11/22/09

Melestarikan Kas, Melestarikan Budaya

Sebuah pertanyaan terlontar, "Kenapa Saya dan Hilmy jarang membicarakan Semangat Donk akhir-akhir ini?"

Tapi tidak begitu dengan saya dan Andri, justru sangat intens saat ini. Yah, dari awal substansi apa yang kami kerjakan memang belum berubah, yakni melestarikan kas. Ini bukan kelit atau omong kosong, bisa dicek bagaimana aliran dana ke rekening pribadi masing-masing kami.

Tanpa kemandirian kas, kita menjadi tidak berbeda dengan komunitas yang miskin dana sehingga aktivitasnya alakadarnya dan tidak berimbas. Tanpa kemandirian kas, kita menjadi tidak berbeda dengan komunitas yang menyadong dana dari sini dan sana dan dengan berat hati harus melayani apa keinginan si pendonatur.

Urgensi kemandirian kas inilah yang kemudian diimplementasikan pada lahirnya warnet, martabak dan dihidupkannya kembali SPC. Mungkin tidak banyak yang tahu kenapa warnet dibangun? Saya ingin cerita disini, ini nyata dan tidak dibuat-buat.

Pada waktu itu unit mandiri diluncurkan, dan kita berkomitmen untuk tidak menyandarkan semuanya pada pendapatan event & training. Bahkan banyak seminar di-off-kan sementara waktu. Praktis pemasukan kas menurun, dan saya pun berpikir ke depan, bahwa kalau begini terus, lama-lama defisit. Harus ada tindakan!

Tindakan yang terpikir oleh saya, adalah menggenjot sumber pendapatan dari unit mandiri yang termasuk dalam golongan mapan, mapan diantara yang lain. Karena kalau semua dipacu target pendapatan, itu akan tidak baik untuk jangka panjang unit yang bersangkutan.

SDCP salah satu yang musti saya pacu. Dengan kata "sebaiknya begini..." bahkan hingga "pokoknya harus.." ternyata kata-kata saya tidak berpengaruh banyak pada perkembangan unit itu. Yah, saya baru paham belakangan ini sebabnya, "karena itu bukan domain saya". Jadi dulu saya berafiliasi dengan Andri "Ndri, harus ada terobosan, mungkin warnet, mau nggak kita nggarapin dulu, kalau memang sudah bisa take off, nanti serahkan biar jadi satu manajemen sama SDCP". Dan betul, warnetpun dibangun, walau sampai sekarang belum bisa stabil mengudara.

Tetapi, benar saja SDCP, dengan prinsip "pembiaran" bukan lagi "pengharusan" sudah bisa membukukan laba yang cukup membanggakan.

Begitu juga yang terjadi dengan Martabak. Awalnya saya kebingungan ketika sudah saya carikan dana talangan sebesar 3 M (3 million rupiahs = 3 juta) untuk pembukaan Bubur Ayam, tetapi begitu, dana tersebut tidak serta merta dapat digunakan di sektor itu, karena menyangkut bagi hasil dan sebagainya. Sementara saya tidak mau menelan ludah sendiri, akhirnya saya putar otak, "Ndri buka mie ayam!", ternyata sang produsen tidak siap. Lalu terobosan berikutnya, walau saya tidak menilai prospek, optimis saja saya garap Martabak, asal 3 M itu tidak hilang.

Dan jadilah Martabak Unyil itu.

Prinsip pembiaran, bukan pengharusan yang sudah terbukti ke SDCP berefek positif itulah yang saat ini saya terapkan di semua sektor. Saya percaya, dengan memberikan keleluasaan, mungkin hasilnya akan berbeda daripada saya mengharuskan ini dan itu. Walau saya tahu beberapa mengalami kesulitan, beberapa tertekan, bahkan beberapa kembang kempis tak jelas. Yah, semua kesulitan itu akan menguatkan.

Yang terpenting adalah saya ingin meretas satu konsep budaya baru, yang lebih terarah dan lebih rapi, oh ya, sederhana saja, budaya rutin sholat di masjid, itu satu hal kecilnya. Dan banyak sekali budaya-budaya ilmiah lain yang harus dikembangkan dengan pembiasaan. Dan kalau urusan kas itu domainnya Andri, maka urusan ini lebih ke domain Saya dan Hilmy yang di awal-awal menggagas ini.

Maka, semuanya biarlah mengalir tanpa banyak omong ini dan itu, pada saatnya nanti semua bertemu, forum berbincang, pada keadaan kas yang lebih baik, pada budaya yang lebih cemerlang dan pada ketahanan atas kesulitan yang lebih tangguh.

Insyaallah kiprah kita akan kembali berkibar, secara lebih ilmiah.

No comments:

Post a Comment