8/11/12

Bisnis Yahudi Persaudaraan Jawa

Kejadian pertama, seorang teman mengubungiku memesan atribut waktu itu. Sampai selang berapa hari tidak ada kabar, dia menghubungiku lagi. Aku pesen kaos sekian, buat jadi 3 hari lagi. Bisa ya? Salahku waktu itu adalah menjawab : Bisa diusahakan, tapi tidak janji ya.

Jawaban yang seharusnya aku lontarkan adalah : Maaf, tidak bisa. Ya, karena deadline waktu itu loh mepet sekali. Memang 3 hari selesai, kalau tidak ada trouble. Untuk ancang-ancang trouble makanya aku selalu sanggupi paling cepat 5 hari. Lalu, kenapa kok 3 hari diiyakan. Bukan diiyakan, tapi diusahakan. Itu sebagai bentuk ke-eman-anku karena yang pesan itu teman, itu pikirku waktu itu.

Nyatanya apa yang terjadi, benar saja ada trouble produksi diluar kekuasaanku. Barang telat jadi setengah hari. Aku dibanjiri SMS, diteror telepon. Sudah aku juga lagi capek pikiran waktu itu, aku matikan saja, dan walhasil kaos jadi, dan tidak dibayar. Itu akibat berbisnis dengan paradigma teman.

Kejadian kedua, seorang teman memesan lagi atribut. Waktunya mepet. Maka aku kasih prasyarat, oke, aku sanggupi kalau desain masuk paling telat nanti malam, sebelum ayam jantan berkokok. Sampai ayam jantan capek berkokok belum juga masuk si desain, karena teman, pikirku waktu itu, aku follow up lagi. Gimana jadi? oke, jadi, minta didesainkan aku, aku siapkan segala sesuatunya, adalagi kendala di produksi, pin tidak bisa dibikin sesuai jadwal, aku cancel, "aku kecewa sama kamu ki!" begitu katanya.

Andai saja aku tidak usah beritikad baik sebagai teman waktu kemarin, tentu tidak usah dapat ucapan kekecewaan itu. Mentang-mentang teman, dikasih toleransi, akhirnya ada trouble, bukannya dapat terima kasih malah dapat makian.

Sejak hari itu (baca : kemarin), aku belajar tegas memegang prinsip, business is business, friend is friend. Maka semalam ada yang minta tambahan pesanan, waktunya mepet, sekalipun dia teman, dia bikin di tempat lain juga belum tentu dapat, aku jawab saja : maaf, tidak bisa, sudah tidak terkejar.

Tadi pagi urusan proposal, yang tadinya aku percayakan dihandle dua proposal oleh satu orang karena dia teman, aku ambil alih satu. jangan sampai karena teman, hasil tidak maksimal, mendua tidak fokus, proposal tidak goal, kecewa dipendam di hati ujungnya. Resiko dikira gila penghargaan, resiko dianggap tidak mau menolong teman, resiko dikira egois, resiko dibilang kaku aku rasa lebih logis dihadapi ketimbang order tidak dibayar atau diucapi "kecewa sama kamu ki!".

Mengutip kata-kata Mas Wiwid : Bisnis Yahudi, Persaudaraan Jawa. Ada saatnya stright, ada saatnya lunak.




No comments:

Post a Comment