11/25/09

Badut

Seorang “pemimpin” itu tugasnya adalah “memimpin”, bukan tugas pemimpin untuk membuat semua orang senang..he..he.. kalo tugas membuat semua orang senang adalah pekerjaan seorang “badut”

Boedi Tjahjono

Surga Bukan untuk Orang Baik

"Orang-orang yang menjadi penghuni syurga adalah orang-orang salah, orang-orang yang tahu kesalahannya dan memperbaikinya. Penghuni neraka adalah orang-orang baik, orang-orang yang berbusung dada dengan semua kebaikannya dan selalu merasa diri sebagai orang baik hingga lupa dengan kesalahannya."

Iya, silahkan untuk tidak percaya dengan neraka. Dan silahkan untuk tidak meyakininya. Tetapi, aku mendengar seorang lelaki tua yang enggan perkenalkan nama, saat bercengkrama di tepi petang, denganku.

“Mereka yang tidak percaya neraka hanya orang-orang yang memiliki mata. Hanya saja kasihan sekali, mereka tidak bisa melihat. Dan kemudian syurga justru akan dihuni oleh banyak sekali maling, oleh penjahat dan oleh beribu pelaku kesalahan” Ujar seorang lelaki yang menyebut dirinya sebagai sahaya Tuhan.

Kucoba bertanya dengan rasa segan,”di kampungku banyak sekali maling. Apakah mereka akan masuk syurga?”

“Iya, mereka akan masuk syurga. Mereka akan ditemani oleh para bidadari yang memiliki tubuh indah yang bangkitkan gairah yang takkan membuat lelah.”

Dalam kedunguanku. Ini gila, bagaimana mungkin seorang penjahat masuk syurga. Atau jangan-jangan aku sendiri yang gila karena gagal memahami yang dimaksudkannya. Aku tercenung, mencoba untuk keluar dari ketololan diri, mencerna dan mereka-reka.

“Kenapa harus bingung. Orang-orang yang masih miliki kepala selalu tahu, syurga memang tidak pernah diciptakan untuk orang-orang baik.” Kalimatnya benar-benar hampir membuat kepalaku pecah hingga otakku berserakan.

“Kau cobalah untuk mencernanya, jika syurga adalah untuk orang baik, maka Tuhan akan sangat kejam ketika melemparkan orang-orang jahat ke neraka. Terdapat substansi, orang-orang baik tidak perlu dirangsang dengan apapun untuk melakukan kebaikan. Dan orang-orang jahat juga hamba Tuhan. Tetapi justru para penjahat yang harus dibujuk dan dirayu untuk bisa tinggalkan kejahatannya dan melakukan kebaikan. Mereka yang sudah baik memang sudah menyatu dengan kebaikannya. Untuk apa lagi Tuhan ganjar mereka dengan berbagai imbalan. Orang-orang baik tidak butuh rayuan apapun.”

Entah mungkin kemampuan otakku yang memang terbatas. Suaranya yang masuk ke telingaku terasa berat untuk merasuk. Dalam hati mencoba memaki kebodohan yang tidak pernah bosan hinggapi jiwaku.

“Bagiku tidak ada manusia yang baik.” Ujarnya seakan menyimpulkan.”Karena pertarungan baik dan buruk tidak hanya berada di luar sana. Tetapi didalam jiwa semua kita. Didalam jiwaku dan didalam jiwamu. Tidak selalu juga kita berhasil untuk melepaskan diri dari kesalahan, bahkan acap dengan sengaja kita ulang-ulang.” Ia terlihat sangat jujur.

Tertarik juga untukku berbicara.”Dulu aku pernah hentikan tahajud-tahajudku. Hanya karena Tuhan tdak bersedia untuk mengajak pulang saja semua penjahat. Tetapi justru Tuhan munculkan sebuah suara didalam diriku, bahwa akupun penjahat. Sudah siapkah untuk pulang? Suara itu acapkali menyindirku. Maka kuhentikan untuk lafalkan doa berisi caci maki.”

“Iya, jika engkau sudah menyadari diri sebagai penjahat. Yakinlah engkau akan masuki syurga. Syurga itu diciptakan untuk penjahat. Untuk penjahat yang tahu bahwa dia adalah seorang penjahat. Dan takkan pernah diberikan pada orang-orang baik yang tidak mau melihat kesalahannya. Percayalah, Tuhan mencintai seseorang bukan karena kebaikan seseorang itu atau keburukannya. Tetapi pada kejujurannya. Engkau jujur pada diri sendiri, kau menjadi bagian hamba yang dicintai-Nya.” Ujarnya sembari mengayunkan langkah kearah matahari tenggelam, dan menghilang.

Aku masih saja terpaku memaksa otak untuk bisa pahami semua kata-katanya. Tetapi dari kejauhan terdengar gema yang semayup,”otakmu tidak selalu bisa pahami kebenaran, kecuali dengan hati. Otak saja yang kau andalkan hanya akan membuatmu angkuh. Dan, kau leluasa menghafal semua alphabet kebenaran hanya jika kau sudah bersedia mendengar dengan kuping yang bertempat di hati.”

Ditulis oleh : Zulfikar Kompasiana

11/23/09

Tidak Ada Pilihan Lain

Carilah kesulitan! Buatlah masalah! itu...

itu kalau mau jadi seorang entrepreneur sukses. Bolehlah kita mencari-cari jalan termudah, berharap kita akan selalu survive dan mulus, tapi sampai seberapa lama? akan menjadi seberapa tangguh kita?

Lebih baik bersulit-sulit sekarang, mumpung hasrat belajar kita masih menyala-nyala. Kesulitan itu akan menguatkan kita.

Kalau harus bangkrut, rugi, gagal? Bagaimana uangku? Bagaimana nama baikku? Bagaimana kepercayaan diriku? wueesssshhh.... semua bisa disiasati. Itu memang bayaran untuk peningkatan ketangguhan diri kita.

Percayalah, kesulitan kita hari ini adalah cara kita untuk menghadapi banyak hal di masa depan dengan lebih mudah.

Yup, berkorban dengan bangkrut, nama baik tak kunjung terangkat, kepercayaan diri kembang kempis. Percayalah, sekali lagi percayalah, SEDEKAH itu bukan perkara MEMBERI. SEDEKAH itu perkara BERKORBAN!

Apa masih ragu bagi orang yang banyak sedekah akan kesuksesannya?

11/22/09

3 Giants : Urgensi Fungsi Semangat Donk

Giant Network
Keberhasilan di masa yang akan datang (saat ini juga sudah berlaku) bukan mereka yang mempunyai produk, tetapi mereka yang memiliki Network. Network yang paling tangguh adalah "Nama yang Dikenal Luas".

Giant Name
Sebaik-baik nama adalah nama yang dikenal keistiqomahannya, dijalankan dengan konsisten.

Giant Circle
Dalam banyak hal, kita hanya bisa leluasa mempengaruhi apa-apa yang ada di zona lingkaran dalam kita. Maka itu, luaskanlah lingkaran dalam kita.

Melestarikan Kas, Melestarikan Budaya

Sebuah pertanyaan terlontar, "Kenapa Saya dan Hilmy jarang membicarakan Semangat Donk akhir-akhir ini?"

Tapi tidak begitu dengan saya dan Andri, justru sangat intens saat ini. Yah, dari awal substansi apa yang kami kerjakan memang belum berubah, yakni melestarikan kas. Ini bukan kelit atau omong kosong, bisa dicek bagaimana aliran dana ke rekening pribadi masing-masing kami.

Tanpa kemandirian kas, kita menjadi tidak berbeda dengan komunitas yang miskin dana sehingga aktivitasnya alakadarnya dan tidak berimbas. Tanpa kemandirian kas, kita menjadi tidak berbeda dengan komunitas yang menyadong dana dari sini dan sana dan dengan berat hati harus melayani apa keinginan si pendonatur.

Urgensi kemandirian kas inilah yang kemudian diimplementasikan pada lahirnya warnet, martabak dan dihidupkannya kembali SPC. Mungkin tidak banyak yang tahu kenapa warnet dibangun? Saya ingin cerita disini, ini nyata dan tidak dibuat-buat.

Pada waktu itu unit mandiri diluncurkan, dan kita berkomitmen untuk tidak menyandarkan semuanya pada pendapatan event & training. Bahkan banyak seminar di-off-kan sementara waktu. Praktis pemasukan kas menurun, dan saya pun berpikir ke depan, bahwa kalau begini terus, lama-lama defisit. Harus ada tindakan!

Tindakan yang terpikir oleh saya, adalah menggenjot sumber pendapatan dari unit mandiri yang termasuk dalam golongan mapan, mapan diantara yang lain. Karena kalau semua dipacu target pendapatan, itu akan tidak baik untuk jangka panjang unit yang bersangkutan.

SDCP salah satu yang musti saya pacu. Dengan kata "sebaiknya begini..." bahkan hingga "pokoknya harus.." ternyata kata-kata saya tidak berpengaruh banyak pada perkembangan unit itu. Yah, saya baru paham belakangan ini sebabnya, "karena itu bukan domain saya". Jadi dulu saya berafiliasi dengan Andri "Ndri, harus ada terobosan, mungkin warnet, mau nggak kita nggarapin dulu, kalau memang sudah bisa take off, nanti serahkan biar jadi satu manajemen sama SDCP". Dan betul, warnetpun dibangun, walau sampai sekarang belum bisa stabil mengudara.

Tetapi, benar saja SDCP, dengan prinsip "pembiaran" bukan lagi "pengharusan" sudah bisa membukukan laba yang cukup membanggakan.

Begitu juga yang terjadi dengan Martabak. Awalnya saya kebingungan ketika sudah saya carikan dana talangan sebesar 3 M (3 million rupiahs = 3 juta) untuk pembukaan Bubur Ayam, tetapi begitu, dana tersebut tidak serta merta dapat digunakan di sektor itu, karena menyangkut bagi hasil dan sebagainya. Sementara saya tidak mau menelan ludah sendiri, akhirnya saya putar otak, "Ndri buka mie ayam!", ternyata sang produsen tidak siap. Lalu terobosan berikutnya, walau saya tidak menilai prospek, optimis saja saya garap Martabak, asal 3 M itu tidak hilang.

Dan jadilah Martabak Unyil itu.

Prinsip pembiaran, bukan pengharusan yang sudah terbukti ke SDCP berefek positif itulah yang saat ini saya terapkan di semua sektor. Saya percaya, dengan memberikan keleluasaan, mungkin hasilnya akan berbeda daripada saya mengharuskan ini dan itu. Walau saya tahu beberapa mengalami kesulitan, beberapa tertekan, bahkan beberapa kembang kempis tak jelas. Yah, semua kesulitan itu akan menguatkan.

Yang terpenting adalah saya ingin meretas satu konsep budaya baru, yang lebih terarah dan lebih rapi, oh ya, sederhana saja, budaya rutin sholat di masjid, itu satu hal kecilnya. Dan banyak sekali budaya-budaya ilmiah lain yang harus dikembangkan dengan pembiasaan. Dan kalau urusan kas itu domainnya Andri, maka urusan ini lebih ke domain Saya dan Hilmy yang di awal-awal menggagas ini.

Maka, semuanya biarlah mengalir tanpa banyak omong ini dan itu, pada saatnya nanti semua bertemu, forum berbincang, pada keadaan kas yang lebih baik, pada budaya yang lebih cemerlang dan pada ketahanan atas kesulitan yang lebih tangguh.

Insyaallah kiprah kita akan kembali berkibar, secara lebih ilmiah.

11/21/09

Rizky tidak Sesolutif Dia

Gara-gara tidak bisa membantu terobosan kongkrit menyelesaikan tugas kesekretariatan, eh saya kena marah deh. "Oh, itu bukan domain saya", tandas saja saya bilang begitu.

Dan akhirnya sayapun dibilang tidak solutif, omong tok, yah intinya tidak bisa membantu.

Hm, cemaskah dimarahin begitu? ah, seperti tidak ingat saja, saya dulu juga pernah diprotes karena mendominasi.

Mendominasi, salah. Membiarkan juga salah. Terus gimana donk? Ya terus saja, yang menyalahkan kan berpersepsi atas pemahaman dia sendiri, sedangkan yang paling paham atas niat, landasan sikap dan semua-muanya kan diri kita sendiri.

Kita berbuat, bukan untuk mendapat penilaian ini dan itu dari orang. Yang penting kita paham atas niat dan landasan sikap kita. Iya kan?

11/16/09

SM EC PP

Sedang belajar untuk memampukan diri menjadi seorang social-entrepreneur, membangun raksasa bisnis, melibas Freeport Inc., mengungguli Honda bukan berdasar azas padat modal, tetapi padat SDM. Yakni dengan komunitas, tepatnya entrepreneur-communitty

Tidak semua orang mengerti langkah dan arah saya, semaksimal mungkin saya jelaskan, saya perlihatkan, agar sebanyak mungkin orang paham dan mau bersama-sama mewujudkan kembalinya kebesaran bangsa ini

Diawali dengan self-motivation, dijembatani dengan entrepeneur-communitty dan diteruskan dengan people-power.

Saya percaya, tidak semuanya harus dimulai dari garis politik dan dari tempayan modal besar.

Tidak Punya Alasan

Memang, kalau sudah berdamai dengan diri sendiri, ah, orang lain... lewat...

Entahlah, enak sekali, nyaman sekali hari ini. Walaupun hanya ditanggapi dengan kata-kata datar. Toh, saya tidak punya alasan untuk tidak tersenyum.

Thkz God, Engkau bukan memberi dia atau dia. Engkau memberi yang memang aku butuhkan.

11/15/09

Berdamai dengan Kekurangan Diri Sendiri

BERDAMAI DENGAN DIRI SENDIRI

Mari kita review dulu pembahasan kita tentang berdamai dengan diri sendiri beberapa waktu lalu.

Yah, kekesalan, sakit hati, kemarahan bahkan kebencian terhadap orang lain seringkali dibuntuti dengan serentetan tuntutan agar orang lain mau berbaik sikap dan berbaik hati agar permasalahan hati itu selesai.

"habis dianya si begini begini", "ya dia harus begitu begitu donk" dan seterusnya. Hm, apakah selesai permasalahan dengan seperti itu? Hm juga, kalaupun selesai, apa yang patut dibanggakan dari satu kejadian, dari satu masalah, dimana tidak ada imbas apa-apa terhadap perubahan dalam diri kita, tetapi malah orang lain yang berubah?

Berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan kekesalan dengan mengatakan "tidak ada sikapnya yang pantas untuk membuatku kesal", berdamai dengan mengatakan "sakit hati itu hak prerogatif saya, mulai hari ini saya memilih untuk tidak sakit hati lagi", berdamai dengan mengatakan "saya pribadi yang bebas, saya bebaskan diri saya untuk mengubah kebencian menjadi kasih sayang."


Damaikanlah egomu yang mudah kesal, damaikan jiwamu yang terlalu peka untuk sakit hati, damaikan hari-harimu dari perasaan benci yang hanya memberatkan.

Berdamai dengan diri sendiri, akan memungkinkan apabila kelak dikemudian hari lahir konflik-konflik yang sama bahkan sedikit lebih besar, kita bisa menyikapinya secara lebih dewasa, lebih smart.

BERDAMAI DENGAN KEKURANGAN DIRI SENDIRI

Setiap pribadi adalah pemimpin, buktinya, setiap orang memiliki hak untuk menentukan pilihan dengan pertimbangannya masing-masing. Oleh karenanya itu, berapa sering kita baru saja memutuskan ini, eh beberapa detik berlalu langsung berubah pikiran memutuskan yang berbeda? Itulah saking leluasanya kita dalam hal hak menentukan pilihan.

Pemimpin, demikian juga pemimpin besar, mereka yang berhasil bukanlah pemimpin yang tidak punya cela yang bersumber dari kekurangan dirinya. Pemimpin yang berhasil, dalam level apapun, adalah dia yang bisa berdamai dengan kekurangan dirinya, mengatakan dengan lembut "wahai kekurangan diriku, aku akan tetap bawa kau, karena bagiku sulit untuk meninggalkanmu, tetapi berdamailah denganku yang tidak lagi akan memprioritaskanmu, tidak lagi memberikan ruang yang luas buatmu, oke?" 

Ya, kekurangan diri bukan untuk disesali saja, kekurangan diri bukan untuk dijadikan bahan pikiran saja, kekurangan adalah tantangan bagi kita. Kalau dengan kekurangan diri saja kita bisa berdamai, apalagi dengan hal-hal lain yang jauh lebih baik.

Maka itu, setelah berdamai, kesampingkanlah ia, fokuskan pada kelebihan diri kita. Memfokuskan kelebihan dan mengesampingkan kekurangan bukanlah kerja ganda yang berat, bayangkan saja jika kelebihan diibaratkan telapak tangan kanan kita, dan kekurangan diibaratkan telapak tangan kiri kita, julurkan keduanya ke depan, fokuslah pandangan pada tangan kanan? apa pada saat itu kita bisa melihat tangan kiri dengan jelas? tidak.

Kita akan mendapatkan apa yang kita fokuskan. Dan sesuatu yang kita sudah berdamai dengannya, tidak akan mengganggu kita.

11/14/09

Lalu, mau jadi apa kalau tidak jadi PNS?

Memang, bisnis (apalagi masih kecil-kecilan) terasa seperti dolanan. Apalagi kalau memperhatikan teori gempa tahun kedua dan tahun kelima yang lebih berpotensi episentrumnya dari area internal, kebosanan dan perubahan prioritas kepentingan adalah salah satu pemicunya, kesemuanya bisa membuat semuanya kabur, hambur, berantakan.

Yah, kalau orang sudah berpikir rasional, dia pasti sudah berpikir untuk menjadi pegawai. Yah, orang dinilai bukan dari kontribusinya, bukan dari potensi dirinya, tetapi dari status dan jabatannya, iya to? sekarang begitu kan?

Lalu, saya tanyakan pertanyaan ini ke lebih dari 10 mentor, dan kesemua jawaban mereka sungguh mencerahkan. Terima kasih, terima kasih para suhu.

Diluar proposal hidup, ini hanya imajinasi bebas, saya membayangkan ada sebuah keluarga muda, yang baru beberapa hari mengucap akad, belum ada momongan, tinggal di sebuah rumah dua kamar di perumahan yang damai, rumah itu hak milik, DP-nya dibayarkan dari sisa acara resepsi yang kemarin berlangsung sederhana ditambah hadiah dari keempat orang tua, tinggal sidua orang yang mengangsur pelunasan itu rumah.

Keleluasaan waktu membuat dua pasangan muda itu memiliki banyak waktu untuk mencoba banyak bisnis, si pria bermain (secara bersih tentunya) di proyek-proyek dan mega-mega proyek, berafiliasi dagang secara profesional, lintas pulau bahkan lintas bangsa, serta mengembangkan usaha kecil yang bisa diduplikasi dalam jangka pendek, begitu terus kesibukannya, disamping agenda mencari ilmu, umum dan agama, serta berbagi melalui banyak pelatihan dan forum bicara, serta buku yang ia tulis-tulis.

Sementara si wanita membuka klinik, dia dokter? bukan, dia hanya seorang perawat, yang fungsinya bukan sebatas sebagai asisten dokter, tetapi manajer pada dokter, di klinik yang ia satukan dengan apotek sekaligus.

Dan, masih panjang ceritanya... sayang ini harus sudah mau berangkat. Hm, ternyata tidak harus jadi pegawai dulu kan untuk hidup seperti itu? dengan sehari-hari berkutat bersama Honda Jazz juga Avanza..

11/13/09

Future Perfect


 Next Sevila
 
 Next Andalucia
 
 Next Pajang 21
 
Next Granada

Present Continous



 

 

 

 

 

 

Simple Past


 L22 sebelum pemugaran
 
 Sebelum dibabad, L21 bahkan lebih rimbun dari ini, sangat rimbun oleh rumput liar
 
  Walau sudah berulang kali ganti printer, belum pernah ganti PC sejak Juli 2006...masa2 awal pra pendirian


11/12/09

Sejarah Kenapa Ditanami Kacang Lanjaran

Pak Slamet adalah orang yang berjasa di L22, beliau yang sehari-hari menjadi paspamrum (pasukan pengamanan perumahan) secara khusus selalu melintasi L22 dalam jarak yang begitu dekat. Alhasil, semua pun aman, kecuali sepasang sepatu bola dan gitar saja yang pernah raib dari sini.

Dharma bakti Pak Slamet pantas diaspresiasi, mengingat beliau juga adalah peletak dasar penanaman kacang lanjaran di L22 Open-Land.

Kenapa kacang lanjaran, bukankah tadinya mau ditanami cabe? Ini percakapan singkatnya, "pa, tolong setelah lahan dipacul rampung, dideder ini bibit cabe, saya ingin lahan rumput ini berubah jadi lahan cabe."

Awalnya Pak Slamet mengiyakan saja, lagipula kan cabe itu lebih baik daripada rumput. Dalam hal mana kita tahu bersama apa itu peribahasa rumput, "rumput di halaman tetangga lebih hijau..". Bisa jadi keberadaan rumput inilah yang membuat selama ini mudah sekali sawang-sinawang.

Oleh karena itulah, sekarang saya senang, rumput sudah diganti. Hm, mengenai permasalahan kenapa tidak jadi cabe, begini penjelasan pak Slamet, "Iya mas, jangan cabe, kacang lanjaran saja", saya tanya ke beliau, "loh, kenapa memangnya pak?",  Pak slamet menjawab, "filosofinya lebih bagus mas", saya tanya lagi, "apa itu pak?", jawab beliau, "agar pada ingat, kalau sudah jadi kacang jangan pada lupa pada lanjarannya".

*kisah ini hanya fiktif belaka

11/11/09

Yiyi-Chan

Anak kelas 1 SD baca bukunya Totto Chan

Yiyi's Picture (Nanti akan mengalahkan Walt Disney Picture...)

Ngaku Saja!

Yess! Yeah...

Siapa bilang mengaku itu gampang, hm, tapi apa boleh buat, inilah yang terjadi, yess, dengan tangan terbuka saya katakan, saya sudah gagal.

sesuatu yang tidak mengenakkan, sesuatu yang memalukan, sesuatu yang melemahkan, sesuatu yang pantas disesali, itulah "gagal".

Ya, mau bagaimana lagi.. tetap pilihan ada di tangan saya, meratapi kegagalan, atau mensyukuri kegagalan? Hm, kalau meratapi, apa yang saya dapat? cuma kesal disindir di note, cuma sedih dimintai bantuan nggak bisa bantu, cuma termenung biasanya menasehati sekarang dinasehati, cuma dipamitin saja enggak, hm, menyakitkan kalau semua itu dirasa.

Terus, kalau memilih yang kedua? Mensyukuri kegagalan? Apa yang didapat? Tidak ada konsekuensi lain atas pilihan itu, kecuali "mikiir...". Mikir, mikir apa? mikir apa yang musti saya syukuri?

Yah, akhirnya sore ini ketemu. Salah satu yang mesti saya syukuri adalah, saya tak perlu mempertahankan apa-apa. Enteng, main tanpa beban. Loh iya, mau mempertahankan kesuksesan? lah kan enggak sukses, gagal. Mau mempertahankan ini, itu, anu, ono, ene, ane-ane hh saja...

Wahai ego, syukurin lu udah gagal, giliran gue yang mimpin : hati.

Oke, nyamleng tenan sore ini, nggak ada yang perlu dipertahankan, nggak ada yang perlu dicemaskan, nggak ada yang perlu dikejar, nggak ada yang perlu dicapai, nggak ada yang perlu diminta, nggak ada yang perlu diapa-apain...

Baru maksud istilahnya Indie : "dolanan...".

Thkz for read

11/10/09

Untuk Sukses Bisnis siapkan Dua BANGUNan Sebagai Modal

Berapa sering, sebuah usaha tutup padahal baru beberapa hari? Ya begitulah, terlalu cepat menghakimi diri bahwa usahanya rugi, tidak berprospek. Padahal, kenapa usahanya belum menyenangkan hasilnya karena memang membangun modalnya belum selesai.

Yah, bukan hanya butuh satu, tetapi dua bangunan yang musti dijadikan modal. yang musti dibangun sampai selesai.

1. BANGUNan untuk tempat produksi

Ini semua orang juga tahu, bahwa untuk bikin konter hape diperlukan kios, bahwa untuk jualan martabak diperlukan warung tenda. Apakah dengan tempat dan ubarampenya cukup? tidak. Kita perlu yang kedua.

2. Pelanggan yang ter-BANGUN

Ini yang kebanyakan orang lupa, kalau untuk membangun tempat produksi kita perlu biaya, membangun bangunan pasar yang disebut pelanggan juga perlu biaya. Kalau membangun tempat produksi perlu waktu, membangun bangunan pasar juga perlu waktu.

Nah, sebelum memutuskan untuk gulung tikar, pikirkan dulu. Sudah dibangun dengan baikkah bangunan tempat produksinya? Dan sudah dibangun dengan baikkah bangunan pasar (pelanggan) nya?

Jangan dikira kalau biaya kios dan renovasi interior hanya 10 juta, berarti modal 12 atau 13 juta cukup. Lah pelanggan kan justru jauh lebih penting untuk dibangun, wajarlah butuh lebih mahal dari modal tempat produksi.

Nah, bagaimana kalau memang dana yang ada hanya 12 atau 13 juta? ya jawabannya : sadar diri. sisa yang modal membangun pelanggannya dicicil. Bagaimana bentuk nyicilnya?

Taruhlah dicicil selama setahun, sementara estimasi untung pada rencana usaha kita 1 juta perbulan, ya sudah, kalau memang kita merasa modal membangun pelanggan butuh lebih besar dari modal produksi, ikhlaskan saja selama setahun hak keuntungan kita jangan kita terima dulu (artinya walaupun 12 bulan pertama tekor terus, rugi terus, ya jalan terus saja, optimis saja, itu bukan tanda usaha kita jelek)

Kalau rugi terus, bagaimana donk kita makan? Ya gampang, pertama : lah, kan sebelum buka usaha juga kita nggak punya keuntungan, toh bisa makan. kedua : berhutang saja, nanti dilunasi kalau usaha sudah bisa untung.

Hm, emang nantinya mau untung mas? Loh? plis deh, buat apa melakukan sesuatu yang kita tidak yakin akan keberhasilannya. Kalau memang nggak ada keyakinan pada saatnya nanti akan untung, ya sudah, jangan jadi pengusaha, jadi kerbau pembajak sawah saja, lebih aman daripada jadi tukang panjat BTS.

Piss

ASLI 1.000.000

Gedung Dewan Kabarnya akan dipugar jadi Pasar Malam, mungkin akan laris, rame, nonton tikus pada sirkus disitu. Apalagi tanpa pengawalan seperti sekarang, cukup bayar HTM, sudah bisa jalan-jalan nonton sambil menikmati popcron, atau membuka gelaran tikar + rantang bagi yang membawa dari rumah.

Sepertinya suara 1.000.000 facebooker yang benar-benar 1.000.000 lebih bisa mewakili suara rakyat, ketimbang orang-orang yang berkoar-koar atas nama rakyat, mereka yang mewakili rakyat naik mobil mewah, mewakili rakyat makan-makanan mewah, mewakili rakyat tidur di arena rapat mewah...
  
Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah & Bibit Samad Riyanto


"dorrrrr!"

Seorang anak dijambak kerah bajunya, tangan kanan memegang kerah baju, tangan kiri mengambil selembar kertas putih seraya orang itu berkata, "ini apa?!" 

Lalu si anak menjawab, "kertas putih pak..."

Lalu ditaruhlah kertas putih di atas meja, si penjahat itu mengambil pulpen dan menorehkan sebuah tanda titik di atas kertas itu, lalu diambil lagi kertas itu seraya bertanya kembali, "ini apa?!"

Si anak dengan ketakutan menjawab, "sebuah titik pak..."

Dengan nada yang lebih keras dan menakutkan ia bertanya lagi, "ini apa??!!"

Dengan wajah yang semakin ketakutan menjawab sekali lagi, "sebuah titik pak..."

Sekali lagi bertanya, dan sekali lagi menjawab, akhirnya kertas itu ditaruh dan diraihlah pistol di atas rak piring dekat situ, lalu tanpa berkata apa-apa, "dorrrrr!", si anak ditembaknya.

Dilepaskanlah jambakan kerah baju si anak, dan ia bergegas meninggalkan tempat itu, dalam langkah penuh wibawanya seseorang mencoba menghadang dan bertanya, "kenapa kamu menembaknya?"

Dengan cool penjahat itu menjawab, "kertas putih dibilang titik."

dan "Cut", program director berseru. Adegan untuk scene itu selesai.


Memang, kertas putih kalau sudah dititiki jadi bukan kertas putih lagi. Kalau sudah salah, mau bagaimanapun yang baik-baik hilang semua.

Banyak ngomong lu!

"Halah, kayak sendirinya benar aja...."

Hm, saya tanya? Kalau hanya orang-orang yang suci yang boleh mengkritik, boleh mengulas argumentasi tentang sebuah permasalahan, berapa banyak masukan yang bisa muncul?

Aneh memang, sama seperti kata orang seperti ini, "sudah, nggak usah banyak ngomong, yang penting kita kerja aja yang baik".

Kalau kita persis mengucapkan ini diucapkan di kapal, kita posisinya sebagai pengepel dak kapal, sementara kita melihat ada yang sedang membocori kapal, tetapi posisi orang itu terlalu jauh jadi mustahil suara kita terdengar.. lalu seseorang mngingatkan kita yang sedang berkoar-koar, "sudah, nggak usah banyak ngomong, yang penting kita kerja aja yang baik".

Hohoho, terus saja pel tuh lantai sampai kapal tenggelam, mapan di dasar laut.

Ini logikanya :


Pertama,
Kita mengenal dan meyakini bahkan merapkan dalam kehidupan sehari-hari secara sadar maupun tidak peribahasa "Rumput di halaman tetangga lebih hijau...".

Peribahasa ini pula yang menjadi alasan kenapa perusahaan dalam memilih konsultan dari orang luar, karena orang luar, karena orang luar lebih fair dan obyektif dan tajam dalam melihat suatu masalah.

Begitulah, memandang dengan kacamata biasa kita akan menilai, ngomongin orang itu jelek. Tetapi, memandang dengan kacamata positif, bukankah dengan menilai orang lain itu, pertama : kita melatih ketajaman kita memandang suatu masalah, kedua : masalah itu bisa menjadi cermin bagi apa-apa kekurangan yang mungkin ada dalam diri kita.

Rumput tetangga yang lebih hijau bagi orang biasa cuma bikin iri, tapi rumput tetangga yang hijau bagi orang-orang tertentu sebenarnya bisa jadi cermin, cermin untuk melihat (kekurangan) diri kita, karena kita cenderung sulit kritis terhadap diri sendiri.

Ya situ, jadi suci dulu saja kalau mau mengkritik.

Kedua,
Sekalipun berkoar-koar itu tidak terdengar oleh yang sedang membocori kapal, atau yang membocori kapal itu dengar tapi bebas saja dia tidak menuruti teriakan kita. Tapi bukankah dengan  berkoar-koar kita jadi ada peluang siapa tahu masinis (maaf, nahkoda maksudnya), atau kapten, atau ABK lainnya, atau bahkan orang lewat yang ada dan lebih memungkinkah menjangkau orang itu untuk tahu bahwa ada yang sedang membocori kapal dan dia bisa membenthong kepala si pembocor kapal?

Samahalnya kita mengisi training, memang mungkin kita tidak bisa membuat perubahan sebesar yang kita omongkan sendiri di training, sehingga kadang merasa sia-sia apa yang kita ucapkan. Tapi, seandainya dari training yang ke 100 kita diantara ratusan ribu peserta, ada satu orang saja yang terinspirasi dan dia adalah keturunan Arjuna yang mendapat Wahyu Makutharama, lalu dia terinspirasi oleh ucapan kita, bisa jadi perubahan 10x lipat lebih dahsyat dari yang kita bayangkan terjadi, hanya karena satu orang.

Ketiga,
Ada tahapan dalam belajar, ini yang tidak pernah diajarkan di sekolahan tetapi valid adanya, pertama adalah Learning to Know, kedua adalah Learning to Do, ketiga dan seterusnya....

Jadi hargailah orang-orang yang sedang berproses dalam belajar, dia belum berhasil untuk bisa melalukan, dia baru berhasil untuk bisa ngomong...

Keempat,
Simaklah 10 film, amati konfliknya, risetlah, analisislah, dan buatlah sebuah tesis : berapa persen konflik di film itu lahir karena kekurangan, ketiadaan atau kesalahan komunikasi. Kalau mau komunikasi tanpa banyak omong, main dulu ke SLB bagian C sana, belajar bahanya isyarat...

Semoga bermanfaat!

11/5/09

Inserted Yes!

Adalah bagaimana seseorang tidak punya kesempatan untuk menjawab "tidak" karena pola kalimat telah dibuat sedemikian rupa, sehingga hanya bisa menjawab "iya".

"Kamu akan menyelesaikan urusan ini walaupun berat karena kalau tidak selesai sia-sialah kita selama ini, iya kan?"

Ini termasuk inserted yes, kah?

11/2/09

Seminim-minimnya

Hari senin, harinya ngkomunitas...seminim-minimnya nonton bareng film apalah yang ada nilai edutainmentnya. Hari selasa, harinya nyetudi pustaka...seminim-minimnya ber-uzlah di perpust mana kek, yang ada buku kerennya.  

Hari rabu, harinya ngampus (ngajar di kampus)...seminim-minimnya satu mata kuliah, udah bagus tuh. Hari kamis, harinya ngunit bisnis...minimal rakor rame-rame, serius, singkat, signifikan. Hari jumat, harinya ngaudiensi, minimal silaturahim ke rumah Bang Dul, atau Bang Bang lainnya.  Hari sabtu, harinya ngaji... minimal tahsin lah. Hari minggu, harinya keluarga... minimal mudik, jalan-jalan kemana.

Berhubung itu adalah hari-hari seorang entrepreneur, maka bebas lah mau ada reward apa, atau punishment apa. Bebas juga kalau mau nambahin kepadatan, atau meningkatkan kualitas asupan dan kreasi...

Suka-suka. Karena bukan sebab target, apalagi sebab gaji jadwal itu disusun. Sebab kesadaran terdalamlah semuanya berjalan dengan nikmat dan manfaat...

Cinta dan Do'a yang menguatkan! Cintai hari-hari kita, karena tak ada satu hari yang berulang dua kali. Itu...

Didominasi


Sedari kecil sudah didominasi oleh ke-negatif-an, akibatnya, seringkali hasrat kita untuk berkarya tertunda dan bahkan batal hanya karena negatif thingking terhadap diri sendiri.

Ingin segera merampungkan buku, hm, tapi tak kunjung rampung walau pada aslinya bisa, hanya karena apa? Hanya karena perasaan negatif, ah, tulisan saya masih jauh dari sempurna. Padahal, sebetulnya diluar sana banyak sekali yang membutuhkan tulisan sederhana ini.

Hidup itu seperti sebuah fragmen yang  bisa dilihat dari sudut sebanyak 360 sisi banyaknya, bukan, dari 360 sisi itu masih bisa dipecah lagi dalam sepersekian derajat, tak terhitung.

Jadi, tinggal pandai-pandainya kita menempatkan titik awal pandangan untuk menemukan persepsi terbaik. Apa mengajak orang untuk maju itu jelek, hanya karena ada keuntungan yang kita ambil dari itu. Apa mengajak orang untuk fokus itu kejam, hanya karena kita mendapat keuntungan secara tidak langsung dari itu. Ke-negatif-an hanya berakibat pada lahirnya kekuatiran.

Kekuatiran akan berakibat pada penyesalan di waktu tua, "kenapa dulu pas muda, pas bisa, pas ada kesempatan saya tidak melakukan ini, tidak melakukan itu?"

"Dan kekuatiran tidak membatalkan hal buruk apapun di masa depan, tetapi kekuatiran akan membatalkan (mengurangi kualitas) kerja kita saat ini", Itu Kata Pak Mario.