Dulu, saya beli laptop karena ingin. Rasanya senang kali ya ketika barang yang sebelumnya tidak dipunya tiba-tiba sudah ada disamping kita. Ya, keinginan kita tercapai. Tapi, apakah kedepannya pergumulan saya dengan sang laptop hanya sebatas keterpuasan keinginan?
Ternyata tidak. Setahun lewat sebulan, sudah berapa kali saya keluar masuk service & guarantee Computa Computer, belum HP Service Center Yogya juga Semarang, belum yang diotak-atik sendiri, atau teman. Baru tahu saya, ternyata membeli Laptop berarti menjemput amanat.
Amanat untuk apa? Banyak... Diantaranya, amanat untuk memeliharanya, untuk memperbaikinya dikala rusak, untuk mengoptimalkan penggunaannya.
Begitupun dengan menikah, mungkin terbesit menikah adalah keinginan untuk bisa leluasa menjamah belahan jiwa kita. Untuk bisa berpacaran dengan halal dan sejuta keinginan indah lainnya. Tapi, bukan itu saja ternyata, menikah adalah menjemput amanat. Amanat kepemimpinan sebagai seorang kepala rumah tangga, imam bagi istri dan anak-anak.
Nah, pantaskah untuk sebuah amanat agung kita mencalonkan diri? kita meminta dengan 'sembrono'. Bukankah amanat itu berat? bukankah amanat itu diberikan, bukan diminta? Dan hanya orang yang berkapasitaslah yang pantas ditunjuk untuk diberi amanat.
Merevisi doa, tentu ini buat saya, bukan buat siapa-siapa. Bukan lagi mengatakan, Duhai Allah, saya ingin menikah. Tapi, Duhai Allah, mampukan saya menikah...
No comments:
Post a Comment