborong pengusaha, 1 pintu doang donk yang tersisa untuk pegawai? Apakah pegawai tidak mungkin mempunyai reseki yang tidak diduga-duga? Wah, ilmu saya belum sampai kesitu.

Jangan Lupa Ada 9 Pintu

Sangat populer, siapa si yang tidak tahu bahwa dari 9 dari 10 pintu rezeki ada di tangan pengusaha. Kalau engkau mengetuk rezeki di pintu kesatu, lalu setelah diketuk dengan berlelah-lelah keringat dan pas dibuka kok di dalam tidak ada rezeki yang kita inginkan, jangan putus asa dulu. Jangan terpaku menunggui itu pintu saja, ingat, masih ada 8 pintu lainnya.

"min haitsu layahtasib.."

Bisa jadi rezeki yang menjadi hak kita hadir dari pintu yang lain. Jangan bersedih, apalagi skeptis, terlebih putus asa. Sibukkanlah dengan hal lain yang lebih baik ketimbang hanya menunggui pintu kesatu yang kita ketuk itu.

10 pintu berjejer. pintu rezeki itu seperti pintu kamar atau pintu air atau beda lagi ya?

Prinsip Sahabat

Lebih baik aku terlelap hingga aku melewatkan sholat malamku, ketimbang aku bangun sholat semalaman dan pagi harinya aku merasa lebih baik dari yang lain.

Seperti itulah prinsip generasi sahabat Nabi SAW.

Ust. Khaldun, Yordan.

1/27/11

Kita Si Punya Gula Jawa

Mendengarkan pemaparan Caknun, sepertinya belum tutug kalau belum sampai ke Leiden, untuk bisa mengetahui keanggunan dan keagungan yang dimiliki Jawa.

Kali ini tentang Sarikurma, penasaran sama suplemen herbal yang satu ini, koyok opo jane. Hm, setelah dicicipi, rasanya itu seperti blenderan kurma dicampur madu, muaniiiise poool, lengket-lengket begitu.

Hari pertama meminumnya, apa yang terpikir olehku? Loh, ini si kita punya, ini kayak gula jawa, kentel & manis.

Jawa oh Jawa...

Di Arab harus susah2 metik kurma, ngupas dari bijinya, mblender & masih mencampurkannya dengan madu. Nah, di sini untuk bikin seperti itu cukup dengan di indel. Do you know indel?

Ada indel, ada kereng, ada badheg adalagi cimplung. Kangen suasana-suasana itu, masa kecil yang penuh kenakalan2 seru...

Ma'ruf, Ihsan & Sholeh sama-sama Baik

Sama-sama baik? siapa mereka, Ma'ruf, Ihsan dan Sholeh? Apakah mereka bersahabat? Apakah mereka berkompitisi? Bukan-bukan, mereka bukan nama orang, bukan juga judul film.

Ketiga kata di atas, artinya sama : baik. Tetapi pada implementasinya, mereka memiliki arti yang spesifik berbeda. Itulah mengapa di kitab suci, ayat yang ada kata Ma'ruf nya tidak bisa serta merta diganti dengan Ihsan, begitu juga sebaliknya, begitu juga dengan kata Sholeh.

Ma'ruf
Kalau ada lampu merah kemudian engkau menghentikan kendaraanmu, itu Ma'ruf. Naik kereta api ya membayar tiket, dan sebagainya. Ma'ruf itu baik karena menjalankan peraturan, karena ada peraturannya.

Ihsan
Kalau kamu sedang menyetir di pertigaan lalu ada mobil dari arus berlawanan mau membelok lewat depanmu dan kamu mempersilahkan dia melaju duluan, itu namanya Ihsan. Ketika berperjalanan dan menemukan mata air kamu isikan gentong air temanmu dahulu sebelum mengisikan gentong airmu sendiri, dan sebagainya. Ihsan baik karena mengerjakan kebaikan walaupun tidak ada perintah atau peraturannya.

Ketika mempersilahkan pengendara yang lain lewat dulu, kalaupun itu tidak dilakukan kamu tidak ditilang polisi, tapi karena kamu melakukannya, kamu mempunyai hak untuk berharap suatu saat nanti perjalananmu akan dimudahkan, dilancarkan.

Sholeh 
Nah, kalau sholeh, itu terminimalisirnya keburukan (mudharat). Kalau kamu berbuat baik dengan puasa, lalu karena puasa itu terminimalisir orang yang tersakiti karena cemoohmu, itu kamu sholeh. Beda, kalau kamu sholat, tapi tetap saja halaman kotor tidak disapu, tidak ada keburukan yang terminimalisir, kamu belum sholeh.



Ini pemaknaan substansialnya, pemaknaan komprehensifnya tanyakan pada alim ulama setempat

1/26/11

Touring

Kalau perjalananmu cuma untuk mencari gethuk goreng, tidak usahlah jauh-jauh ke Sokaraja, di Jalan Pramuka atau di Sawangan yang dekat banyak.

Kalau perjalananmu bukan hanya untuk ke Sokaraja, tapi ke Sempor di Kebumen sana, beristighfarlah bila hari semakin siang dan kamu masih kebingungan mencari rute ke Sokaraja. Kalau seharian waktumu habis untuk sampai di Sokaraja, trus mau kapan sampai ke Sempornya?

di waduk sempor


Dan kalau tujuanmu adalah Surabaya. Memang, mempelajari rute Sokaraja dan Sempor ada gunanya, karena untuk ke Surabaya melewati kedua tempat itu. Tapi sadarilah kendaraanmu, cukupkah waktumu mengendarai itu untuk sampai di Surabaya sebelum habis waktu? Saran terbaik adalah, carilah tumpangan, jangan menjadi supir atas perjalananmu sendiri, serahkanlah kepada yang benar-benar bisa menjamin kamu bisa sampai.

Masih mau menyupiri hidupmu sendiri?


ini waduknya

1/24/11

Tips untuk Bersenang-senang Sendirian

Bosan dan sendirian bukan berarti tidak bisa bersenang-senang lho, banyak hal yang bisa kita lakukan.

1. Bongkar pasang kamar alias merubah posisi barang-barang yang ada dikamar. Kalau pindah-pindah posisi seperti itu otomatis kita juga jadi sekalian membersihkan kamar. Selain itu beres-beres kamar bisa membakar kalori, jadi hitung-hitung sekalian olahraga juga.

2. Buka PC, laptop atau handphone dan cari album foto. Melihat-lihat semua foto yang kita punya, membawa kita kembali bernostalgia ke masa-masa yang lalu. Foto bisa menggambarkan lebih banyak daripada kata-kata. Pasti banyak cerita dibalik foto, yang lucu, sedih, senang, Lets Go NostalgiLa…!!!

3. Menulis. Coba mulai untuk menulis apa saja yang kita pikir saat itu walaupun Cuma satu kalimat. Terkadang kalau dibaca lagi ada kalimat yang bagus dan ada juga kalimat yang aneh.

4. Nonton Film. Bisa dilakukan di kost atau di bioskop. Kalau mau nonton di kost kita bisa menyewa VCD/DVD atau mengcopy dari teman/warnet. Lebih baik kalau kita menonton film komedi atau film apapun yang tidak membuat sedih, nangis, takut atau kecewa, pokoknya film yang bisa membangkitkan aura positif dan kebahagiaan. Jangan lupa siapkan camilan juga. Kalau mau nonton di bioskop tidak ada pilihan lain selain Rajawali 21.

5. Baca buku. Tapi bukan baca buku dikost, kalau itu sudah sangat biasa. Coba baca buku di Taman Andang Pangrenan, pasti lebih seru, atau tempat lainnya, alun-alun misalnya. Kalau bosan baca buku kita bisa menonton anak-anak  yang sedang bermain atau kita juga bisa ikut bermain.

6. Baca buku gratis. Dan pilihan tempatnya adalah Gramedia Tamara Plaza. Kalau tidak punya malu dan tidak takut diusir satpam kita bisa baca buku apapun sepuasnya dari mulai gramedia buka sampai tutup. Kalau lapar di bawah pojokan tempat parkir ada warung nasi.

7. Baturraden. Walaupun sudah ke Baturraden berkali-kali tetap saja kesana lagi dan lagi. Banyak sekali pemandangan yang bisa dilihat, apalagi buat yang hobi jalan kaki. Dari selatan, ada Curug Gede, tempat yang bisa kita manfaatkan untuk duduk santai sambil ngadem. Terus dilanjutkan ke Pancuran, kalau lewat pintu belakang silahkan masuk walaupun tidak membeli tiket. Jangan lupa mampir ke Bukit Bintang juga, untuk sekedar melihat view Kota Purwokerto dari atas. Kalau masih kuat jalan, terus saja jalan kaki sampai Unsoed. Semangat…!!!

8. Stasiun Purwokerto. Jalan-jalan ke stasiun tanpa naik kereta, tidak masalah. Bisa bengong di kafe donat, main di Dipo, baca buku di kursi tunggu penumpang, memanfaatkan wi-fi gratis, atau sekedar duduk dan melihat-lihat orang yang lalu lalang, tidak ada yang melarang. Kalau tidak mau bayar peron, lewat pintu keluar penumpang di sebelah utara.

9. Naik motor keliling kota. Purwokerto enggak gede-gede amat kok, kalau bingung, tanya orang juga ramah-ramah, jadi tidak usah khawatir nyasar.


NB :
· Hanya untuk yang sedang berada di Purwokerto
· Tulisan berdasarkan pengalaman penulis
· Bisa dilakukan awal, tengah atau akhir bulan



diadaptasi dari sini

Suryakanta Kekaguman

Hanya ketika kita berada pada jarak yang tepat dengan seseorang, seseorang itu nampak mengagumkan. Ketika kita mundurkan sedikit jarak itu, belum tentu kekaguman kita akan setajam semula. Begitu juga ketika kita majukan sedikit jarak itu, kekagumanpun akan memudar.

Mas Hendro, entah sumbernya darimana, pernah mengatakan "...Cinta itu cuma 30%, sisanya toleransi", entah benar atau salah, Mas Hendro sedang membuktikannya saat ini.

Itulah prinsip lup atau suryakanta atau kaca pembesar dalam kehidupan. Betapa sering kita tidak respek dengan seseorang, hanya karena terlalu jauh jarak kita memandang pemikirannya. Begitupun sebaliknya, dekatilah orang yang kau anggap hebat, sedekat-dekatnya, maka pudarlah kehebatan yang kau pandang itu.


* Suryakanta adalah majalahnya SMA 1 Purwokerto, media yang menginspirasi saya menerbitkan media pertama dalam karier ke-media-an saya, dulu namanya Nuansa Dakwah, terbit untuk Rohis SMA 2 Purwokerto

1/19/11

Wish a does

Wish a does do wrong?
Next do wrong, a does the seek,
been she gear....
awake is so she had
or a die crew boothy smooth
law leer or a key cut

(wes ra osa gaya, sok inggris-inggrisan, diwoco coro jowo ae)

Arif RH

Tentang Dalang G30S

Pada masa orde Baru dinyatakan dalang gerakan itu adalah PKI yang mendapat bantuan dari oknum TNI, tetapi banyak juga pakar politik yang menyangsikan hal ini.

Tahun 1966, dua orang sejarawan AS, B.R.O.G Anderson danRuth McVey menyebutkan bahwa gerakan 30 S merupakan puncak konflik internal TNI-AD, PKI hanya sebagai obyek yang sengaja dikorbankan untuk mengalihkan perhatian.

Tahun 1979, sebuah buku Whose plot? New light on 1965 events karangan sejarawan Wertheim, menyatakan bahwa Letjend Soeharto yang waktu itu menjabat Pangkostrad adalah dalang G30S yang sebenarnya, pendapat itu tentu saja didukung beberapa fakta.

Ahli sejarah yang juga mengulas masalah ini adalah John Hughes dan Anthonie C.A Dake. Mereka mengumakakan pendapat lain lagi, katanya dalangnya adalah Presiden Soekarno yang memerintahkan letkol untuk menghabisi para perwira tinggi AD yang menentang kebijakannya.

Ada juga yang bilang bahwa dalang gerakan ini justru dari luar Negeri, yaitu AS dan Inggris yang punya kepentingan menjatuhkan Presiden Soekarno yang dinilai membahayakan kepentingan Inggris di Malaysia dan Brunei. Kepentingan Inggris inirupanya sejalan dengan kepentingan AS yang memerlukan sekutu untuk membendung bahaya komunis.
Hal diatas terdapat dalam buku The Genesis of Konfrontasi: Malaysia, Brunei dan Indonesia 1945-1965, karangan Greg Poulgrain (1993).

Mana yang benar?
Tentu saja harus dipelajari…

dicuplik dari Ensiklopedia Sejarah dan Budaya Indonesia Raya, 2009

Yoen Aulina Casym

Sekilas Info

Avanza 4120 x 1635 x 1695
Grand Livina 4420 x 1690 x 1595

Pesan Sederhana Bulan Ini

Sederhana sekali, setelah pemaparan Caknun panjang lebar, berrangkai-rangkai pertanyaan dan penyimpulan-penyimpulan kecil, maka mengerucutlah pada sebuah pesan :

Cukup, kamu jangan menjadi seperti mereka

Sudah, itu saja. Mereka siapa? mereka yang dulu mengganyang ketidakadilan, tetapi sekarang justru menjadi corong-corong pengabai rakyat.

Secara eksplisit definisi mereka adalah para pejabat, yang di zaman orde baru memperjuangkan pembaharuan, tetapi sekarang justru menjadi kutu-kutu reformasi. 

Namun secara implisit, mereka adalah orang-orang yang ketika tiba umurnya, menomorsekiankan (abai) pada kepentingan public (rakyat), menomersatukan, beli motor, beli rumah, beli tanah, ini, itu, kepuasan diri sendiri.

1/18/11

Soal Pembatasan Industri

Tidak usahlah menuntut pemerintah. Memenuhi janji membeli sapi-sapi yang mati di Merapi saja belum kelakon. Juga membelikan HP untuk para TKW. Belum lagi mengadakan penyuuluhan mensukseskan program menanami halaman rumah dengan cabe.

Kalau hal semacam itu saja tidak becus diurusi, lah kok kita menuntut pemerintah melakukan pembatasan industri untuk menyelesaikan persoalan rumit bangsa. Pembatasan industri motor, agar angkot tetap hidup. Pembatasan industri impor beras, agar pertanian maju. Pembatasan industri pertambangan gas, agar PLN tidak kekurangan pasokan, dan masih banyak lagi lainnya, mana nyandak pikiran orang-orang yang cuma ngerti beli sapi, beli HP dan balas budi kepada orang-orang yang sudah membelikannya atribut kampanye.

Cukuplah kita menjadi pembatas industri bagi diri kita sendiri. Apa dengan tidak membeli mobil Jepang? Bukan, bukan. Tapi belilah untuk mengusirnya suatu saat nanti, persis seperti jaman penjajahan dulu, merampok senjata untuk melawan.

Apa dengan antipati dengan KFC? bukan bukan... Tapi selidikilah betul-betul, duplikasikanlah kelebihan itu penjajah ekonomi. Baru tahu bahkan KFC juga jualan kopi, kopi Amerika apa kopi Aceh itu yang dijual?

Kopi Mbok Darmi... ups, salah, Kopi KFC
Pembatasan industri tidak harus melulu menuntut dari pemerintah. Cukuplah kita memampukan benar-benar untuk tidak menjadi manusia industri, manusia korban sistem industri, manusia penyubur tumbuhnya masyarakat industri.

Bruwun & Ramalan Caknun

Langkah kaki pertama menaiki KA Bogowonto dihinggapi dengan satu istilah : Bruwun. Apa itu Bruwun? Sebuah pola kearifan era pra-modern dimana masyarakat cukup pergi ke pekarangan belakang rumah untuk menyiapkan masakan bagi keluarganya, tidak harus pergi ke pasar.

Dan akhir perjalanan saya ditutup dengan ramalan Caknun, dia bilang kira-kira begini : Kali ini saya tidak akan menyampaikan apa yang akan terjadi nanti dan bagaimana-bagaimananya, hanya saya berpesan, berhematlah benar-benar, cuaca yang semakin ekstrim akan membuat harga pangan semakin melambung.

Nah lo... ayo nandur, ayo bruwun. iki L22 arep ditanduri opo yo?

Mengupgrade Kualitas Resah

Ada beberapa orang yang minta dibantu oleh saya, tapi naasnya saya tidak bisa membantu. Resah... resah karena tidak bisa membantu.

Betulkah resah karena tidak bisa membantu? Atau resah karena kehilangan kesempatan untuk populer karena bisa membantu? Kalau saya tidak bisa membantu, berarti ada orang lain yang ditugaskan-Nya untuk membantu mereka. Apa resah, karena merasa hanya kita yang paling dekat berpeluang membantu, sedangkan Dia tidak bisa membantu?

Ada banyak teman yang menikah tahun ini, 2011 seperti musim nikahnya alumni SMA 2 2005. Resah... resah lagi.

Resah karena belum bisa menemukan jodoh. Jodoh... jodoh itu untuk kepentingan siapa? kepentingan saya sendiri? Oh kalau begitu benar, saya harus berusaha sendiri. Oh tidak begitu, berjodoh-jodoh itu perintah-Nya, menikah itu sunnah Nabinya, artinya ada kepentingan Dia dalam urusan jodoh kita. Resah... karena ragu atas kemampuan-Nya menyiapkan yang terbaik untuk kita.

Hina bener diri ini, resah karena kehilangan kesempatan untuk populer untuk membantu orang. Resah karena belum laku seperti yang lain yang sudah punya pasangan dan calon pasangan.

Saatnya diupgrade keresahan ini, agar tidak menjadi hina-hina amat. Resah... resah karena kehilangan pola komunikasi yang benar antara saya dan Tuhan saya sendiri.

Eyang Shinto Gendeng

Tujuh tahun lalu saya berontak pada sekolah, dari yang rajin bikin rangkuman saya bisa berhasil melakukan pemberontakan jadi peringkat ke 37 di kelas. Hm, tapi anehnya, tidak ada yang bilang saya bodoh, penghabisan waktu saya di sekre OSIS, Rohis dan Pramuka membuat orang berpikir 1.000 kali mungkin untuk mengatakan itu, walau sakjane saya ya ini tenanan bodoh.

Beranjak beberapa tahun, saya kembali menjadi pemberontak, pemberontak terhadap gaya hidup masyarakat industri, yang katanya lahir, sekolah, kerja dan mati. Seumur hidup saya baru sekali saya bikin application, ngelamar di Takaful, sebuah agen asuransi, itupun saya tidak becus disana sampai-sampai nomor keagenan saya lenyap dengan sendirinya. Puji syukur, sebangkrut-bangkrutnya saya masih konsisten dengan pemberontakan ini. Dan anehnya lagi, makin kesini kok ya orang tua makin mendukung.

Dan sekarang kembali saya memberontak, memberontak pada Agama. Ora njur saya menjadi kafir, atheis sapiturute, ning yo kenyataannya dari dulu mana becus saya beragama. Puasa andon ngirit, sholat karena terpaksa, haji enggak mampu-mampu, malu saya dibilang orang beragama, apalagi mengaku-ngaku ahlussunah, wong kencing saja saya lebih sering sambil berdiri, padahal sunnahnya kan jongkok. Tapi memang agama yang berkembang di masyarakat lebih didominasi pola destruksi, bahwa amalan ini itu dan anu itu wajib, begini begitu itu tidak sah, dan sebagainya. Tuhan lebih diperkenalkan sebagai sosok yang sering marah-marah dan kesal pada kita, ketimbang Rahman dan Rahimnya. Agama sebagai destinasi, padahal aslinya hanyalah instrumen/perangkat. alah wis mbuh, yang penting terus belajar.

Dan sebentar lagi (mungkin 10 tahun lagi. 10 tahun kok sebentar), apa yang saya sebut sebagai Negara Swasta akan tertuang dalam text yang menyebar kemana-mana. Sebuah konsep pemberontakan secara halus kepada negara. Berontaknya merebut kursi SBY? emoh!! Atau membuat negara baru? ogah!!. Berontaknya saya akan berguru pada si Gembel, muridnya Pak Tanto Mendut, mantan preman yang membangunkan pasar darurat di Magelang, yang katanya suasana disana persis kembali seperti suasana film-film kolosal Majapahit. Di pasar itu cuma ada rakyat, tidak ada pejabat, yang membuat pasar ya rakyat, yang menghidupkan pasar ya rakyat.

Cerita selengkapnya tentang pasar Gembel Harjo itu mungkin lain waktu. Semoga ada kesempatan kesana, menyaksikan nuansa majapahit di samping reruntuhan jembatan Tlatar.

Pemberontakan-pemberontakan itu, akibat saya ketemu guru-guru yang tidak waras (beda dari lazim), sebut saja Andreas Hareva, terus Purdi E Chandra keterusan sampai Caknun, hm, yang belum ketemu itu guru tidak waras yang mewariskan kampak 212 ke mas Wiro, tidak lain beliau adalah Eyang Shinto, Shinto Gendeng. Adakah yang bisa mempertemukan saya dengan beliau?

Pak Tanto Mendut (kiri) & Mas Gembel (kanan)

Makan Enak, Naik Kereta Enak

Katanya sedang krisis, lah kok makannya lumpia boom. Katanya sedang resesi lah kok naiknya Express Pakuan. Katanya butuh uang, lah kok nggak nyari.

Wah katanya-katanya, itu kata siapa to? Kalau mau tahu jawabannya, coba buka-buka buku pa Ippho, atau bisa ditelepon orangnya langsung, kenapa kok katanya tapi katanya tapi begitu.

Express Pakuan Jakarta-Bogor

1/12/11

Praktikum Tidak Bermutu

Kesampingkan soal lengkapnya alat, soal komplitnya tenaga ahli yang dimiliki, soal rapihnya silabus, bukan membahas itu kita disini.

Di Akatel saya tidak belajar skill, tidak belajar jiwa telekomunikasi, saya hanya belajar bagaimana dipaksa disiplin menumpuk laporan, jujur datang praktikum, tanggung jawab menghadiri pretest dan postest, visioner mengejar nilai diatas C karena C tidak lulus apapun alasannya, serta ikhlas memfotokopi modul sendiri sekalipun sudah membayar 65.000/modul.

Dan harus menghakimi diri sendiri bahwa saya adalah orang bodoh kalau diantara ketatnya ketentuan di paragraf di atas ada yang tidak sanggup saya penuhi.

Hm, disiplin itu bagus, visioner apalagi, ikhlas terlebih-lebih, tapi pertanyaannya, ibarat level-level kualitas teh, kualitas disiplin, visioner dan ikhlas macam apa si yang dihasilkan dari edukasi macam praktikum di Akatel itu?

Belum lagi dtambah bumbu, pretest yang tidak jelas juntrungannya. Praktikum yang yang textbook tidak boleh salah menyalakan Power saja harus atas lisensi asisten. Asistensi yang berkali-kali toh bentuknya cuma tanda tangan saja tidak dibaca acan. Dan bertebal-tebal laporan praktikum yang setelah lewat beberapa hari ujung-ujungnya juga dikilo.

Masih belum selesai, dan tidak pernah direview bagaimana output pencapaian kemampuan praktikan pasca praktikum. Kalau ada orang kampus yang membaca ini, silahkan untuk introspeksi sendiri, tidak usah merancang serangan balik untuk menintrospeksi saya. Saya sekedar seorang mahasiswa salah jurusan.

Tapi Saya Akan

"Jadilah pribadi yang mudah dibantu oleh orang lain." (Mario Teguh)

Seorang bertanya melalui SMS tentang bagaimana cara menjadi yang diharapkan oleh kalimat itu tadi sore, karena terbatasnya karakter SMS, saya mau jawab disini saja. Sebelum menjawab, ada ilustrasi cerita (nyata) terlebih dahulu.

Bulan ini, Januari 2011 adalah bulan tersulit ekonomi buat saya, tidak pernah sepanjang sejarah bisnis bahkan sepanjang usia saya mengalami kesulitan keuangan bisnis sehebat di bulan ini. Mudah-mudahan segera diberi kemudahan, mohon doa dari semuanya. Yang bisa membantu lebih dari sekedar doa, lebih saya tunggu.

Syukurnya, manajemen emosi saya lebih baik ketimbang saya di tahun-tahun yang lalu, jadi tidak perlu ada gempa bumi jiwa atau tsunami ke-stres-an sampai hari ini. Dan, yang penting, saya masih bisa rumangsa dan ngrumangsani.

Apa itu rumangsa? rumangsa dalam tafsiran dangkal saya berarti sadar, istilahnya mas Arif RH, present. Anda punya istilah sendiri? silahkan.

Dan apa itu ngrumangsani? untuk menjelaskan ini saya mau cerita lagi. Akhir-akhir ini saya banyak terlibat SMS dengan teman baik saya, Andri. Saya boleh katakan salut dan mengajak diri saya sendiri dan jamaah pembaca sekalian untuk belajar dari sikap ngrumangsaninya dia.

Yang saya kenal dulu, Andri adalah orang yang sangat ngrumangsani. Haha, kalau Anda bukan orang Jawa mungkin bingung, begini saja salah satu bentuk real dari sikap ngrumangsani itu. Misalnya, dia berhalangan menyelesaikan suatu pekerjaan di hari tertentu, lalu dibesoknya dia akan bilang "maaf, kemarin tidak bisa merampungkan, TAPI SAYA AKAN...".

Nah, "Tapi saya akan" itulah kata kuncinya. Berbeda dengan satu contoh sikap dari orang yang lainnya lagi, ketika itu ada undangan ngumpul, lalu dibalas undangan itu dengan "Maaf, saya tidak bisa." Tidak ada kata tapi saya akan disitu. Dan itu berulang sampai 3 kali, hingga akhirnya tradisi kumpul mingguan tidak pernah terselenggara lagi, sampai hari ini.

Itulah sedikitnya cara untuk menjadi pribadi yang mudah dibantu orang. Tentu Bank Muamalat diuntungkan, bukan saja oleh Ijazah S1 Ekonominya Andri, tapi sikap rumangsa & ngrumangsaninya.

Ndeso

Kalau berbicara "ndeso" secara substansial, maka Purwokerto dan seluruh area di tlatah lereng selatan gunung Slamet hingga deret bibir pantai Ayah dan jalurnya adalah desa saya. Tapi kalau secara harfiah, "ndeso" itu ya desa saya.

Kalau Pak Bibit menghampiri saya dan bertanya sudah mbangun apa di ndeso substansi, maka sudah tidak perlu saya pamerkan lagi disini to apa-apa yang sudah saya rintis, baik yang sedang terus berkembang, sekedar berjalan, vakum dan beberapa mati.

Tapi kalau Pak Bibit menghampiri saya dan bertanya sudah mbangun apa di ndeso harfiah, saya bilang, saya belum membangun apa-apa.

"Masih wacana Pak", mungkin begitu akan saya jawab. Toh, mudah-mudahan Pak Bibit bisa percaya, desa saya adalah mungkin desa paling terpencil yang pernah dikunjungi motivator dahsyat sekaliber Andri Maadsa, dan itu adalah polah saya dan teman-teman.

Dan Pak Bibit pun tidak usah kuwatir dengan cibiran orang yang mengatakan Rizky sudah menjadi seorang bibit kapitalis, yang kalau urusan bisnis dan ada uangnya Rizky tertarik, sedangkan kalau urusan sosial kerja bakti mah enggak.

Cukup menelisik foto-foto dokumenter saya semasa SD, SMP dan SMA, Pak Bibit bisa menilai bagaimana social-soul saya. Foto-foto itu pulalah yang menjadi bekal pertahanan kepercayaan diri saya yang pertama bahwasannya saya ya gitu-gitu aja dari dulu. Totalitas saya di pramuka, membuat soal dan mengoreksi jawaban seleksi tertentu, merancang kegiatan, menyusun konspirasi penggojlogan hingga turun ke aspek-aspek terdetail adalah hal biasa. Sama saja, tidak berubah seperti saat ini saya di bisnis, padahal dulu tidak ada uangnya dan sekarang ada.

Bukan uang faktor pentotal saya dalam mengerjakan sesuatu. Ini semata soal dedikasi.

Lalu, kenapa sekarang untuk urusan bisnis saya menggebu-gebu, tapi urusan membangun desa harfiah saya belum? Inilah sumber kepercayaan diri saya kedua, yakni karena saya fokus. Terbantah kata-kata orang yang katanya saya ini tidak fokus, mencla-mencle kesana kemari. Siapa bilang, lah ini, buktinya saya bisa fokus, fokus di bisnis.

1/10/11

Diam-diam Bank Syariah Menjadi Penggiat Investasi Emas

Di samping sebagai penyedia layanan simpan pinjam, Bank memiliki peran keuangan lainnya yakni sebagai penyedia layanan investasi. Adanya produk deposito dan tabungan berencana merupakan bagian dari penandanya. Bila produk deposito menawarkan bunga di bank konvensional dan bagi hasil di bank syariah yang lebih tinggi dibanding tabungan biasa, maka tabungan berencana dengan beragam variasi produknya menawarkan keuntungan ganda bagi nasabah, yakni manajemen resiko dan pengelolaan keuangan. Tabungan berencana sebagai suguhan layanan bank atas asuransi dan investasi dalam satu produk sekaligus.

Selain kedua jenis produk investasi diatas, ada bentuk investasi lain yang kini banyak diminati. Bentuk investasi tersebut adalah investasi emas. Di bawah ini adalah grafik emas terhadap Dollar diambil dari sumber www.emastoday.com. Terbaca pada kurun waktu 20 tahun terakhir, dapat disimak setidaknya bagian separo akhir dari grafik tersebut, yakni rentang tahun 2000 hingga 2011 dapat dikatakan nilai emas terus meningkat secara signifikan dari waktu ke waktu sekalipun tetap terdapat fluktuasi di dalamnya.




Hal inilah yang menjelaskan bahwasannya emas bukan hanya berfungsi sebagai pengaman nilai uang, tetapi juga menggiurkan untuk dijadikan sebagai ladang investasi. Rully Kustandar, salah seorang penggiat investasi emas yang dikenal luas oleh masyarakat sebagai penggagas formula “Kebun Emas” memaparkan fungsi emas sebagai pengaman nilai uang adalah karena nilai emas selalu equivalen atau setara dengan daya beli. Inilah bedanya dengan mata uang kertas yang terus tergerus inflasi dari tahun ke tahun.

Emas untuk Pengaman Nilai Uang

Rully mensimulasikan bahwa harga satu ekor kambing dari zaman 1400 tahun yang lalu yakni di zaman Rasulullah SAW hingga saat ini tetap saja setara, nilainya mendekati 1 Dinnar emas, yakni emas 22 karat seberat 4,25 gram. Itulah fungsi emas, sebagai pengaman nilai uang.

Sederhananya, dengan kita membelanjakan uang tabungan kita dalam bentuk emas, lalu menyimpan uang tersebut di rumah atau dengan menyewa SDB (Safe Deposite Box), maka sekalipun kita tidak pernah mendapatkan bagi hasil sebagaimana kita menabung, tetapi nilai uang kita akan aman tidak tergerus inflasi.

Emas untuk Investasi

Sedangkan sebagai bentuk investasi, emas menjadi sangat menggiurkan ketika tren harganya terhadap mata uang kertas naik terus. Mengacu pada data 10 tahun terakhir dimana kenaikan rata-rata harga emas adalah 40% pertahun, ke depan berinvestasi emas cukup cerah prospeknya. Terlebih emas memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh investasi lain seperti investasi properti misalnya, yakni emas bisa dijual dengan mudah kapan saja dan dimana saja dengan harga yang maksimum sesuai standar harga emas hari itu.

Investasi emas dapat dijalankan dengan transaksi gadai emas. Lazimnya transaksi gadai tentu dapat dilakukannya di pegadaian. Namun, mulai tahun 2008, Bank Indonesia mengluarkan peraturan dimana perbankan diperbolehkan mengeluarkan produk gadai, dalam hal ini adalah gadai emas. Menariknya, ketentuan tersebut dikhususkan oleh Bank Indonesia hanya diperbolehkan untuk bank syariah saja. Mengapa hanya bank syariah, bank konvensional tidak? Adalah karena Bank Syariah memiliki payung panduan ekonomi Islam yakni pada Ketentuan Dewan Syariah Nasional dimana akad gadai ada didalamnya. Sedangkan pada Bank Konvensional tidak dikenal adanya ketentuan akad gadai, demikian papar Miko Suryanto, Officer Gadai Emas Bank Mandiri Syariah Cabang Purwokerto

Lebih lanjut Miko memaparkan beberapa bentuk investasi emas sebagai berikut ini :

1. Gadai Emas Biasa

Gadai emas biasa adalah seperti lazimnya orang menggadaikan barang di pegadaian selama ini, yakni seorang calon nasabah datang membawa emas miliknya, kemudian oleh bank syariah dilakukan penaksiran, setelah disetujui lalu dikeluarkan uang dengan nominal tertentu dalam hal ini Bank Mandiri Syariah menetapkan standard 90% dari harga dasar emas. Uang tersebut menjadi uang pinjaman yang setelah kurun waktu tertentu dikembalikan, maka kembali pula emas kepada nasabah.

Keuntungan dari gadai emas adalah, uang pinjaman bisa dipakai oleh nasabah misalnya dan emas walaupun diserahkan ke bank tetapi karena akadnya gadai, emas itu tetap menjadi hak milik nasabah. Apabila setelah kurun waktu beberapa bulan harga emas mengalami kenaikan misalnya, maka setelah ditebus, emas bisa dijual dengan harga diatas harga beli emas dahulu. Artinya nasabah mendapat dua keuntungan, keuntungan pertama nasabah dapat menggunakan uang pinjaman gadai untuk perputaran emas, kedua nasabah bisa menikmati harga jual emas yang lebih tinggi.

2. Kebun Emas

Program kebun emas digagas oleh Rully Kustandar, salah seorang mentor Entrepeneur University (EU) yang menelateni bentuk invetasi emas. Untuk dapat memahami formula kebun emas, Rully atas dukungan penuh BRI Syariah mengadakan roadshow workshop Kebun Emas di berbagai kota di Indonesia, disamping sosialisasi dalam bentuk buku.

Secara sederhana formula Kebun Emas dapat dijelaskan seperti ini : Nasabah membeli emas, kemudian menggadaikan emas itu ke bank syariah, uang pinjaman gadai dengan ditambahkan sedikit uang pribadi digunakan lagi untuk membeli emas kedua, kemudian digadaikan lagi, kemudian mendapat uang pinjaman gadai, uang itu ditambahkan lagi dengan sedikit uang pribadi, lalu dibelikan emas lagi, digadaikan lagi dan seterusnya.

Formula Kebun Emas ini memungkinkan seseorang memiliki emas 10 kali lipat dari kemampuan normalnya. Mengapa? Karena sebagian besar uang yang digunakan pada dasarnya diambil dari uang pinjaman gadai dari bank. Maka pada akhirnya, ketika katakanlah harga emas naik 50.000 rupiah, karena ia memiliki emas 10 kali lipat, maka iapun menikmati keuntungan atas kenaikan harga emas 500.000 rupiah. Lebih detail mengenai formula ini dapat disimak di buku maupun website www.kebunemas.com

3. Beli Gadai

Produk “beli gadai” pada dasarnya adalah bentuk dukungan penuh bank syariah terhadap formula kebun emas. Perbedaannya, bila pada formula kebun emas nasabah harus melakukan transaksi mondar-mandir antara bank syariah dan toko emas untuk berkali-kali melakukan transaksi gadai kemudian beli lagi, gadai lagi dan beli lagi, tetapi pada produk beli gadai, bank syariah seolah-olah menjadi mediator antara nasabah yang berminat membeli emas dengan toko emas.

Kalau dianalogikan produk lain, yakni dana talangan haji, bank syariah menjadi mediator antara calon jamaah haji dengan penyedia jasa penyelenggaraan haji. Perbedaannya, dana talangan haji diluncurkan sebagai produk yang eksplisit dipromosikan, sedangkan beli gadai masih dilakukan secara implisit atau “diam-diam”.

Diam-diamnya bank syariah merupakan bentuk kerendahhatian bank syariah dalam proses dukungannya menggiatkan dan mengkampanyekan penggunaan emas, yang merupakan kewajiban sebuah institusi penggiat ekonomi Islam, namun tidak boleh bersinggungan dengan mereduksi keberadaan rupiah dan mata uang kertas karenanya, karena bank syariah hidup di negara yang bukan bermata uang emas.

Skema beli gadai emas secara sederhana dapat dijelaskan seperti berikut ini : bank syariah mendampingi nasabah yang ingin memiliki emas berkomunikasi dengan toko emas. Melalui mekanisme gadai, bank dapat memberikan dana talangan 85% hingga 90% dengan catatan emas yang sudah dibeli disimpan dalam bentuk gadai di bank tersebut. Emas dapat dibawa pulang oleh nasabah setelah melunasi dana cadangan tersebut.

Keuntungannya, nasabah dapat melunasi emas dalam jangka waktu tertentu, tanpa terpengaruh kenaikan harga emas. Dan keuntungan yang bersifat investatif, sekalipun emas itu tidak bertujuan untuk dimiliki oleh nasabah, nasabah dapat memperoleh keuntungan atas kenaikan harga emas dikurangi ujroh (biaya titip) atas emas yang digadai.




Pelayanan Gadai Emas di Mandiri Syariah Purwokerto

Maka, bisa kita mulai memanfaatkan produk gadai emas di bank syariah bukan hanya untuk mengatasi masalah kepepet saja tetapi untuk berinvestasi. Iklim sangat kondusif untuk mendorong masyarakat berinvestasi emas, diantaranya karena pertama : tren kenaikan harga emas 10 tahun terakhir diprediksi para ahli akan terus konsisten hingga beberapa puluh tahun kedepan. Kedua, produk gadai emas yang kini dimiliki bank syariah tidak lagi serta merta gadai sebagai bentuk penyelesaian masalah kepepet, tetapi dapat diformulasi untuk menjadi sebuah bentuk investasi. Ketiga, adanya produk beli gadai emas, sekalipun belum dipromosikan secara eksplisit, namun secara “diam-diam” merupakan bentuk totalitas dukungan bank syariah terhadap proyeksi investasi berbasis gadai emas.

Dan terakhir, bagaimana atas pertanyaan “apakah syar’i menikmati keuntungan dari investasi emas berbasis gadai itu?”, Siti Malika salah seorang nasabah gadai emas di BRI Syariah Purwokerto berkomentar bahwasannya menjadi tugas kita untuk menelusuri syariah tidaknya sebuah transaksi, tetapi ketika kemampuan kita akan hal ihwal agama terbatas, maka cara terbaik adalah dengan mengikuti panduan orang yang lebih mengilmui, dalam hal ini ulama yang berkompeten di bidangnya, dan bank syariah sudah memiliki ulamanya sendiri yang teruji kualifikasinya, yakni Dewan Syariah Nasional. “Ilmu saya terbatas, saya ikut syariahnya bank ini saja”, tandas Siti Malika.


Tema : Bank Syariah di sekitar Anda

Foto, Reportase dan Penulis : Rizky Dwi Rahmawan

1/7/11

Sudirman Masa Kini

Sudirman, nama anak desa ini tidak ada artinya kalau tidak dijadikan nama-nama jalan di hampir semua daerah di Indonesia. Bahkan salah satu kawasan sentral di Jakarta namanyapun Sudirman. Sudirman si Bapak TNI, salah satu pahlawan nasional yang namanya hampir tanpa cacat sedikitpun, ia seorang Jenderal Besar, Jenderal Terbesar yang Indonesia miliki.

Apakah Sudirman dulu berjuang dengan berkeliling keseluruh pelosok Indonesia? Tidak, rute perang Sudirman yang dicetak di buku-buku sejarah hanya di sekitar Jawa Tengah bagian selatan dan Yogyakarya saja. Apakah Sudirman dulu mempopulerkan perjuangannya dengan memasang baliho di setiap perempatan di negeri ini? Tidak, perangnya bersenjatakan bambu runcing dan senjata mesin rampasan saja.

Apakah Sudirman mendapat fasilitas kemewahan dari negara untuk mempertahankan kemerdekaannya? Tidak, kendaraan termewahnya hanyalah tandu yang digotong empat orang saja. Sakitnya tidak ter-cover asuransi paviliun kelas I.

Tapi Sudirman begitu melegenda, patungnya ada dimana-mana. Bahkan, sebuah distro bertema nasionalisme, Semangat Donk Clothing mencatat rekor penjualan tertinggi pada kaos seri inspirator yang bercetakkan pahlawan dan tokoh bangsa untuk kaos bergambar Sudirman.

Sudirman, startegi perangnya adalah gerilya. Alih-alih dia minta pengakuan public atas perjuangannya, justru sebisa mungkin tidak ada orang yang tahu kalau dia dan pasukannya sedang bergerak. Merangsek masuk hutan keluar hutan, dienergii oleh keyakinan yang terpatri sekuat berlian. Keyakinan bahwa perjuangannya dilindungi Allah Tuhan Yang Maha Pelindung, keyakinan bahwa kemenangan sekalipun berat pasti akan diraihnya.

Keyakinan itulah yang mahal harganya, yang kalau dikonversi ke dalam mata uang akan bernilai triliunan rupiah. Karena dengan keyakinan itu, pasukan bambu runcing bisa mengalahkan peralatan mahal, senapan, granat, meriam dan peralatan tempur penjajah yang canggih lainnya.

Pertanyaan sekarang, adakah yang mewarisi keyakinan Sudirman di masa kini? Keyakinan untuk mengalahkan dominasi penjajahan kapitalisme seperti keyakinan yang dimiliki oleh Sudirman dan pasukannya mengusir penjajah imperialis waktu itu. Keyakinan yang direpresentasikan dalam sebuah strategi yang panjang, melelahkan dan sunyi bernama perang gerilya.

Jawabannya adalah : Ada.

Lalu pertanyaan selanjutnya, siapakah Sudirman masa kini yang sedang bergerilya melawan penjajahan pemikiran itu? Sudirman masa kini tidak cuma satu, ada banyak, itulah yang harus kita syukuri, itulah yang harus menjadi sumber energi kita untuk optimis, bahwa bangsa kita bisa merdeka lagi, merdeka semerdeka-merdekanya.

Keyakinan dan semangat Sudirman kini mewaris ke Motivator Mario Teguh, mewaris ke Budayawan Emha Ainun Najib, mewaris ke tokoh muda Adhyaksa Dault, mewaris ke serentetan tokoh lainnya yang karena kecerdikan gerilya mereka bahkan kita tidak pernah mengindahkan hasil perang mereka.

Mereka tidak melawan pelaku kapitalisme global secara frontal, mereka tidak mengkudeta pemerintah. Mereka hanya membagikan pengertian-pengertian tentang kebijaksanaan, optimisme, melek-sosial, pencetakan prestasi. Terlihat sepele semua itu, sesepele satu batang bambu runcing.

Tugas kita adalah mendukung upaya mereka mengangkat dan menghujamkan bambu runcing, meredam gejala depresif, sehingga bertahap, tapi selalu meningkat secara elevatif, setiap komponen kecil dari bangsa ini, pemuda-pemuda, keluarga-keluarga, kampung-kampung, mulai bisa cerdas membaca zaman, siapa yang menyetir, disetir kemana dan bagaimana sikap kita seharusnya.

Sadarilah keberadaan pelaku gerilya disekeliling kita, mereka menempuh jalan sunyi, terseak-seok oleh rungkudnya semak belukar kepentingan industri. Mereka belepotan oleh fitnah dan caci maki bangsa sendiri, dianggap omong doang, dianggap sesat, dan anggapan-anggapan lainnya.

Temukanlah orang-orang seperti mereka lebih banyak, jadilah bagian dari gerilya.

Kesuksesan Telor Ceplok

Cabe ada!! lengkuas ada!! uceng ada!! daun pepaya ada!! merica ada!! tapi terus saja sibuk mencari kesana kemari, mondar-mandir, riweh tidak karuan, capek tidak tertahan hanya untuk mencari sebutir telor. Telor itu praktis, sekali sreng saja dibubuhi garam sedikit bisa jadi lauk yang lezat.

Itu karena di dalam telor itu sendiri sudah terkandung satu bahan dasar kelezatan yang memungkinkan dinikmati dengan sekali sreng saja. Namun sayangnya tidak semua bahan yang tersedia disekeliling kita itu memiliki karakteristik seperti telor, yang sekali sreng langsung jadi. Ada bawang yang harus dikupas dulu, ada kelapa yang harus diparut dulu, ada pala yang harus dijemur dulu, ada begitu banyak bahan yang cara mengolahnya tidak sesingkat mengolah telor.

Lalu apakah sial orang yang tidak menjumpai telor untuk dimasaknya? Sehingga ia harus capek-capek meramu merica, lengkuas, uceng dan cabe untuk menjadi sehidangan makanan lezat?

Lalu apakah beruntung orang yang mendapati telor dengan mudah setiap kali hendak memasak? Setiap waktu bertemu telor, yang tinggal ceplok, sreng dan dinikmati, sampai-sampai ia tidak pernah mengerti bagaimana memformulasi bumbu-bumbu dan bahan makanan dapur lainnya untuk sebuah hidangan yang jauh lebih lezat dari telor sekalipun itu lebih rumit.

Mental sukses telor ceplok, tidak bisa membaca peluang, kalau ada peluang semua dibaca (hanya dibaca), dijalani tapi tidak difokusi, itulah diri saya. Mental sukses telor ceplok, seringkali mengeluh "ujarku ya aku wis kesel kaya kiye!", tidak melihat bagaimana kesel + mumetnya Elang Gumilang, tidak menyaksikan bagaimana kesel + enek dikatain orangnya Wahyu Saidi dan sebagainya.

Carilah peluang yang berkarakter telor, kalau memang kau malas untuk berlelah-lelah memikirkan paduan formulasi racikan dan lamanya waktu memasak. Atau formulasikan apa yang ada, sambil cicipi setiap step progress, mudah-mudahan hidangan kesuksesan yang sedang kau racik enak.

Selamat Tinggal ".000"

Tidak lagi belepotan ini buku kas, saya dukung penuh lah redenominasi rupiah. Kalau negara ini terlalu belibet untuk sekedar melakukan langkah simbolisasi pembabasan diri dari subordinasi Amerika, maka biarlah ini dimulai dari diri saya sendiri.

Mulai 2011 ini, tidak lagi ditemukan di buku kas pribadi saya karakter ".000". Ya, seperti kafe-kafe di mal-mal, 1.000 rupiah cukup ditulis dengan angka 1 saja.

Redenominasi rupiah itu berkait erat dengan kewibawaan bangsa lho, jadi saya kurang mendukung kelompok-kelompok yang keberatan dengan gagasan redenominasi ini karena alasan besarnya anggaran pencetakan uang baru. Lah kan bisa bertahap... Yang penting kita tidak terlihat kerdiiil sekali dibanding Amerika, masa 1 dollar bandingannya 8.000 rupiah, 1 : 8.000.

Ha, mulai 2011 ini khusus di buku saya sendiri doang, 1 dollar ya 8 rupiah.

1/6/11

Pembebasan

Saya kutipkan potongan kalimat dari postingan sebelumnya :

"Kemarin ada tawaran Lumpia Boom, kemarinnya lagi ada tawaran PNC, kemarinnya lagi ada tawaran Percetakan, kemarinnya lagi ada tawaran Bimbel, kemarinnya lagi ada tawaran ini itu anu ono. terus kenapa kepada semua itu saya melik kepengin? Apa keinginan dibalik keinginan2 itu jan-jane?"

Januari Way

Dari keinginan-keinginan itulah saya ingin diri saya ini dibebaskan, biarlah saya cuma bertaut pada keinginan dibalik keinginan itu yang saya sendiri tidak bisa mendefinisikannya sampai saat ini. Tapi yang jelas keinginan di balik keinginan itu adalah sesuatu yang menjadi catu daya yang mengenergii saya begitu rajinnya belajar sampai pinternya mengalahkan Izar dan Jumargo pas SMP (Izar di urutan habis saya satu, Jumargo tidak masuk 10 besar acan). Begitu juga ketika SMA bahkan keaktifannya mengalahkan Dini si Ketua OSIS, (karena Dini enggak pernah nginep di Sekre sekatif saya, he). Juga Kording bisa bertahan sampai edisi ke-24, yang kata Hilmy setelah Summit dari Asoka kemarin seharusnya sudah bisa masuk kategori Socialpreneurship itu.


Itulah makna terfilosofis dari pembebasan di Januari ini, disamping makna-makna teknis lainnya.

Menjadi Rizky

Terminologi pertama
Kemarin beberapa bulan yang lalu saya merancang acara dengan teman-teman Blogger untuk memberikan pelatihan jurnalistik yang diminta oleh pengurus Panti Darmo Yuwono. Acara berlangsung rutin, eh sayanya selalu tidak pernah datang. Bukan karena males, tapi karena bentrok dengan acara lain. Jadi bukan karena males, hanya karena menyepelakan, saya menganggap acara yang membentroki itu lebih penting.

Terminologi kedua
Beberapa tahun lalu bertepatan dengan hari lahir saya, SMA 2 menyelenggarakan GAKSA, kalau tidak salah yang ke-6. Dan tadi sore saya ketemu dengan ketua panitia GAKSA tahun kemarin, atau penyelenggaraan terbaru. Sungguh bersyukur, terseak-seoknya saya dan tim merintis terselenggaranya event akbar Pramuka SMAN 2 Purwokerto itu masih bergulir sampai sekarang.

Seperti sebuah angin segar yang mengabarkan kepada saya yang sedang pucat ini : itu loh salah satu bukti kamu revolusioner, kamu bisa menelorkan sesuatu yang berwujud nyata, dan sampai berapa tahun masih terus terwariskan

Terminologi ketiga
Saya lupa ditaruh rak yang mana idealisme sewaktu saya muda dulu. Idealisme itu tidak sembarangan loh, bisa menenergii saya mengantarkan kording sendirian, seharian, panas-panas, tanpa dibayar ke Ajibarang, bahkan ke Purbalingga malah sampai Bobotsari. Bukan cuma sendirian, bukan cuma sekali, tapi setahun lebih. Energi berjoule-joule itu seperti hampir-hampir tidak ada ketika corong disekeliling berkoar : Kamu itu hidup sudah lama loh, sekarang sudah gede, ayo, kapan cari uang? masa dolanan bae

Saya yakin, tidak ada bagian dari diri saya yang menyatakan bahwa saya ingin menjadi seorang pekerja sosial. Mother Teresa terlalu mulia dibanding sosok terideal yang bisa saya gambarkan tentang diri saya di masa depan.

Dan sekalipun saya "pernah" bermimpi jadi Presiden, tapi bukan berarti ada peta di dalam diri saya yang menunjukkan bahwa arah masa depan saya adalah menjadi penghulu bangsa. Tidak ada potensi ketegasan sehebat Sunan Gunungjati, wali yang menjadi pemimpin (raja) itu.

Memang saya pernah ingin seperti Pa Ary Ginanjar, yang kiprahnya fenomenal, menang kejuaraan dunia Samurai juara III, menjadi satu2nya trainer di Indonesia yang mencapai tingkatan trainer level 5 dan sepaket nama besar beliau. Ciut nyali saya menjadi orang besar setelah melihat Zainuddin di gosipkan begitu, dan Aa Gym kelelahan oleh rutinitasnya melayani order ceramah.

Entahlah, saya ini mau menjadi apa. Inginnya menjadi orang biasa saja, orang biasa tapi manfaatnya besar, tidak usah jadi tokohlah, capek dikejar-kejar media. Juga saya tidak mau jadi pekerja sosial, yang setiap rupiah yang saya makan dicurigai numpang hidup "ini uang donasi dari lembaga mana nih yang dimakan."

Haha, ada yang tahu saya itu mau menjadi apa? Mungkin yang paling mendekati saat ini adalah apa yang berkali diucap (Alm) Pak Diro, pembina Pramuka saya di SMP (semoga Alloh mencintainya), beliau selalu mengatakan : Seorang Pramuka!!! dengan intonasi khasnya.

Seperti apa si seorang Pramuka itu? Ah, belum bisa saya mendefinisikan sekarang.

Yang jelas sekarang saya enggak kepengin dihormati orang dengan sirine, marcing band kebesaran atau apapun itu. Saya juga tidak ingin dikenal jadi tokoh yang tiap centimeter gerakan dan ucapannya menuai reaksi positif dan banyakan negatifnya. Bahkan saya juga tidak bermimpi dikenal orang sekedar sebagai orang baik sekalipun, yang banyak menolong, yang peduli yang sosial. Bahkan saya juga tidak ingin makan ayam terus, proyek mulus terus, teman baik terus, datar amat. Njur saya ini ingin apa? Kemarin ada tawaran Lumpia Boom, kemarinnya lagi ada tawaran PNC, kemarinnya lagi ada tawaran Percetakan, kemarinnya lagi ada tawaran Bimbel, kemarinnya lagi ada tawaran ini itu anu ono. terus kenapa kepada semua itu saya melik kepengin? Apa keinginan dibalik keinginan2 itu jan-jane?

Tapi sepertinya enak, ke Batam atau ke Jepang tidak ada kata "mahal", ketemu Menteri ketemu Presiden tidak merasa beda kasta, ada orang kesusahan tidak tanggung-tanggung gole membantu, ada ide besar tidak terbentur uang mewujudkannnya, dan ketika mati, banyak peninggalan besar dan bermanfaat, ya seperti GAKSA itu. Hm, seperti itu mungkin Rizky akan Menjadi.

Atau akan selalu terombang-ambing hasrat industri, bangsa industri, masyarakat industri dan manusia industri hingga saya tidak pernah Menjadi Rizky?Bersambung... *lagi terus mikir, merenung, meraba-raba

Berpaling

Jazz kekecilan, Avanza kelewat rame kembarannya. Jadi naksir 1.5 XV A/T nya Nissan Grand Livina.

Diamond Silver
Masukkin keranjang Planing!


NISSAN Purwokerto (Showroom, Service Center)
Jl. Gerilya Timur No.52, Purwokerto Jawa Tengah
Tel: (0281) 640 102
Fax: (0281) 640 106

1/4/11

Menseriusi Profesi WTS

Menulis adalah dunia saya, sayangnya saya belum mengalokasikan waktu khusus untuk menseriusi ilmunya. Ya jadinya begini ini, isi tulisannya lebay, lebay dan lebay. Berbeda dengan di Semboyan35 yang hobi saya ngejunk demi mendapat predikat Parahyangan (dan belum kesampaian sampai hari ini), di Kompasiana saya lebih enjoy untuk membaca-baca dan komentar sekadarnya.

Memang dasarnya saya bukan railfan si, kagak nyambung mah ngobrol soal knowladge kereta api tetek bengeknya, saya cuma seorang penikmat perjalanan kereta api saja.

Sekali saya ikut blogshopnya Kompasiana, waktu itu di JEC, disambut Mas Inu, wartawan istana idola saya (Nanti kalau saya jadi Presiden, Mas Inu saya panggil lagi mas ke Istana, hehe) dan disitu pula saya mengenal istilah WTS.

Sayang saya tidak sempat memfoto (karena memang tidak bawa kamera) wanita yang mengenalkan dirinya sebagai WTS sekaligus membuka paradigma saya bahwa saya sebenarnya bisa juga jadi WTS. Hm, Wartawan Tanpa Status (Social Journalist), itu sejatinya seorang Kompasianers. Meliput berita dengan berimbang, menyampaikannya dengan bahasa yang bebas dan segar, bebas tekanan dari manapun, baik itu politisi, kalangan industri atau sekte apapun.

Menjadi wartawan tanpa status, tanpa surat kabar, tanpa deadline, tanpa honor, tanpa seleksi naskah, itu menyenangkan. Hm, mau memperbanyak proporsi tulisan2 reportase ah...

1/3/11

Empat S

Silaturahim
Umur saya 24, sejos-jos nya umur, lagi mekar-mekarnya. Itulah mengapa setiap pertemuan dengan satu orang, satu obrolan biasa saja kalau saja saya tidak malas bisa jadi satu note istimewa. Hari ini saya silaturahim dengan 8 orang, mudah2an jadi pintu barokah dan banyaknya reseki

Sedekah
Memang tidak sebanyak Fikry, juga tidak sefenomenal Gus Tanto. Yah, masih amatiran lah. Hihi

Saum
Dari unsur medis, puasa akan menghemat cadangan enzym pangkal kita. Dari sisi spiritual, googling sendiri saja. Alhamdulillah hari ini buka puasa di Warteg, ditemani dua.. dua gorengan. Haha

Sendiri
Berdialog dengan diri sendiri, redam dari kesibukan aktivitas fisik dan aktivitas fikir. sempatkan walau beberapa menit. Itu baik bagi kesehatan jiwa. Tadi ketempatan di Jalan Merdeka, adeem...

Menyuntik sambil Tertawa.

Kalau Anda jalan-jalan di Purwokerto, sekitar Apotik Merdeka, Jalan Merdeka, utara Telkom, ada rumah besaaar sekali. Hm, saya bertanya-tanya, ini rumah apa bukan ya? Apa kantor? Apa istana? Entah, barangkali yang tahu infonya bisa berbagi. Yang mau saya sampaikan, bahwasannya banyak sekali dokter-dokter yang kaya raya, hidupnya mewah, padahal 70% penduduk negeri ini memakai asuransi Jamkesmas, itu menurut data dari salah seorang pensiunan PT Askes.

Kabar terkini, saya dapat dari Pak Rully mentor EU, masuk Fakultas Kedokteran di salah satu universitas favorit saat ini setengah Milyar... setengah Milyar, bayangkan... begitulah sangking favoritnya jurusan menjadi dokter itu.

Jadilah dokter, maka kamu akan kaya. Seolah itulah pesan setiap orang tua di Indonesia. Bagaimana tidak kaya, siang bekerja di Rumah Sakit, sore buka praktek, dapat biaya pemeriksaan yang sekedar tul sini tul sana, suntik sono suntik sanu dapat 20-100 ribu perpasien, belum ikatan kerjasama dengan Apotek, belum yang lain-lainnya.

Hm, tidak jelek menjadi dokter, dokter itu mulia. Saya mau bilang itu. Tapi kalau mau jadi dokter nawaitunya untuk bermewah-mewah, sebaiknya jangan deh. Bangsa ini masih cukup prihatin, ada baiknya dokter cukup terima gaji saja, sampingan ini itu diinfakkan untuk biaya berobat orang miskin. Bagaimana? Ya itu si sekedar gendu-gendu rasa. Bukan hanya untuk profesi dokter, siapapun lah, kalau mau niat menyembuhkan orang, ya jangan malah menekan orang itu.

Pak Dokter : Saya suntik ya kamu (sambil mencubleskan suntikan ke bokong pasien)
Pasien : Sakit pak...
Pak Dokter : Rasain saja, ini demi kebaikanmu (sambil tertawa lebar tebahak-bahak)

Obat itu pahit, suntikan itu runcing, proses pemulihan itu menyakitkan, maka berempatilah, jangan tertawa-tawa di atasnya, itu bikin sesak dada.

Deh

Online malam selasa. Sambil menunggu kiriman martabak yang belum datang-datang. Sambil menunggu postingannya Azis tentang sebuah mata air di Wonosobo yang akan ia kunjungi besok pagi. Hm, kedengarannya menarik. Bisa saya usulkan sama Bos Babeh (Izar) & Bos Nyonyah (Puyink) yang sedari kemarin memandatkan hunting lokasi buat plesiran besok.

Setidaknya Wonosobo menjadi pilihan menarik, karena dekat dengan Karangkobar. Hm, ada apa dengan Karangkobar? Ya, disana ada deh.

Deh?

1/2/11

Setelah yang ke-4

Sekitar jam 9 malam, saya dapat SMS, "semua perangkat kena petir! mati", kira-kira begitu. Hm, dengan meredam kepanikan saya coba diam dan memikirkan hal-hal yang sepantasnya dipikirkan. Begitu terus, sampai akhirnya ketiduran, lalu dini hari saya coba SMS koordinasi dengan beberapa pihak, menanyakan ini dan itu berharap ada alternatif kemungkinan. Sampai akhirnya di siang harinya saya bisa bergerak meninjau langsung lokasi TKP...

Haha, sepertinya sudah agak menyeramkan belum setting paragraf di atas? Hm, perangkat koneksi internet L22  yang memayungi jaringan internet di Griya Satria terkena petir, ini bukan yang pertama kalinya, tapi keempat kalinya.

Kejadian ini persis terjadi dan dialami oleh Soichiro Honda, salah seorang terkaya di dunia yang hobinya begitu sederhana, melukis di atas kain sutera (mungkin terinspirasi mbah-mbah pengrajin batik tulis Indonesia). Honda, pabriknya terbakar sampai empat kali. Tapi dia tidak menyerah, selalu saja ada langkah-langkah penyelamatan, hingga hari ini Honda masih bertahan, ya sampai sebesar ini ini.

Mudah-mudahan setelah petir keempat yang menyambar ini, ada revolusi nasib bagi RT RW Net pertama di Purwokerto yang saat didirikan dulu namanya SDCP ini. 

Tutup Buku, Buka Buku

Satu lagi postingan tentang tahun yang berganti baru ini, tahun 11, saya suka menyebutnya dengan itu, ya, tahun 11. Saya bersyukur, atas berkat Rahmat Allah dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, akhirnya untuk pertama kalinya, satu tahun penuh tidak putus saya membuat catatan keuangan, bernama "Buku Kas"... huebat huebat huebat kau Rizky.

Eit, tapi mencatat saja tidak cukup, hari-hari ini tugas berat menanti, yakni : merekapnya & menganalisanya. Hm, berbarengan dengan matinya Hotspot L22 dan menumpuknya tanggungan analisa laporan praktikum di kampus, Bismillah, semoga bisa tertuntaskan semuanya dan pada akhinya bisa tutup buku tahun 2010.

Dan di 2011 ini semoga catatan keuangan bisa tetap istiqomah & lebih rapi lagi.

"U have something speciall inside of u which nobody have it. So, just love yourself just the way u are.. Just think that u're speciall, then u'll become speciall", thakz Chas.

1/1/11

1 1 11

Merayakan tahun baru itu tidak ada tuntunanya, tapi sadar akan kehadiran waktu itu utama. Itulah salah satu kaifiyat dari puasa awal, tengah dan akhir bulan, itu juga kaifiyat dari sholat gerhana dan sholat-sholat berorientasi waktu lainnya.

Mumpung tahun sebelas (11) masih bertanggal satu (1), bulannyapun masih (1) maka jangan usik saya yang masih asik menulis tentang tahun yang baru ini. Sedih menyambutnya, tapi ya mau bagaimana lagi, harus tetap disambut.

Mengelap Kaca Rumah Reot

Beberapa resolusi hanyalah menjadi sekedar resolusi. Seperti mengelap kaca sekinclong-kinclongnya, tapi setelah kaca itu kinclong dan kita mundur menatap keseluruhan, rumah tetaplah reot. Hueh, akhinya habislah energi untuk melanjutkan pembenahan rumah.

Begitulah, ketika kita meneriakkan nilai-nilai kecil "saya akan ini!", "saya akan itu!", kok kemudian tiba-tiba ngedrop dan berbalik arah, karena ternyata ada nilai besar yang terabaikan. Caknun mengatakan, kenapa penduduk kota tidak menjaga kebersihan sungai disekitar rumah tinggalnya, adalah bukan karena mereka tidak tahu cara membersihkan sungai itu, tapi karena penduduk putus asa terlebih dahulu ketika dia capek-capek membersihkan kebersihan sungai, tapi para pejabat tidak menjaga kebersihan keuangan negara.

Ini note tidak ada endingnya, menyuruh kita harus bagaimana bagaimananya, hanya memaparkan saja, bahwa kita akan berhenti bukan karena lelah mengelap kaca, tapi karena putus asa, melihat rumah tetap saja reot.

Sudah 2011

Terima kasih untuk teman-teman yang rela dengan sedia memberikan masukannya di penghujung 2010 kemarin. Ada yang meng-sms, "terus bagi-bagi rejeki!" ada yang sms "minta nasehat saja harus nunggu tahun baru", lan sapiturute, hehe. Tapi kalau yang paling banyak, dihitung-hitung adalah tentang menikah. "Menikahlah!", "Segeralah menikah", "Semoga lekas bertemu jodohmu", dan beberapa lainnya... . Semoga sms teman-teman, saudara-saudaraku semua menjadi bagian dari doa.

Ada sms-sms lainnya, diantaranya seorang teman yang menagih janji saya di penghujung tahun kemarin. Karena saya tidak mementingkan untuk menepati, sontak saya bikin alasan saja. Tetapi dibalasnya lagi "Santai saja, dan jangan mudah membuat alasan". Haha, jadi malu sendiri, awalnya membuat alasan adalah untuk menyelamatkan ego saya yang telat menepati janji, tapi eh, justru karena alasan itu, saya jadi ketahuan jeleknya, si tukang mudah membuat alasan.

Ego, memang masih mencengkeram begitu hebatnya, padahal saya tidak mudah lagi. tepat 4 bulan lagi sudah 24 umur saya. Ketika ada teman yang meng-sms, "melihatlah lebih luas...", sontak saja dalam hati ini protes, loh saya kan udah luas, enggak terdoktrin, membaca ini, itu anu dan ono lan sapiturute. Tapi beberapa menit saya diamkan ego itu, baru saya nyadar "Oh ya, saya memang kurang luas melihat, tahu apa saya tentang sepakbola, bisa apa saya tentang musik, paham apa saya tentang seni, pernah apa saya basket, ngerti apa saya tentang motor, weleh... terima kasih Hanie, sudah menyadarkan betapa cupetnya aku, kerdilnya aku.

Begitu juga ketika ada teman yang meng-sms "Segeralah menikah!", langsung saja berontak ini ego : "loh saya kan udah usaha, saya itu enggak nyari yang cantik kok, kenapa saya dituduh mempersulit diri dalam menikah?", lalu terdengar suara dari ujung sana "Loh, siapa yang menuduhmu mempersulit diri Key?", jeda beberapa lama, baru nyadar... Oh, iya, itu kan cuma anjuran berbalut doa, untuk bersegera. Toh kalau ditelisik, saya minta nikah cuma dalam doa-doa express, puasanya sekarang bolong-bolong, dhuha juga begitu, nderes pun demikian, sholat malam apalagi. Lah kok menyalahkan Tuhan belum mempertemukan saya dengan sang jodoh.

2011 yang mencekam, dimana sel-sel dalam tubuh saya akan mati bertubi-tubi, berganti menjadi tubuh yang lebih tua. Hii... mengerikan. Sungguh heran, apanya yang dirayakan, apanya yang disorakgembirakan dari peristiwa mencekam pergantian tahun ini.

Tapi ditolak, ataupun diterima, 2011 tetaplah datang. Menyambutnya dengan merunduk, berharap kualitas ibadah saya lebih bagus tahun ini, dan ditahun ini saya diperkenankan untuk "ditimbali" guna mengemban tugas-tugas mulia sebagai seorang manusia berguna, serta diijinkan "kepanggih" dengan partner sejati hidup.

"Ditimbali" & "kepanggih", adalah dua dari sekian banyak filosofi luhur nenek moyang saya di Tanah Jawa. Perhatikan arti dan makna kedua kata itu, itu bukan kata kerja aktif, kita lebih berperan sebagai obyek. Karena memang sikap yang paling harus ditingkatkan untuk menjadi pribadi yang "ditimbali" dan "kepanggih" adalah ikhlas, pasrah, perankan saja skenario kita, tidak usah memaksakan diri membuat skenario sendiri. Itu bukan tugas kita.