Because it's not about my self or my family, its about my country, my Indonesia.
Lagi, mendengar kabar angin seorang penggiat entrepeneur, sambil memulai usaha ia menyisipkan lamaranya ke sebuah pelowong kerja. Kadang saya berpikir, oh inikah masa-masa dimana saya harus dipaksa berpikir realistis. Dulu saya tertawa 'ngikik' ketika diceritani organisasi ini mundur karena anggota-anggotanya diterima negara sebagai abdi, atau perkumpulan itu yang bubar karena semua pada mengais rejekinya sendiri-sendiri.
Dan tidak mungkin rasanya saat ini saya mentertawakan dengan cara yang sama kepada teman-teman saya sendiri. Ya, mending saya diam dan terus menata keyakinan agar saya tidak goyah melangkah. Karena bencana besar kalau saya sampai goyah dari jalan yang saya tempuh sekarang.
Ya, ini bukan persoalan desakan kebutuhan pribadi, bukan juga soal alternatif cara untuk menyenangkan orang tua, ini lebih luas lagi. Secara sadar atau tidak sadar, saya sudah menjadi figur, bukan figur keluarga, bukan figur lokal, tapi figur global. Dari Aceh sampai Jayapura dari Lombok sampai Samarinda semua yang mengenal saya pasti sepaket dengan label yang melekat di diri saya : label entrepeneur.
Label yang sama seperti orang-orang yang bertransaksi dagang dari timur tengah menuju Malaka dan sekitarnya sehingga negeri ini saat ini memiliki quota terbesar untuk memberangkatkan warganya berhaji setiap tahunnya. Label yang sama seperti para pendahulu bangsa yang merintis kemerdekaan dengan Syarekat Dagang Islam (SDI) persis 100 tahun sebelum 2006 karena mereka sadar kemerdekaan umat (Islam) cara tercepat meraihnya adalah dengan kemerdekaan entitas (politik) dan dasar kemerdekaan entitas adalah mengembalikan umat menjadi pemegeang pengaruh terbesar dalam hiruk pikuk transaksi ekonomi di pasar. Label yang sama pula dengan figur-figur teratas yang saat ini sedang menggali pembaharuan di negeri ini.
Mungkin saya bisa dapat status, bisa juga dapat jabatan, bisa juga dapat penghasilan rutin kalau saya juga menyusul mereka berubah haluan. Tapi apa kata Indonesia, mereka yang terlanjur mengenal nama saya dalam guratan sejarah perjalanan bangsa, "Oh, Rizky yang penggiat entrepeneurship itu? Sekarang cari kerja?...apa kata Indonesia". Dan tanggung jawab moral siapa kalau mereka skeptis, "Ah, Rizky yang mental entrepeneurnya saja sekuat itu akhirnya patah idealismenya, aku tidak mau seperti dia, sudah capek-capek eh ternyata salah jalan".
Itulah bahaya yang merongrong saya saat ini, mengancam, mencekam dan mengerikan sekali rasanya. Mana pantas kalau sampai hal itu terjadi saya hidup dengan bernafas santai di negeri ini. Dan itu pula sesuatu yang menggeret saya untuk sementara ini tetap stay tone di jalan ini, bukan untuk saya kok, bukan juga untuk keluarga saya tok, ini untuk sesuatu yang besar, bangsa saya, Indonesia saya.
Ridhoilah ya Allah, aku percaya Engkau tidak punya alasan untuk sedikitpun mempersulitku, aku percaya kali ini Engkau sedang menguatkan-Ku. Terima kasih atas cahaya pencerahan, ilmu yang terus Engkau alirkan tiada henti-hentinya hingga hari ini.
No comments:
Post a Comment