1/6/11

Menjadi Rizky

Terminologi pertama
Kemarin beberapa bulan yang lalu saya merancang acara dengan teman-teman Blogger untuk memberikan pelatihan jurnalistik yang diminta oleh pengurus Panti Darmo Yuwono. Acara berlangsung rutin, eh sayanya selalu tidak pernah datang. Bukan karena males, tapi karena bentrok dengan acara lain. Jadi bukan karena males, hanya karena menyepelakan, saya menganggap acara yang membentroki itu lebih penting.

Terminologi kedua
Beberapa tahun lalu bertepatan dengan hari lahir saya, SMA 2 menyelenggarakan GAKSA, kalau tidak salah yang ke-6. Dan tadi sore saya ketemu dengan ketua panitia GAKSA tahun kemarin, atau penyelenggaraan terbaru. Sungguh bersyukur, terseak-seoknya saya dan tim merintis terselenggaranya event akbar Pramuka SMAN 2 Purwokerto itu masih bergulir sampai sekarang.

Seperti sebuah angin segar yang mengabarkan kepada saya yang sedang pucat ini : itu loh salah satu bukti kamu revolusioner, kamu bisa menelorkan sesuatu yang berwujud nyata, dan sampai berapa tahun masih terus terwariskan

Terminologi ketiga
Saya lupa ditaruh rak yang mana idealisme sewaktu saya muda dulu. Idealisme itu tidak sembarangan loh, bisa menenergii saya mengantarkan kording sendirian, seharian, panas-panas, tanpa dibayar ke Ajibarang, bahkan ke Purbalingga malah sampai Bobotsari. Bukan cuma sendirian, bukan cuma sekali, tapi setahun lebih. Energi berjoule-joule itu seperti hampir-hampir tidak ada ketika corong disekeliling berkoar : Kamu itu hidup sudah lama loh, sekarang sudah gede, ayo, kapan cari uang? masa dolanan bae

Saya yakin, tidak ada bagian dari diri saya yang menyatakan bahwa saya ingin menjadi seorang pekerja sosial. Mother Teresa terlalu mulia dibanding sosok terideal yang bisa saya gambarkan tentang diri saya di masa depan.

Dan sekalipun saya "pernah" bermimpi jadi Presiden, tapi bukan berarti ada peta di dalam diri saya yang menunjukkan bahwa arah masa depan saya adalah menjadi penghulu bangsa. Tidak ada potensi ketegasan sehebat Sunan Gunungjati, wali yang menjadi pemimpin (raja) itu.

Memang saya pernah ingin seperti Pa Ary Ginanjar, yang kiprahnya fenomenal, menang kejuaraan dunia Samurai juara III, menjadi satu2nya trainer di Indonesia yang mencapai tingkatan trainer level 5 dan sepaket nama besar beliau. Ciut nyali saya menjadi orang besar setelah melihat Zainuddin di gosipkan begitu, dan Aa Gym kelelahan oleh rutinitasnya melayani order ceramah.

Entahlah, saya ini mau menjadi apa. Inginnya menjadi orang biasa saja, orang biasa tapi manfaatnya besar, tidak usah jadi tokohlah, capek dikejar-kejar media. Juga saya tidak mau jadi pekerja sosial, yang setiap rupiah yang saya makan dicurigai numpang hidup "ini uang donasi dari lembaga mana nih yang dimakan."

Haha, ada yang tahu saya itu mau menjadi apa? Mungkin yang paling mendekati saat ini adalah apa yang berkali diucap (Alm) Pak Diro, pembina Pramuka saya di SMP (semoga Alloh mencintainya), beliau selalu mengatakan : Seorang Pramuka!!! dengan intonasi khasnya.

Seperti apa si seorang Pramuka itu? Ah, belum bisa saya mendefinisikan sekarang.

Yang jelas sekarang saya enggak kepengin dihormati orang dengan sirine, marcing band kebesaran atau apapun itu. Saya juga tidak ingin dikenal jadi tokoh yang tiap centimeter gerakan dan ucapannya menuai reaksi positif dan banyakan negatifnya. Bahkan saya juga tidak bermimpi dikenal orang sekedar sebagai orang baik sekalipun, yang banyak menolong, yang peduli yang sosial. Bahkan saya juga tidak ingin makan ayam terus, proyek mulus terus, teman baik terus, datar amat. Njur saya ini ingin apa? Kemarin ada tawaran Lumpia Boom, kemarinnya lagi ada tawaran PNC, kemarinnya lagi ada tawaran Percetakan, kemarinnya lagi ada tawaran Bimbel, kemarinnya lagi ada tawaran ini itu anu ono. terus kenapa kepada semua itu saya melik kepengin? Apa keinginan dibalik keinginan2 itu jan-jane?

Tapi sepertinya enak, ke Batam atau ke Jepang tidak ada kata "mahal", ketemu Menteri ketemu Presiden tidak merasa beda kasta, ada orang kesusahan tidak tanggung-tanggung gole membantu, ada ide besar tidak terbentur uang mewujudkannnya, dan ketika mati, banyak peninggalan besar dan bermanfaat, ya seperti GAKSA itu. Hm, seperti itu mungkin Rizky akan Menjadi.

Atau akan selalu terombang-ambing hasrat industri, bangsa industri, masyarakat industri dan manusia industri hingga saya tidak pernah Menjadi Rizky?Bersambung... *lagi terus mikir, merenung, meraba-raba

No comments:

Post a Comment