1/18/16

Teror Tivi

Baru juga pulang liburan dari Derawan eh sudah harus menghadapi teror. Teror yang membuat perasaan mencekam. Teror dari benda bernama Televisi.

Media sepertinya sudah memposisikan diri menjadi Nabi ke-26, pembawa berita dan pemberi peringatan yang paling kita imani. Rasanya tertutup sudah segala apa yang terjadi, sebesar apapun itu, jika tidak masuk berita tivi.

Untunglah, kita selaku generasi Z kini memiliki daya makrifat-internet, mampu mengakses dunia tak kasat mata. Media digital benar-benar berhasil membangun jejaring sosial yang bisa menjadi pembawa berita alternatif atas intimidasi informasi yang dilakukan oleh media mainstream.

Tapi walau begitu, digital media harus digunakan dengan arif dan luas. Agar ia tidak tanpa sadar dijadikan nabi ke-27. Proporsional saja dalam mengkonsumsi informasi. Justru kalau bisa kita produktif jadi penyedia informasi, bagusnya seperti itu.

Kalau mau jadi penyedia informasi, cerdas dulu, agar kita jadi produsen yang memproduksi produk informasi yang sehat.

Lalu, jalur distribusinya juga diatur yang baik. Agar tidak salah kamar, nanti ibaratnya menceramahi kucing tidur.

Tiap jejaring sosial sebetulnya ada aurat-auratnya. Kalau mau share sesuatu yang fun, bisa di instagram. Kalau mau share refleksi, bisa di twitter. Facebook cukup untuk menshare godaan-godaan berpikir. Analisa dan penjlentrehan sesuatu bisa di blog. Heum, apalagi ya..

Kalau tivi, cukup untuk pengusir sepi. Jangan lebih dari itu. Bahaya.

No comments:

Post a Comment