11/29/11

Map ini sepaket mas!

Samsat sudah berbenah. Dulu samsat adalah kantor yang sangat kumuh secara moral dimata banyak orang, panjang antriannya, mbesengut2 petugasnya dan lah pokoknya mbebehi pisan. Untung bayar pajak setahun cuma sekali, coba kalau sebulan sekali, kayaknya mending nggak punya motor deh daripada harus sering2 berurusan dengan kantor yang satu itu : Samsat.

Ada fenomena yang menarik di Samsat dulu, kalau mau bayar pajak, harus fotokopi dan beli stopmap. fotokopi dua lembar + map 1 buah, harganya 3.000. padahal aku tau persis harga kulakan stopmap adalah 325 perak dan fotokopi dua lembar adalah 250 perak waktu itu. ya, biaya yang dibebankan kepada calon pembayar pajak adalah 520% terhadap nilai intrinsik benda yang ia bayar aslinya.

Mau tidak mau ya harus beli, karena katanya itu persyaratan yang sudah sepaket. kalau tidak beli, itu artinya melanggar kesepakatan awal dulu dan bisa menyebabkan tidak berjalannya program dengan baik. aku pikir, kesepakatan awal  yang mana? kesepakatan waktu awal Indonesia merdeka apa?

Tapi Samsat sudah berbenah, beberapa menit saja mengurus, selesai. malah sudah ada samsat drive thru. Kejadian serupa map justru terjadi di kampusku. mahasiwa diwajibkan beli atribut wisuda dan harus menghadiri prosesi wisuda itu.. astagfirullohalazim, aduh, ikut prosesi sedekah laut saja aku takut musyrik, eh ini ada prosesi beda lagi ciptaan manusia modern.

kalau tidak ikut wisuda pun, tetap wajib bayar. alasannya ya itu, sudah kesepakatan awal dan ini sudah merupakan biaya sepaket, aku pikir awal yang mana ya?

aku yang bodoh ini bisa lah menghitung-hitung, berapa sebetulnya biaya intrinsik penyelenggaraan sebuah prosesi setengah hari di gedung Bank Jateng berikut biaya undangan dan atribut yang akan didapatkan peserta. Ah, jauh sekali biaya yang dijatuhkan kepada mahasiswa ketimbang biaya intrinsiknya.

berjualan map dengan meninggikan harga dan kemudian memaksa atas nama prosedur adalah sebuah intimidasi. Mempertahankan kebijaksanaan yang merugikan mahasiswa dengan dalih demi lancarnya program atau dalih sudah disepakati di awal atau dalih kalau tidak bayar akan diculik Nyai Blorong adalah sebuah kebijakan intimidatif.

seperti halnya kejadian di SMA dulu kepala sekolah menaikkan SPP secara siginifikan tanpa penjelasan rincian biaya dan penyebabnya dan aku menjadi salah satu penggerak demo dengan bergerilya mengumpulkan tanda tangan hingga akhirnya berhasil, sampai-sampai kepsek memutuskan ada rapat BP3 susulan, maka kali inipun aku tidak akan tinggal diam.

Sampai ke meja redaksi, atau meja hijau sekalipun, ini adalah persoalan intimidasi + pembodohan.

No comments:

Post a Comment