3/3/10

Post Test (1) : Menahan Sejenak, itulah Pengendalian Diri

1. Takdir itu di urutan ke-6 bukan ke-1

165 adalah konsep yang utuh, the way of life yang tidak bisa ditawar-tawar, itulah kenapa di Jepang banyak yang menerapkan hanya 155 menjadi banyak yang bunuh diri. Iya, karena tidak ada prinsip ke-6, prinsip meyakini adanya Qodho dan Qodhar, maka permasalahan diselesaikan dengan hara-kiri (bunuh diri untuk kehormatan diri).

Berbeda dengan di Indonesia, prinsip Qodho dan Qodhar mah diyakini dengan baik. Lalu apa masalahnya? Masalahnya adalah salah penempatan urutan, bukannya ditempatkan di urutan ke-6 sebagaimana mestinya, eh ditaruh di urutan pertama, jadi belum juga berusaha, sudah bilang “yah, bagaimana lagi, takdir saya begini.”
Itu kira-kira penjelasan Pa Ary kemarin.

2. Manusia Fast Track

Sebetulnya kedewasaan seseorang dapat dilihat dari otaknya, bagaimana sinyal-sinyal respon beroperasi. Seperti kita ketahui, otak memiliki bagian-bagian, diantaranya adalah limbic system (otak primitive) yang ada di sebelah tengah otak dan dibelakangnya ada neokorteks.

Orang kalau melihat ular atau anjing akan langsung bereaksi menghindar atau spontan memukuli karena perintah dari otak primitive. Tentu itu adalah penanganan yang tepat, artinya otak primitive memang dianugerahkan kepada manusia untuk pertahanan dirinya, bayangkan kalau ada ular berbisa otak masih menganalisis dulu, berapa menit baru merespon, matilah kita.

Namun, dalam banyak kasus yang membutuhkan kedewasaan, tidak semestinya otak primitive lah yang kita jadikan panduan perintah, adakalanya kita harus membiarkan respon melewati otak primitive untuk terus menjalar kebelakang, sehingga perintah yang muncul dari neo korteks.

Misalnya ketika seseorang membuat kesal kita, kalau kita termasuk tipe manusia fast track, langsung begitu respon baru sampai di otak primitive yang muncul adalah perintah marah-marah. Tetapi, kalau kita mau menahan sejenak, membiarkan respon mengalir ke belakang hingga sampai di neokortex, sehingga perintah yang muncul solutif, bukannya marah-marah.

3. Percobaan anak TK

Sekelompok anak TK dieksperimen dengan permen kesukaan mereka, mereka diminta memilih, mereka boleh saja memakan permen itu, tetapi kalau mau menahannya sampai beberapa waktu, mereka akan mendapatkan dua kali lipat.

Nah, percobaan dilanjutkan 25 tahun kemudian, walhasil, ternyata ada perbedaan ketika mereka besar, yang bisa menahan diri untuk tidak makan permen itu dan mendapat dua kali lipat sesudahnya, mereka cenderung lebih sukses, pandai bersosialisasi, tahan mengatasi masalah atau dapat dikatakan bahwa tingkatan kualitas pribadi mereka lebih tinggi ketimbang yang dulu tidak bisa menahan diri untuk memakan permen.

Kualitas pribadi yang lebih baik dihasilkan karena dia menguatkan diri untuk menahan, sehingga perintah yang muncul bukannya dari limbic system tetapi dari neo-kortex. Kalau dihubungkan dengan untuk apa puasa itu diperintahkan, untuk apa coba? “…supaya kamu bertaqwa”, betul? Nah, apa itu taqwa? bukankah taqwa dalam Islam dikenal sebagai kualitas pribadi yang lebih tinggi dari lainnya?

Ilmu puasa diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dari Wahyu Allah SWT jauh-jauh abad sebelum teori “menahan sejenak” untuk kualitas yang lebih baik ditemukan. Itulah salah satu mukjizat Al Quran.

No comments:

Post a Comment