Sebetulnya, sebelum sebuah perusahaan, negara bahkan seseorang itu jatuh, entah untuk jatuh yang penghabisan atau sekedar kurva sedang men-jurang, ada tanda-tanda bagi orang yang berpikir. Ary Ginanjar dalam materi Self Control memaparkan hasil penelitian dunia tentang penyebab jatuhnya perusahaan-perusahaan kaliber internasional.
Dari ratusan perusahaan, dengan ratusan kasus pula, ditarik kesimpulan 7 penyebabnya, yang saya lupa catatannya saya taruh mana, intinya adalah karena kegagalan mereka dalam menuruti dorongan jiwa yang baik (Nafsul Muthmainah). Dari kasus inilah saya sedikit mendapat tambahan pengertian, kenapa puasa kok bisa masuk dalam The Big Five, 1 dari 5 hal yang dijadikan rukun (pokok)nya agama Islam. Kalau hanya sekedar tidak makan, tidak minum dan tidak berhubungan seksual saja, sesederhana itukah? Ternyata tidak.
Perusahaan kaliber internasional sekalipun, yang berhasil bertahan, yang kuat dari ancaman kejatuhan, adalah yang mereka berhasil puasa. Mengendalikan dorongan jiwa yang baik dengan mengeluarkan yang baik (Taqwiyatun Nafs) dan menekan yang jelek (Tazkiyatun Nafs).
Implementasi dalam kehidupan pribadi, ketika sudah tahu tentang ini, saya jadi paham, bahwa sebuah keberhasilan atau kegagalan yang akan dicapai, ternyata sudah bisa terbaca dari sikap kita sendiri. Adakah arogansi saat kita mengupayakannya? adakah ketakaburan saat kita memperjuangkannya? Adakah sikap abai saat kita menapakinya? dan sikap-sikap sejenisnya yang kita pasti merasa, tinggal kita mencoba menekan dan menggantinya dengan yang baik, atau tetap abai, takabur dan arogan mengabaikannya?
Kata bergaris bawah, "mencoba", tidak selalu berarti langsung berhasil. Mencoba itu hanya upaya.
Semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment