12/13/11

Apakah Muhammad muda seorang social-entrepreneur?

Obrolanku dengan Hilmy sepulang menjajal ifu mie & kwetio sapi Bang Arul semalam belum tuntas, keburu ngantuk. Tapi kebelumtuntasan itu membuatku masih berpikir sampai sekarang. Yang pertama adalah tentang "Apakah Muhammad muda seorang social-entrepreneur?", dan yang kedua adalah tentang "Anak adalah rejeki. Lalu, apakah rejeki = anak?".

Bergabung dalam keluarga maiyah memang begini jadinya, mulai berani nakal, nakal dalam berpikir, menggali, mengeksplorasi, mentafakuri, lalu mengadon formulanya untuk siap dinyalakan menjadi bara di dalam diri. Halah....

Baik, yang pertama dulu ya, yang kedua di lain postingan. 

Jadi sebagai seorang muslim, eh sebagai manusia, kita baik untuk meneladani Nabi Muhammad, termasuk masa mudanya. Nah, pertanyaannya dulu, sewaktu muda kan Nabi Muhammad kaya raya itu, tetapi juga mendapat kedudukan yang tinggi di bidang sosial, itu bagaimana konsepnya.

Apakah beliau beraktivitas sosial, lalu aktivitas sosialnya itu didukung dengan mata pencaharian beliau. Ataukah beliau bermata pencaharian dan hasilnya banyak digunakan untuk sosial?

Begini gambarannya kalau bingung, apakah misalnya kalau diterapkan jaman sekarang, kita membuat sebuah taman bacaan dan aktivitas serta konsentrasi kita sebagian besar disitu, sementara diluar itu kita mencari nafkah dan menyisihkannya untuk kemajuan taman baca itu.

Ataukah kita mencari nafkah, semaksimal mungkin, nah soal hasilnya untuk kegiatan sosial apa, ya itu dibagi-bagi, brel... brel... brel....

Beliau aktivis sosial yang mencoba mandiri, atau beliau orang mandiri yang berjiwa sosial?





No comments:

Post a Comment