8/31/12

Bahaya Mendengarkan Khotbah

Waspadai bahayanya mendengarkan khotbah, yakni membuat kita jadi inferior, berkonsep diri rendah, susah menghargai diri sendiri. Karena kebanyakan orang-orang yang mempunyai hak berbicara di atas mimbar itu adalah menghakimi, katanya habis pada puasa Ramadhan biasa aja, tidak ada perubahan, itu contohnya.

Sedikit sekali dari mereka yang pandai mengapresiasi. Kalau kita sudah dicekoki begitu, lantas kita merasa deh gagal berRamadhan, lantas karena sudah merasa menjadi orang gagal, mau ngapai2in yang baik2 jadinya males, jadinya tidak ada peningkatan beneran deh.

Mbok iyao kalo begitu, kita sendiri saja yang mengapresiasi, wuih, kemarin 29 hari enggak bolong loh aku puasanya. wuih kemarin ini kemarin itu loh. prestasi-prestasi kecil jangan diremehkan atuh. jangan dikira, orang yang berhasil Ramadhan itu ketika masuk idul fitri jenggotnya jadi panjang, pakai baju koko terus kemana-mana, mulutnya komat-kamit wiridan terus. Tidak tidak, jangan terlalu dilembagakan begitu. Sekecil apapun peningkatan, apresiasilah. Hanya diri yang diapresiasi yang bisa memberikan hal lebih baik lagi diantara tumpukan kebaikan2 kecil yang sudah dilaksanakan sebelumnya.

Kalau ada khotib jumat yang cuma merusak konsep diri kita, menuntut diri kita berlebihan diluar batas kemampuan kita, dan membuat kita jadi merasa diri kita jelek tidak berharga, sudah, tinggal tidur saja.

8/29/12

Puasa Syawal

Laki-laki kalau enggak puasa syawal itu kebangeten. Kebangetennya gimana? Lah iya, berapa banyak perempuan dimuka bumi ini yang ingin puasa syawal, tapi tidak bisa, karena harus nyaur utang puasa Ramadhan mereka terlebih dahulu. Maka kalau mau puasa syawal, di bulan ini harus kejar tayang meng-qodho puasa maksimal H-7 sebelum bulan syawal habis. Betapa puasa syawal jauh lebih ringan untuk kaum laki-laki, bukan?


8/23/12

#29 Ramadhan : Krisis Apresiasi


Akhirnya Ramadhanpun berpamitan. Ada yang sedih ada yang bahagia, kira-kira begitu topik di banyak mimbar-mimbar qultum di masjid. Kalau zaman generasi sahabat mereka dulu menangis ketika Ramadhan hampir selesai, kalau kita tidak. Kalau kita disuruh untuk introspeksi, di hari2 terakhir Ramadhan ini dimaksimalkan kalau hari-hari kemarin yang sudah kita lakukan 'dirasa' belum maksimal.

Sangat pelit sekali sepertinya kita memberikan apresiasi, yang pelit bukan cuma orang biasa, mubaligh yang notabenenya ustadzpun begitu. Ketika pola berpikir kita digiring dengan kalimat 'barangkali kemarin belum maksimal mengisi hari2 puasanya', ya kita sebagai orang yang baik-baik, yang rendah hati, ya jelas merasanya belum maksimal. Akibatnya konsep dirinyapun merendah.

Berbeda kalau diberikan apresiasi, "bapak ibu luar biasa, bisa bertahan dengan puasanya, bisa menjaga selama berhari-hari tidak bergosip, bisa datang ke masjid setiap hari, ini luar biasa...", walau agak lebay ya misalnya seperti itu lah. Intinya bahwa orang diuwongke, merasa hal-hal sepele yang dilakukan selama ini diapresiasi, itu akan lebih membangun konsep diri yang baik.

Karena keluar Ramadhan, yang penting kan bukan ibadahnya stagnan persis kayak ramadhan, susahlah, karena suasananya beda. tapi minimal, orang konsep dirinya terupgrade, sehingga, apa yang misalnya sebelum ramadhan dhuha itu berat, sekarang jadi ringan. yang tidak pernah sholat malam, setidaknya sudah mulai bangun walau tidak rutin, dan lain-lain.

Bagi kita yang punya hak memegang mic di mimbar-mimbar pengajian, hati-hati berucap, jangan sampai merusak konsep diri jamaah. justru yang dilakukan harusnya membangun, dengan cara mengapresiasi, hinga hal-hal paling sepele sekalipun.

8/17/12

#28 Ramadhan : Gravitasi Langit


Kenapa kalau di rumah, bangun sholat malas. Sedangkan kalau di masjid, terasa lebih ringan. Saat ada waktu senggang, kalau dirumah, yang dicari remote lalu menyalakan TV. Sedangkan kalau di masjid, yang dicari mushaf, lalu mengaji.

Gravitasi langit, ditransmisikan dari langit dan turun di beberapa titik di bumi, utamanya adalah di masjid. Di luar masjid juga ada gravitasi ini bisa kita rasakan, misalnya di tempat orang-orang sholeh berkumpul. Yah, ada peran lingkungan terhadap kondisi hati kita, lingkungan yang  baik akan mempengaruhi hati kita menjadi ringan berbuat baik dan beribadah, lingkungan yang buruk akan membawa kondisi sebaliknya.

Maka, pandai-pandailah mencari lingkungan-lingkungan yang baik, yang ada gravitasi langitnya. Sehingga pikiran kita tidak hanya khusyuk memikirkan materi, karena terlalu kuat kena pengaruh grafitasi 'bumi'. tetapi juga ringan untuk berorientasi masa depan, berorientasi hari akhir. Setidaknya kalau sudah terbiasa sebulan, dua bulan, tiga bulan menikmati enaknya beribadah dan berbuat baik dibawah zona gravitasi langit, maka kita memiliki kekuatan lebih untuk bisa survive beribadah di tempat lain yang jauh dari gravitasi langit.

Kalau sudah begitu, kita baru bisa berguna dengan meneladankan ibadah dan perbuatan baik kepada sesama.

8/16/12

#27 Ramadhan : Eling lan Waspodo


Biasanya gambarnya semar, kalau di kaca bagian belakang mobil kalimat ini tertulis "Eling lan Waspodo". Sepele terlihat kalimat ini, tapi bagi yang faham sebetulnya ini punya arti penting. Arti penting dimana bahwa kecerdasan spiritual sudah ada di zaman nenek moyang tanah jawa ini sebelum Islam yang kita kenal saat ini tiba di tanah air.

Eling lan Waspodo itu apa si? Kenapa tidak Eling tok, kenapa tidak Waspodo tok? Itu pengertianya sama dengan kenapa tidak iman tok, kenapa tidak amal sholeh tok. Kenapa "aladina amanu wa amilu salihat". Ya, karena kalau hanya satu dari keduanya maka akan pincang. Iman tanpa amal/tindakan itu rapuh. Amal/tindakan tanpa iman itu kosong.

Sebelum dalil itu dikenal oleh leluhur kita di tanah jawa, nurani penduduk pribumi ini sudah bisa merumuskan sendiri kearifannya "eling" lan "waspodo". Kalau menemukan batang pohon salak yang berduri tergeletak di pinggir jalan, maka dia "eling", ingat, nyadar, aware, bahwa ini bisa membahayakan pejalan kaki lainnya. Tapi nyadar, eling saja tidak cukup, harus waspada, dengan cara bertindak, menyingkirkan batang berduri itu dari jalan.

Saat marah, kita dinasehati orang tua untuk eling. ya, tapi kalau eling saja, bisa jadi marah masih bisa meluap. harus waspada, dengan cara ambil tindakan, saat berdiri ya duduk, saat kegerahan ya ambil air wudhu, saat gaduh ya meninggalkan tempat.

Aware and then action, sadari kemudian bertindak, itulah Eling dan Waspodo. Dan pepatah jawa mengatakan, seberuntung2nya orang, lebih beruntung yang eling & waspodo. Tentang orang yang disebut beruntung ini cocok dengan yang dijelaskan di Surat Al Mu'minun.

Nenek moyang kita hebat yah, sudah mengerti jauh-jauh waktu sebelum dalilnya datang, karena mereka mendengarkan hati, mempergunakannya dengan cerdas.



#26 Ramadhan : Terasing atau Memarginalkan Diri?



Penceramah di masjid-masjid banyak menyampaikan, berkah bulan Ramadhan bagi kita adalah : berkah semangat bertilawah, berkah semangat mengerjakan sholat, berkah semangat pergi ke masjid, berkah semangat berkumpul dengan keluarga. Lalu 'berkah' Ramadhan bagi saudagar chainis di pasar-pasar di kota besar apa : 'berkah' dagangannya laris, omzetnya berlipat-lipat.

Allah lebih menyukai muslim yang kuat, ketimbang yang lemah. Ini seringnya hanya diartikan sebatas kuat fisiknya, sehat, tidak sakit-sakitan. Padahal ada makna yang jauh lebih konstruktif, bahwa muslim yang berada di posisi sentral lebih baik dibanding yang berada di posisi marginal. Sentral perekonomian, sentral kekuasaan, sentral aktivitas kemasyarakatan justru yang bersemangat mengeksplore adalah saudara-saudara kita dari kelompok-kelompok lain. Itulah kenapa berkah Ramadhan hanya dalam bentuk-bentuk yang non-materiil yang kita terima. Berkah materiil, berkah prepegan pendapatan, hanya bagi segelintir orang saja.

Kedoknya si Zuhud, tidak cinta dunia. Haha, apakah orang yang berkelimpahan omzet selalu cinta dunia? Ya, itulah dalilnya orang yang termaginalkan. Belum lagi dalil tambahan "Islam datang dalam keadaan terasing, dan akan kembali dalam keadaan terasing." Miris, saya melihat kelompok yang bangga merasa dirinya terasing, padahal mereka sebetulnya bukan terasing dalam artian konstruktif, tapi mereka termarginalkan atau terpinggirkan akibat cara berpikir dan bergaul mereka sendiri. Dengan kata lain, mereka memarginalkan diri.

Rasulullah SAW dan para sahabat terasing dulu, karena membawa cara berpikir baru yang memang asing bagi lingkungannya. Mereka bukan memarginalkan diri, justru mereka masuk ke sentral-sentral dari tiap-tiap sendi kehidupan, ekonomi, kekuasaan, kemasyarakatan dll. Lah sekarang, bukan cara berpikir baru yang mereka tawarkan, tapi mereka yang mengaku terasing adalah yang kaku dan tidak diterima masyarakat, serta merasa nyaman dengan keislamannya walau cuma dipinggir-pinggir saja.

8/14/12

#25 Ramadhan : Bermindset Masjid

Keahlian andalan yang dimiliki oleh sebagian besar diantara kita kan menyepelekan kemampuan kebisaan Tuhan berbuat. Pokoknya kalau pagi nggak pegang uang artinya mustahil siang bisa makan enak. Kalau pendidikan enggak punya artinya mustahil bisa sukses.

Itu sama saja tidak mengucapkan Allah Maha Besar, karena yang kita yakini, se-Maha Besar Maha Besarnya Tuhan masih kalah kok oleh mekanisme kehidupan. Jadi ingat, ada 1 dari 7 golongan yang nanti diijinkan melenggang masuk surga : pemuda yang hatinya tertambat pada masjid.

Apakah artinya ini? Apa para sales yang kalau siang2 nyolong waktu selonjoran tidur-tiduran di masjid biar dikira sedang cari nasabah? Atau marbot masjid yang ngambil sripilan sebagai tukang parkir jamaah? atau sepasang muda-mudi yang janjian kencan/pacaran ketemuannya di masjid sebelah kosan?

Masjid akan sempit kalau hanya diartikan sebagai sebuah benda. Tapi masjid disini adalah orientasi, istilahnya 'Bermindset Masjid'. Apa maksudnya bermindset masjid? Begini, kalau sedang bisnis, diancam oleh klien akan diputus kontraknya kalau kita telat memenuhi kewajiban, sementara kita sudah berusaha sebisa-bisanya agar tidak telat tapi tetap telat. Apa yang terjadi?

Orang yang tidak bermindset masjid maka akan panik, waduh hancur ini guwe bakal ditinggal klien bisnis. Rusak reputasiku. Bla bla bla... Tapi, bagaimana dengan cara berpikir orang yang bermindset masjid: Kalau sudah berusaha sesbisa-bisa, sudah memohon belum dikasih petunjuk dari Allah untuk ikhtiar apalagi, ya sudah tawakal, mungkin memang reputasi akan rusak, hubungan bisnis akan hancur, tapi mudah bagi Allah untuk membuat perbuatan yang tiba-tiba rukun kembali, nyambung kembali, dengan entah tidak tahu bagaimana Dia punya cara.

Pemuda yang hatinya senantiasa tertaut pada masjid, dia punya mindset masjid. Dan pastinya tidak ada panggilan yang lebih diprioritaskan ketimbang panggilan dari masjid : Adzan.

Pelan-pelan kita belajar.



8/13/12

Kota Serambi Madinah

Aceh disebut sebagai Serambi Mekkah. Lalu adakah Serambi Madinah di Indonesia? Ada, kata Caknun, kota serambi madinah itu Jogja.

Kalau 2 daerah istimewa di indonesia disebut serambi kedua kota itu. Lalu daerah istimwa satu lagi : jakarta, serambinya mana ya?

Entah, serambi Amerika, mungkin.

#24 Ramadhan : Sudah Puasa, Sudah Bertaqwa

Orang yang di bulan Ramadhan itu mau puasa, berarti dia sudah bertaqwa. Cara berpikir yang diajarkan para ustadz kepada kita selama ini kan, puasa itu untuk mencapai taqwa. Maka, ada yang berhasil mencapai taqwa, ada yang tidak. Nah, pola berpikir seperti ini sepertinya tidak memberdayakan deh. pasti kita merasanya kita termasuk yang tidak berhasil mencapai, karena tarawehnya bolong, karena siang-siang masih lirik sana lirik sini dan seterusnya.

Tidak, tenang saja. Anda mau puasa, itu sudah tandanya anda bertaqwa kok. Taqwa itu melibatkan. melibatkan siapa?melibatkan Allah. Ketika siang-siang tidak ada orang, meski di kulkas ada makanan, tapi tidak diambil, berarti Allah dianggap ada kan? Allah dilibatkan kan? Nah itulah.

Perumpamannya begini, seorang anak disuruh ayahnya ke hutan : Nak, kamu ayah wajibkan pergi ke hutan, seperti kakak-kakakmu, supaya kamu berani ya!. Apa hikmah dibalik kisah itu? Iya, benar, ketika si anak berani masuk hutan, itu tandanya dia sudah 'berani'.

Soal bagaimana cara dia di hutan, berapa lama keluar hutan, dapat apa saja. Itu variabel lain. Samahalnya dengan puasa, soal puasanya lirak lirik berapa kali, tarawehnya ketinggalan berapa kali, sahurnya kelewat berapa kali, baca Qurannya berapa banyak, penilaian semua itu bukan urusan kita. Bukankah dengan jelas Allah sudah mengabarkan, soal pahala puasa itu privacy Dia semata?

Kira-kira lebih enak mana, merasa sudah bertaqwa, atau merasa masih jauh dari taqwa? Pilih sendiri saja ya, bebas.


Picture of The Week


8/12/12

Tren Bisnis ke Depan

Empat tren yang akan berkembang dan mempengaruhi bisnis masa depan, yaitu: migrasi pertumbuhan pusat ekonomi dari Atlantik ke Pasifik, kelahiran Cina sebagai raksasa ekonomi duinia baru, bangkitnya Renminbi Cina menggantikan dollar Amerika, dan tumbuhnya kelas menengah baru mencapai 500-600 juta di negara-negara Asia, khususnya Cina, India dan Indonesia.

Dato’ Sri Tahir, Executive Chairman Mayapada Group dan Veronica Colondam, CEO dan Founder Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB)

#23 Ramadhan : Nasehat


Pengertian kata nasehat menyempit maknanya. Artinya menjadi suruhan, menjadi ceramah. Itulah kenapa banyak agamawan yang hobi sekali ceramah, merasa itu disukai Tuhan. Begitu juga aktivis masjid mudah sekali menyuruh,  berbekal dalil "nasehat menasehati dalam mentaati kebenaran dan nasehat menasehati dalam menetapi kesabaran".

Output dari nasehat adalah seseorang menyadari tentang sesuatu hal yang lebih baik, lebih mendatangkan manfaat bagi dirinya. Karena psikologi tiap orang beda-beda, baik karakteristik maupun kondisinya, tentu caranyapun beda. Kalau nasehat hanya diartikan ceramah dan menyuruh, maka jangan heran kalau orang ilfeel pada kita.

Yang penting adalah nyantol dipikirannya apa-apa yang sebelumnya tidak terpikirkan. Yang penting adalah orang itu nyadar. Bentuknya, itu cerdas-cerdasnya kita memberi nasehat. Jangan orang lagi kena masalah keuangan diceramahi, orang lagi putus cinta disuruh-suruh ibadah ini itu.

Didengarkan, dibantu menyediakan alternatif kesimpulan, dibeberkan cerita-cerita yang kira-kira bisa menginspirasi pikirannya dia untuk bangkit dari persoalannya. Insyaallah, tidak perlu diceramahi, tidak perlu disuruh, dia akan sholat kok, dia akan bermunajat kok.

Jadi, jangan buru-buru bangga kalau jadi suami/istri/teman/jamaah yang hobinya berkata begini : sudah ngaji belum? sholat sunnah dulu sana! astaghfirulloh ini tidak boleh itu tidak boleh, tahu? lakukan ini! tinggalkan itu! ...Haduh bawel amat sih...

8/11/12

Bisnis Yahudi Persaudaraan Jawa

Kejadian pertama, seorang teman mengubungiku memesan atribut waktu itu. Sampai selang berapa hari tidak ada kabar, dia menghubungiku lagi. Aku pesen kaos sekian, buat jadi 3 hari lagi. Bisa ya? Salahku waktu itu adalah menjawab : Bisa diusahakan, tapi tidak janji ya.

Jawaban yang seharusnya aku lontarkan adalah : Maaf, tidak bisa. Ya, karena deadline waktu itu loh mepet sekali. Memang 3 hari selesai, kalau tidak ada trouble. Untuk ancang-ancang trouble makanya aku selalu sanggupi paling cepat 5 hari. Lalu, kenapa kok 3 hari diiyakan. Bukan diiyakan, tapi diusahakan. Itu sebagai bentuk ke-eman-anku karena yang pesan itu teman, itu pikirku waktu itu.

Nyatanya apa yang terjadi, benar saja ada trouble produksi diluar kekuasaanku. Barang telat jadi setengah hari. Aku dibanjiri SMS, diteror telepon. Sudah aku juga lagi capek pikiran waktu itu, aku matikan saja, dan walhasil kaos jadi, dan tidak dibayar. Itu akibat berbisnis dengan paradigma teman.

Kejadian kedua, seorang teman memesan lagi atribut. Waktunya mepet. Maka aku kasih prasyarat, oke, aku sanggupi kalau desain masuk paling telat nanti malam, sebelum ayam jantan berkokok. Sampai ayam jantan capek berkokok belum juga masuk si desain, karena teman, pikirku waktu itu, aku follow up lagi. Gimana jadi? oke, jadi, minta didesainkan aku, aku siapkan segala sesuatunya, adalagi kendala di produksi, pin tidak bisa dibikin sesuai jadwal, aku cancel, "aku kecewa sama kamu ki!" begitu katanya.

Andai saja aku tidak usah beritikad baik sebagai teman waktu kemarin, tentu tidak usah dapat ucapan kekecewaan itu. Mentang-mentang teman, dikasih toleransi, akhirnya ada trouble, bukannya dapat terima kasih malah dapat makian.

Sejak hari itu (baca : kemarin), aku belajar tegas memegang prinsip, business is business, friend is friend. Maka semalam ada yang minta tambahan pesanan, waktunya mepet, sekalipun dia teman, dia bikin di tempat lain juga belum tentu dapat, aku jawab saja : maaf, tidak bisa, sudah tidak terkejar.

Tadi pagi urusan proposal, yang tadinya aku percayakan dihandle dua proposal oleh satu orang karena dia teman, aku ambil alih satu. jangan sampai karena teman, hasil tidak maksimal, mendua tidak fokus, proposal tidak goal, kecewa dipendam di hati ujungnya. Resiko dikira gila penghargaan, resiko dianggap tidak mau menolong teman, resiko dikira egois, resiko dibilang kaku aku rasa lebih logis dihadapi ketimbang order tidak dibayar atau diucapi "kecewa sama kamu ki!".

Mengutip kata-kata Mas Wiwid : Bisnis Yahudi, Persaudaraan Jawa. Ada saatnya stright, ada saatnya lunak.




#22 Ramadhan : Akal Sehat & Akal Sakit

Akal sehat, itu katanya yang sedang ditegakkan Dahlan Iskan. Akal sehat, itu pula yang sedang diperjuangkan Emha Ainun Najib. Benar saja, akal yang sehat sekarang tidak dimiliki setiap orang, malah kalau dalam sekup komunitas masyarakat, karena terlalu banyak yang sakit, jadinya secara jamaah menjadi masyarakat berakal sakit.

Misalnya di sebuah SMA, ada spanduk yang berisi ucapan selamat atas prestasi tertentu yang diucapkan kepada dirinya. Dan diantara 1000 siswa dalam sekolah itu, tidak ada yang merasa tidak nyaman sehingga bertanya, apa maksudnya ini mengucapkan selamat kok kepada dirinya sendiri. Apa begitu masih bisa disebut akalnya pada sehat?

Atau calon pemimpin, tapi memesan baliho ratusan juta, lalu memajang mukanya sendiri di pinggir jalan, dan tidak merasa tidak nyaman dengan itu. Apa masih bisa disebut akalnya sehat begitu? Lain lagi, kasus mendaftar PNS yang membayar sekian rupiah dijabanin, sehatkah akal yang memutuskan tindakan seperti itu?Atau sepeda motor yang semakin memadati jalan, tanda kebutuhan masyarakat akan transportasi meningkat. Tapi tidak ada sedikitpun pembenahan atas transportasi dalam kota. Ini apa-apaan?

Sudah tidak sehat akal masyarakat di zaman ini memang. Sekolah favorit masih memasang spanduk berisi ucapan selamat atas prestasi, berharap sekolah itu makin laris mengungguli pesaing-pesaingnya. Untuk menjadi pemimpin, tidak malu menampilkan foto diri sebagai 'rai gedhek'. Untuk menjadi abdi negara rela membayar berjuta-juta, abdi cap itu? Demi perusahaan sepeda motor laris sebuah kota rela ditelantarkan pembangunan sistem transportasinya.

Nanti semua akan mati. Yang memperjuangkan akal sehat akan dicatat sebagai tokoh. Yang menuruti akal sakitnya, enggan menyehatkan ya tidak akan dicatat sebagai apa-apa, kecuali sebagai pecundang. Ya tinggal pilih mana silahkan..

8/10/12

#21 Ramadhan : Guru Sejati adalah Hati Kita Sendiri

"Mintalah fatwa pada hatimu..", diulang 3X Kanjeng Nabi SAW ketika berwasiat tentang ini. Tapi umat Muhammad sekarang memiliki mosi tidak percaya yang begitu tinggi pada hatinya sendiri, mereka hanya mendengarkan ustadz, tidak pernah minta konfirmasi hati. Hanya karena hati tidak berpeci, tidak berbaju takwa, tidak hafal dalil-dalil, dan suka nakal kalau melihat wanita seksi di jalan.

Guru terbaik sesungguhnya adalah hati. Sayangnya, kita tidak akrab dengan hati kita sendiri, makanya tidak mengenal bahasanya, sama seperti kalau kita tidak akrab dengan orang jerman misalnya, ya wajar tidak faham bahasa jerman, tidak mengerti info-info apa yang orang jerman itu sampaikan.

Akibatnya, ikut 1000 kali pengajian, 2000 kelas training walhasil bingung sendiri. Karena pengajian A minta kita menambahkan garam, pengajian B minta kita mengurangi garam, pengajian C minta kita hanya menggunakan garam X, pengajian D membahas bahaya garam, pengajian E membahas enaknya hidup tanpa garam, pengajian F meminta kita memakan asam garam sekaligus.

Ya, kita diberi begitu banyak rumus, pencerahan dan info-info kebenaran. Tapi persoalannya, kita tidak tahu ini masakan sudah sampa mana, apa sudah saatnya dikasih garam, apa nanti? apa sudah gosong apa belum? apa masih mentah apa sudah matang?

Maka selain belajar agama, tidak kalah penting belajar tentang hati dan karakteristiknya, baik dari dimensi fisika, kimia, biologi maupun psikologi. Agar kita sedikit-sedikit bisa memahami bahasa hati, bisa memahami sinyal-sinyal dan kode-kode yang dikirimkan oleh hati, lalu kita bisa berguru kembali padanya dengan nyaman.

Dan untuk para ustadz, janganlah meninggikan diri, dan langsung atau tidak langsung merendahkan posisi hati jamaah-jamaahnya.

#20 Ramadhan : OlahRasa

Kalau ngeprint dengan tergesa-gesa, seringnya printer ngadat, kertas salah, dan terjadi kekacauan-kekacauan kecil. Kalau sedang terburu-buru berkendara, kok ya tiap traffic light merah terus lampunya yang menyala. Kalau membuat roti dengan hati dongkol, kok seringnya bantat itu roti. Kalau mobil baru dicuci bersih kok enak terasa dipakainya.

Apakah fenomena di atas itu kebetulan? Bukan. Di alam semesta ada vibrasi. karena keterbatasan manusia dan keengganan manusia mempelajarinya, kita jadi tidak memahami tentang ini. Ya, manusia itu terbatas, kemampuan dengar saja cuma di rentang 20-20.000 Hz. Ya, manusia itu enggan mempelajari, sebab yang penting adalah matematika, bahasa inggris dan bahasa indonesia yang jelas-jelas berhubungan dengan masa depan (baca:seberapa besar gaji saya di masa depan) nanti.

ilmuwan non-muslim justru yang mempelajari tentang vibrasi ini. Bahwa jiwa kita memancarkan getaran, getaran orang marah, orang ragu-ragu, orang yakin, orang pasrah hingga orang pada tingkatan yang disebut kesadaran murni itu beda-beda tingkatannya satu sama lain. perbandingan getaran level tertentu dengan level dibawahnya bisa sampai perbandingan  1 : 700 bahkan lebih. Itulah kenapa, ada tokoh karismatik yang ketika bicara semua terkesima, bung karno misalnya. Begitu juga ada peperangan yang 300 : 1000 yang menang justru yang sedikit, yang 300. Karena vibrasi yang mereka pancarkan tidak sama.

bukan cuma raga yang perlu dipelajari pengolahannya dengan olahraga, rasa (jiwa) juga, tentu dipelajari pengolahannya dengan olah rasa. Kalau ini dipelajari, maka tidak celaka lagi seseorang ketika sholat. Celaka bagaimana? Celaka karena tubuhnya sholat, tapi jiwanya memancarkan vibrasi level rendah. Seseorang berdoa, tapi yang dipancarkan vibrasi ragu-ragu.

Dan ketika telah memahami olah rasa ini, kita bisa memilih untuk mendapatkan kualitas maksimal dari setiap yang kita kerjakan, hanya dengan memancarkan vibrasi level tinggi. Begitulah, makanya jangan belum-belum sudah mengklenik-klenikkan orang yang minta air doa dari tokoh tertentu. Pelajari dulu tentang vibrasi sampai khattam agar mengerti tentang olahrasa.

#19 Ramadhan : Loby

Orang Jawa punya pepatah "Gusti Allah ora sare". Ya, Tuhan tidak tidur, Tuhan sibuk setiap waktu, tetapi Tuhan tidak pernah kerepotan. Kalau memang Tuhan sibuk, maka hukum sebab-akibat perlu disempurnakan. Karena kalau dunia sudah berjalan berdasarkan rumus hukum sebab-akibat, sepertihalnya komputer yang sudah berjalan otomatis berbasis coding, maka Tuhan sibuk ngapain donk kalau begitu, bukankah semuanya sudah berjalan dengan sistem dengan sendirinya?

Tidak demikian, kata mutiara lagi :  "Tidak ada yang bisa melawan kehendak-Nya selain kehendak-Nya sendiri". Yah, sebab tidak pernah sholat maka miskin. Sebab maling maka dibenci. Sebab alim maka dihormati. Sebab sedekah maka kaya. Semua itu bukanlah FINAL CONDITION. Ada proses tawar menawar atau lobi yang masih bisa dilakukan. Dan hebatnya, proses lobi ini bahkan boleh dilakukan oleh manusia paling bejad sekalipun.

Melobi Tuhan, untuk membuat kehedak baru, yang melawan kehendak lama-Nya, itu mungkin. Ketimbang kita memaksakan kehendak kita untuk mengubah kehendak Tuhan. Itu tidak logis. Karena itulah, orang yang banyak dosa tidak berarti harus putus asa dengan hidupnya, karena hak lobi masih kok dia miliki, agar hukum sebab-akibat tidak menimpanya, tapi kehendak Tuhan lah yang akan terjadi.

Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan bertakwa. Hah? Susah donk. Ya, kalau definisi takwa diartikan dengan hafal sekian hadits, sholat sunnah sekian rakaat sehari, pakai baju takwa ukuran ini dan pakai parfum merk ini ya repot. Tapi pahamilah esensi takwa adalah melibatkan Allah. Itulah kenapa takwa disenangi Allah. Perumpamaah Allah menyenangi takwa adalah seperti orang rumah yang sedang dibawakan oleh-oleh dari luar kota. Kenapa senang? Karena berarti ketika kita sedang diluar kota kita mengingat, melibatkankan orang rumah.

Sesederhana itu saja takwa, cobalah melobi, jangan menganggap hukum sebab-akibat itu sudah final. takutnya, kita malah jadi kelompok orang yang berputus asa dari rahmat Allah karenanya.

#18 Ramadhan : Hidup tanpa Gaya

Orang modern dengan segala bentuk gaya hidupnya, boleh saja mentah-mentah ditiru, tapi akan lebih baik kalau kita mempelajarinya sebelum meniru. Arsitek zaman dulu bisa membuat rancangan gedung yang tidak gerah walau tanpa AC, tidak gelap walau tanpa lampu dan dapat mengkondisikan suara dari panggung ke seantero gedung walau tanpa microfon. Pandai bukan?

Lalu trend sekarang, seperti itu tidak? Tidak. Gedung mutlak pakai AC, pakai lampu dan pakai microfon. Apa karena arsitek jaman sekarang kurang pandai? Hm, bisa jadi. Tapi yang jelas di jaman sekarang, semuanya sudah terinterfensi oleh bakul (Jawa:penjual). Bakul AC, bakul lampu, bakul listrik dan bakul microfon.

Itu yang pertama, efisiensi tidak menjadi bagian dari kecerdasan konstruksi agar komoditas2 AC, lampu, microfon dan banyak lagi lainnya laku.

Kemudian yang kedua, gaya hidup modern itu jauh dari fitrah yang menyehatkan. Misalnya di mal kelas atas dan ruang pertemuan, banyak bunga-bungaan, tapi itu cuma bunga plastik. Efek estetikanya ada, tapi apakah ngaruh ke sirkulasi oksigen dan karbondioksida?

Lalu makanan kemasan, menggunakan perisa jeruk, perisa mangga, rasa kari ayam rasa rendang. Cuma rasanya, bukan jeruk beneran, bukan ayam beneran, maka nutrisinyapun enggak beneran.

 Orang modern dengan matahari saja takut, senjatanya korden. Padahal matahari sampai jam 10 pagi itu mengandung vitamin D. Orang modern dengan tanah saja jijik, padahal persentuhan langsung telapak kaki dengan tanah merupakan proses grounding, itu yang menyebabkan orang jaman dulu yang kemana-mana tanpa alas kaki, bahkan dirumah alasnya langsung tanah, mereka sehat-sehat, tidak mudah stress. Karena tekanan yang otak dan perasaan mereka terima disalurkan ke ground, ada groundnya, langsung ke tanah.

Kalau memang GAYA hidup modern benar-benar merusak seperti itu, betul-betul melemahkan seperti itu, betul-betul tidak menyehatkan seperti itu, ya sudah mending hidup tidak usah pakai GAYA saja.

Biarkan nyeleneh yang penting sehat, yang penting konstruktif.

8/6/12

Wonokromo's Song


Biarkanlah diri ini
Untuk mencoba mendekatimu
Mendekati indahnya dirimu
Dirimu yang hadir di mimpiku

Berikanlah aku waktu
Dan keadaan yang engkau mampu
Empat mata yang ku mau
Untuk katakan cinta padamu

Hati ini takkan bisa
Lebih lama tuk memendam rasa


#17 Ramadhan : Pengusaha v.s. Karyawan


Karyawan itu waktunya dibatasi oleh kontrak pekerjaan. Tapi batasan waktu atas kontraknya itu diganjar dengan sejumlah keuntungan yang diberi nama : gaji. Sedangkan pengusaha, waktunya tidak bisa ditukar uang begitu saja, tapi konsekuensinya dia bebas, tidak dibatasi oleh apapun waktunya.

Oleh karena itu, ketika karyawan pamer gajinya. Pengusaha pamer kebebasan waktunya. Nah, inilah inilah...stereotip yang keliru, bahwa kebanggaan seorang pengusaha adalah bebasnya, maka ketika dia tidak bebas, dia merasa rendah, "loh apa bedanya dong saya dengan karyawana kalau saya dibatasi?".

Kalau cara berpikirnya seperti itu, ya tidak ada keunggulan pengusaha atas karyawan. Sama saja kok. Syaraf-syaraf karyawan mati karena tidak diberi kesempatan untuk berkembang memenuhi rasa ingin tahunya yang terbatasi oleh beban dan waktu kerja. Syaraf-syaraf pengusaha juga mati karena semaunya sendiri, untuk rajin berat, untuk tetap berkualitas saat dibawah tekanan susah. Imbang.. dro...

Sebetulnya, ketika seorang pengusaha membatasi waktunya dan mengambil beban kerja layaknya karyawan, itu bukan menurunkan derajatnya. Justru dia sedang upgrade naik level. Kenapa? Ya, pengusaha seperti itulah yang selangkah lebih maju, dan biasanya sepersekian detik lebih cepat mencapai sukses. Karena sekalipun sama-sama waktunya dibatasi, hari-harinya diisi beban kerja, tetapi beda levelnya. Karena karyawan waktunya dibatasi, beban kerja dia terima akibat sistem perusahaan. Sedangkan pengusaha mengatur waktu dan beban kerjanya atas pilihannya sendiri.

Beda antara yang dipaksa dan yang memilih batas sendiri.

#16 Ramadhan : Jomblo lebih Perwira


Dosa orang pacaran sesungguhnya bukan cuma berapa kali si tangan menggerayangi tubuh pasangannya. Ada dosa sosial dalam pacaran yang sebetulnya itu lebih berat timbangannya : Yakni melahirkan pemikiran permisif, bahwa berpasang-pasangan itu biasa, malah yang lebih parah adalah statement non-lisan "yang enggak pacaran, enggak laku".

Akibatnya banyak anak muda resah dengan kondisi itu, akibat lihat orang pacaran. Wah, daripada dianggap tidak laku, mending cari pacar nih. Harga diri gitu...masak dianggap tidak laku. Akhirnya dipacarinlah kambing dibedakin atau bebek direbonding atau apapun juga lah, suka enggak suka sama si pasangan yang penting enggak sendirian. Dan fenomena itu berujung pada banyaknya data statistik pacaran yang tidak mengarah ke pernikahan : pacaran sebagai status sosial masakini.

Maka lebih perwira yang jomblo, yang tidak mau menggadaikan hatinya hanya demi prestise bahwa dirinya laku, demi agar dirinya tidak kesepian saat pergi ke fotokopian, demi punya teman untuk diajak kondangan. Hatinya hanya diberikan kepada seseorang yang benar-benar cocok dan ia terima, yang seperti RAM harus menunggu "klik" dulu baru bisa berjalan.

#15 Ramadhan : Nge-Leak


Apa si beratnya puasa menahan makan dan minum. Untung ajarannya seperti itu, coba ajarannya adalah misalnya puasa itu adalah makan dan minum tidak boleh berhenti dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Nah lo, ini baru berat.

Sebetulnya ibadah itu ringan. Menjadi berat, karena kita tidak mempelajari secara detail apa yang membuatnya berat. Yang berat dari puasa, dari sholat, dari baca Quran adalah ikhlas. Ketika seseorang sedang pada frekuensi khusyuk, ringan saja itu ibadah, karena ikhlas ada di frekuensi itu. Tapi coba orang yang baru selesai maksiat, waduh jangankan taraweh, sholat 2 rakaat saja beraat....

Dalam sebuah perjalanan wajar ada gangguan, komputer nge-leak, pesawat turbulance, truk masuk jalan berlubang. Contoh kasus, Lagi puasa senin-kamis lancar-lancar, ditengah jalan eh maksiat, trus putus deh ritme puasa. lalu, berat mau mulai lagi. Lagi jadwal baca quran bagus-bagus, eh putus di tengah jalan, berat mau mulai lagi.

Kenapa bisa berat? Karena kita tidak ikhlas, menerima bahwa, manusia ya tempatnya salah. Pepatah bijak mengatakan "orang yang tidak pernah berbuat salah jangan-jangan tidak pernah berbuat apa-apa.",

Bahkan wiridan kita setiap habis sholat adalah "Subhanallah 33x"...  Ya, Yang Maha Suci hanya Allah saja, manusia tidak bisa luput dari hal-hal yang membuatnya tidak suci, yakni kesalahan. Disinilah kita harus tepat menempatkan rasa bersalah. Rasa bersalah bagus dihadirkan saat bermuhasabah, jangan rasa bersalah dibawa-bawa saat mau memulai tindakan baik.

#14 Ramadhan : Sholat tidak Perlu Dimeditasi-meditasikan


Para ilmuwan meneliti tentang sholat, bahwa orang yang sholatnya benar, akan mendapatkan efek meditasi. Lalu, apakah dengan itu berarti sholat adalah meditasi? Bukan. Meditasi ya meditasi. Sholat ya sholat. Namun, karena kehebatan dampak sholat terhadap semua organ tubuh dan jiwa kita, membuat orang kalau sudah sholat, meditasi menjadi tidak perlu lagi.

Rukun sholat ada 13, diantara rukun itu ada beberapa tuma'ninah. Tuma'ninah mengkondisikan pikiran dan jiwa kita untuk tenang hingga akhirnya mencapai trans, sebuah kondisi yang dicari oleh orang dengan bermeditasi. Di dalam tata cara sholat ada gerakan-gerakan yang begitu teratur, misalnya ruku, punggung harus sampai lurus. Memang kenapa kalau tidak lurus? Pada saat kondisi punggung lurus, pengaruh ke sistem syaraf dalam tubuh kita berbeda dengan kondisi pada saat punggung tidak lurus, yang berujung kondisi trans tidak tercapai.

Itu sedikit gambaran saja, bahwa gerakan sholat merupakan sebuah rancangan agung, yang kalau itu dipenuhi, secara otomatis tubuh akan mengkondisikan pikiran dan jiwa menjadi hening dan akhirnya trans. Dan pada kondisi inilah doa begitu mudah ditransmisikan.

Jadi, sholat tidak usah dimeditasi-meditasikan, tidak perlu ada manipulasi pikiran, tidak perlu ada pengkondisian jiwa, yang perlu hanya menjalankan gerakan sebaik-baiknya. Sudah otomatis kaifiyat efek-efek meditatif kita dapatkan kok dengan itu. Kalau kita memanipulasi pikiran saat sholat, malah jadi tidak pasrah, jadi sia-sia deh sholatnya, celaka deh..

Muda-Mudi Ngabuburit


Waduk sempor jadi pilihan tepat buat ngabuburit bareng pacar. Biar hubungan mangkin barokah...
nanti disana bisa sambil baca Quran bersama, sholawatan, makan mendoan, minum cendol sambil menunggu bedug maghrib tiba...

8/2/12

#13 Ramadhan : Keyakinan Mahal Nilainya

Ustadz Yusuf Mansur tidak bosan-bosan dari jaman 7 tahun yang lalu berpesan tentang keyakinan. Kosongkan dompet, sedekahkan, lalu haqqul yakin dan perhatikan apa yang terjadi.

Eh kemawin ketemu Pak Gono, ketua kelompok tani terbaik di Jateng tahun kemarin. Dialog panjang lebar di rumah beliau di Karanggintung sana, dari A sampai Z, termasuk kisah haqqul yakin beliau saat menyiapkan kandang dan lahan sekian hektar untuk menumbuhkan rumput, dalam rangka mengajukan proposal hibah sapi senilai sepertiga miliar.

Harus trukoh dulu, itu kunci sukses bisnis. Apa itu trukoh? Istilah lainnya harus swadaya dulu. Seperti kisah Pak Gono mengeluarkan modal membeli lahan dan membangun kandang yang semuanya habis belasan juta, padahal belum pasti itu hibah turun ke beliau.

Begitupun dalam bisnis. Harus berani keluar uang dulu untuk modali produksi, walaupun belum ada yang beli. Atau sebaliknya, harus modali dulu untuk memasarkan, walaupun produk belum sepenuhnya siap. Ya, harus berani seperti itu, karena tidak bisa bisnis langsung lengkap. Tidak bisa semua sumber daya komplit dulu baru kita gerak, walhasil keduluan orang, walhasil ketinggalan moment, walhasil ya tidak menjadi kasil apa-apa.

Lalu, apa pentingnya si kita trukoh, kita swadaya seperti itu. Dan kenapa orang yang berani melakukan itu yang akhirnya menuai sukses. Tidak lain adalah karena orang yang mau trukoh, mau swadaya, adalah orang yang sudah membuktikan keyakinannya bukan cuma dalam wirid lisan dan lintasan hati, tapi betul-betul dalam tindakan nyata : haqqul yakin.

Yang kamu butuhkan bukan modal, yang kamu butuhkan bukan pembeli, yang kamu butuhkan bukan mesin saat ini. Yang kamu butuhkan adalah sesuatu yang bisa mengungkit keyakinanmu, sehingga bisa sampai level haqqul yakin.  

Itulah betapa mahalnya keyakinan sampai-sampai jadi prasyarat ujian yang tidak bisa tidak harus dilewati. Ya sudah, yakin2in aja kalau belum yakin, daripada jalan ditempat. Mending Merem aja dah...

#12 Ramadhan : bergaul lintas zaman


Kita memang dituntut untuk memiliki pergaulan yang luas. Teman jangan cuma sedikit. Kawan jangan cuma sezaman. Hah?maksudnya?Apa kita disuruh bermain klenik dengan mencoba konek dengan para leluhur dan arwah-arwah yang lahir di zaman sebelum kita?

Ada jin yang bisa menampakkan diri dihadapan manusia, tapi ada jin yang tidak bisa. Begitu juga, ada manusia yang bisa mengakses dunia lain, ada juga manusia yang tidak. Nah, kalau memang kita tidak termasuk manusia yang bisa mengakses dunia lain, maka ya pakai tools yang rasional saja untuk menjalin pergaulan lintas zaman.

Sederhana kok, misalnya dengan mendatangi makam wali. Lalu, kita bermeditasi disana? Bukan, bukan. Ada cara yang rasional kok kalau kita tidak menguasai dunia energi dan getaran. Yakni dengan mendatangi juru kunci. Lalu, minta mantra begitu? Bukan, bukan. Cukup minta cerita, minta buku, minta dikenalkan dengan keluarga penerus untuk dapat memperoleh penggambaran tentang bagaimana kehidupan wali tersebut, apa kelebihannya, bagaimana sikap-sikapnya semasa hidup dan seterusnya.

Juga bisa bergaul lintas zaman dengan mengunjungi perpustakaan, membaca buku sejarah, mencermati dan merefleksikannya untuk kehidupan kita. Juga bisa dengan mendatangi museum. Dan seterusnya.

Memang, apa pentingnya semua itu si? Pentingnya adalah agar kita tidak terpenjara zaman. Seandainya saja pergaulan kita terbatas pada orang-orang yang se-zaman, maka ketika kita hidup di zaman yang semuanya jadi pengusaha, maka kita akan sulit jadi pekerja. Misalnya kita hidup di zaman yang agamawan lebih dihormati dari ilmuwan, mungkin kita jadi tidak tertarik mengembangkan ilmu pengetahuan. Misal kita hidup di zaman yang semua cewe pakai celana pendek 40 cm di atas lutut, maka kita risih dengan baju lebar dan kerudung besar. Dan seterusnya. Misal kita terbiasa melihat orang mencari informasi begitu mudah dengan google, kita jadi males study pustaka mendalam.

Tapi kalau kita memiliki teman di banyak zaman, kita jadi punya cermin, punya pembanding, tidak sempit. Karena kalau sempit, ya itu tadi, jadi terpenjara deh.


8/1/12

Vertikal Akses


Kenapa seseorang atau suatu komunitas miskin? Kemiskinan terjadi karena tersumbatnya akses. Ada akses teknologi, akses modal, akses pasar. Ada akses pendampingan, akses kolaborasi dan akses pengembangan. Ada akses vertikal, akses horizontal dan akses diagonal.

Terlalu luas membahas ini sebetulnya. Sepotong dulu saja disini ya, ibarat seporsi soto, ya ini kecambahnya dulu yang kita bahas. Akses horizontal sudah aku bangun sedemikian rupa, sampai gubuk yang lebih mirip kandang ayam yang dikenal orang sebagai L22 masih bertahan sampai hari ini. Ya, akses horizontal adalah mastermind. Aku, Hilmy dan anak-anak L22 adalah mastermind. Satu visi, satu etos, satu aktivitas.

Akses horizontal saja tidak cukup untuk mencapai keberhasilan dalam waktu cepat. Cepat itu maksudnya adalah satu generasi, tidak harus seperti Djarum atau Sampoerna yang bergenerasi-generasi untuk besar. Yang diperlukan berikutnya adalah akses vertikal.

Apa itu akses vertikal? Contoh kasus adalah pengusaha sukses dari Sumut, Rahmat Syah namanya, dia mengusahakan akses vertikal ke Surya Paloh. Kemudian Sandiaga Uno saat masih ider proposal, dia mengakses figur vertikal Dahlan Iskan.

Atau juga billgates yang mengakses IBM waktu itu. Yah, selama kita belum dilirik oleh figur2 besar yang sudah seatle berdiri vertikal di atas kita, kita masih perlu mempertanyakan apakah yang sedang kita kerjakan ini bermutu atau tidak. Karena itulah akses vertikal penting.

Namun bayangkan, ketika kita bisa memperkenalkan project atau aktivitas atau misi kita kepada tokoh tertentu, dan dia tertarik. Apa yang terjadi?

Pertama : kita mendapati informasi bahwa project kita memang bagus
Kedua : kita bisa mendapatkan support untuk percepatan keberhasilan kita

Kalau tidak ada tokoh besar yang tertarik? bisa jadi, kita salah mengkomunikasikan. Atau, kita kepedean project kita bagus, padahal sebetulnya project yang tidak menjanjikan.

Kira-kira begitu.

Lalu, apakah akses diagonal? Ouh, itu nanti, bukan buat bulan ini, tunggu kita lincah bermain di pasar dulu yak.

#11 Ramadhan : Tidak Bisa Masak dan Alasannya

Istri yang baik, pasti pandai memasak. Ada yang setuju, ada yang tidak. Lalu, seorang perempuan menyanggah "kamu cari istri, apa cari tukang masak?". Eits, tunggu dulu, apa mempersyaratkan seseorang pandai memasak itu artinya akan mengeksploitasi orang itu untuk jadi tukang masak di keluarga?

Yah, yang terpenting dari pernyataan itu bukanlah dia akan mau disuruh masak tiap hari atau tidak. Atau masakannya enak atau tidak. Tapi yang sebenarnya penting dari pernyataan itu adalah alasan dibalik ketidakbisaan seorang perempuan kok sampai tidak bisa memasak.

"Apa yang membuatmu tidak bisa memasak?", ini beberapa kemungkinan jawabannya :
1. Aku tidak bisa memasak karena Ibuku dan semua orang dirumahku tidak ada yang bisa memasak, kita biasa membeli yang siap saji
2. Aku rajin membaca buku, mengerjakan PR dan tugas-tugas sedari kecil, sibuk sekali dengan buku dan tugas-tugas sampai aku tak pernah sempat ke dapur
3. Aku tidak suka kotor-kotor, bahan masakan, wajan, minyak goreng, aduh, jauh-jauh deh..
4. Aku tak pernah membantu ibuku memasak, aku cuma membantu mengepel dan mencuci baju saja
5. Aku tak pernah membantu ibu blasss...tiap ibu masak aku nonton TV..
6. Aku sering membantu ibu memasak, tapi memasak memang butuh keahlian khusus, kecerdasanku tidak mampu untuk menguasai keahlian yang dikuasai ibu : memasak
7. Aku bisa masak, tapi males
8. dll ...

Bisa terbaca kan, bagaimana karakter seorang perempuan, ketika kita tahu alasan dia tidak bisa memasak.
Jadi, kalau ada seorang laki-laki menanyakan kebisaan memasakmu, jangan buru-buru men-justice dia akan mengeksploitasi waktu dan tenagamu untuk selalu memasak ketika jadi suamimu ya. Cuma ingin mengenalmu, mengenal karaktermu, seputar adabmu terhadap ibumu, adabmu terhadap isi dan pekerjaan di dalam rumahmu, dan pemahamanmu tentang skala prioritas pekerjaan.

Hm, adakah alasan tidak bisa memasak yang lain, yang lebih bagus tentang seorang perempuan dengan ketidakbisaan memasaknya? Kalau ada, boleh ditulis di kolom komentar ya..

#10 Ramadhan : Festival Sholat Malam

Manusia senang dengan kemeriahan, senang dengan kebersamaan, senang dengan festival-festival. Kalau ada festival yang diselenggarakan oleh EO atau oleh pemerintah di pusat kota, biasanya rame. Seperti festival dugderan yang setiap tahun membuat macet kawasan Johar, Semarang.

Allah SWT sangat tahu menyenangkannya festival bagi manusia. Oleh karenanya, Dia adakan satu bulan penuh, setahun sekali sebuah bulan yang begitu meriah, bulan Ramadhan namanya. Bulan ini begitu meriah, kalau di mall ada banjir diskon dengan berbagai bonus hadiah, di Ramadhan ada banjir pahala dengan bonus berlipat-lipat. Pahala ibadah sunnah senilai wajib, pahala 1 huruf membaca Quran dilipatkan 10, dan seterusnya.

Saking senangnya manusia, bahkan sampai amalan yang begitu berat dilaksanakan di bulan-bulan biasa, di bulan Ramadhan ini begitu antusias dijalankan. Apa amalan itu? Amalan itu adalah Qiyamul Lail atau sholat malam. Di bulan-bulan biasa, berapa persen umat Islam coba orang yang bangun untuk sholat malam? Tapi, di bulan Ramadhan, bahkan dibanding jamaah sholat maghrib yang hukumnya wajib, masih lebih sedikit diikuti ketimbang jumlah jamaah sholat taraweh.

Taraweh sejatinya hanyalah sholat malam, tapi ke-Maha Cerdas-an Allah membuatnya tidak terasa berat, justru menyenangkan. Semoga, karena kita tidak pernah putus sholat taraweh, itu bisa mengaktivasi otomatic-system di otak kita untuk tetap kontinyu bangun malam, sholat malam, setelah bulan festival selesai.