9/3/12

Teror Media


Masyarakat harus jeli memilih media. Sebut saja TV One, apakah dia memang TV berita? bukan, dia merupakan TV newstainment. Infotainment yang mengetengahkan berita-berita dan gosip-gosip politik.

Juga TV yang entah siapa yang ada dibaliklayarnya sehingga bisa mengetengahkan satu tema dengan begitu berkepanjangan. Kasus kerusuhan Sampang, misalnya. Itu kalau dibandingkan dengan kerusuhan Ambon atau Papua belum ada apa-apanya, tapi kok beritanya diulang-ulang santer sekali. Ada apa? Ada indikasi skenario itu punya motif untuk melegalkan hadirnya syiah secara terang-terangan di Indonesia. Baru kali ini orang Islam yang benar di Indonesia disebut Sunni. apa-apaan ini?

Sebut media lainnya, majalah Suara Islam. Itu juga majalah bermasalah yang patut untuk dihindari. Kemarin saya beli, cuma saya baca sekilas lalu saya buang ke tong sampah. Saya contohkan tiga berita :

1. Berita ESQ Sesat

Suara Islam mengemukakan ESQ sesat karena Ary Ginanjar mengimplementasikan penerjemahan asmaul husna pada perilaku manusia. Loh? Coba dipelajari dulu, betapa basi nya statement sesat atas dasar ini. Kalau memang sudah mempelajari, pasti, redaksi tidak akan menemukan fakta apakah perilaku Ary Ginanjar itu ada yang mendiskreditkan Tuhan? Tidak, itu hanyalah bentuk cara keteladanan. Apakah keteladanan kepada Tuhan boleh? Ya, boleh. Karena Tuhan bukan hanya sebagai Illahi (fungsi penyembahan) tapi juga Robbi (fungsi mendidik).

2. Kampanye Foke menggunakan alat agama

Kedoknya menghindarkan umat memilih pemimpin non-muslim. Tapi ada gambarnya poster Foke di halaman belakang full-page. Alasannya apa orang dilarang memilih wagub non-muslim. Redaksi memaparkan bahwa kalau itu terjadi, maka Jakarta akan seperti Singapura saat perdana menterinya non-muslim, atau Filipina saat kedatangan tentara Spanyol, juga Andalusia saat terjadi perang antar agama dulu. Owalah dul...dul... pembodohan macam apa ini? Satu wagub non muslim dibandingkan dengan perang di andalusia, betapa jongkoknya intelektual sang redaktur membuat perbandingan yang tidak apple to apple begitu. Pemimpin DKI bukan cuma wagub, masih ada gubernur, masih ada walikota, masih ada DPRD, masih ada tokoh masyarakat, plis deh...

3. Dalam penentuan 1 Ramadhan, pemerintah tidak boleh campur tangan

Ini nih yang menunjukkan bahwa majalah ini tidak punya dewan fatwa, tidak punya dewan syariah. Ih, sangat berbahaya sekali. Sudah sengak menggunakan nama majalah "suara Islam", tapi tidak mempunyai pemahaman yang mendasar tentang nilai-nilai Islam. Suara Islam mempersoalkan 1 Ramadhan yang berbeda hari, ditengah sudah maklumnya masyarakat atas kondisi ini. Oh, provokatif sekali. Lalu menghujat pemerintah yang seharusnya tidak usah ikut campur. biar semuanya menentukan sendiri-sendiri. Ini nih yang ngacau. padahal kalau dirunut dalil, sudah benar pemerintah bersidang. Ketika ada perbedaan dalam penentuan seperti itu, ya harus dihadirkan seorang hakim. Dan kondisi di Indonesia, yang legitimate sebagai hakim ya pemerintah.

Itulah, kenapa kita harus strict dalam memilih berita yang kita konsumsi. Awalilah dengan tidak merasa inferior, terhadap TV, terhadap majalah. Memang, mungkin gaji kita tidak sebanyak gaji pekerja di TV dan pekerja di majalah, kekayaan kita juga tidak sebanyak pemilik TV dan pemilik majalah, tapi itu semua bukan alasan untuk merasa lebih rendah dihadapan mereka. Majalah dan TV adalah pelayan kita, kita musti jeli memilih pelayan, agar tidak rusak agama dan intelektualitas kita.

No comments:

Post a Comment