Jauh hari sebelum pelaksanaan saya berulang menyampaikan "seharusnya tuan rumah punya konsep dan percaya diri pada konsep itu, soalnya, kalau pelaksanaan tidak memuaskan, apa semua yang di converence ikut jelek? apa koordinator ikut jelek? purwokerto doank yang akan jelek..."
Apa yang terjadi di Rakor sebenarnya sudah bukan hal mengejutkan bagi saya, itu sudah saya gambarkan, sampai akhirnya di atas Avanza di depan warnet dkt SMA 1 Purbalingga Iswa mengatakan perkataan yang sama dengan yang saya sebut di atas "..tuan rumah saja kan yang jelek?"
Inilah satu sendi makna kepemimpinan bagi saya, ketika posisi saya sebagai follower, tugas saya hanya "sendiko..." dalam wujud : 1) mengikuti mekanisme, dan 2) mengajukan usul...
Bagaimana ketika mekanisme yang dilontarkan pimpinan berseberangan dengan sudut pandang pribadi kita? tugas kita hanya mengingatkan.
Bagaimana bisa usul saya diacuhkan? maka saya akan gunakan segala bahasa, saya ketik proposal sendiri, print sendiri, stempel sendiri, ajukan ke ajudan bupati sendiri, konfirmasi sendiri dan dana bantuan dari pemkab purbalinggapun turun...
Begitu juga soal ketika air MCK jadi problem, semua bilang "nggak bisa lagi mas..", tapi nyatanya bisa tuh saya hubungi PDAM lewat Pa Budi... .
Realistis! Saya ikhlas dipandang sebagai diktator hari ini, karena saya tahu apa yang saya rancang, apa yang saya ikhtiarkan, ketika ini semua berjalan baik, kita semua akan bahagia, ketika semua ini gagal, saya akan tanggung jawab penuh.
Beda ketika saya mengonsepnya setengah2, menjunjung demokrasi yang tidak ditempatkan pada tempatnya, akibatnya rancangan ini kabur, output nyata juga tak wujud, arus kas tidak terbentuk, keuntungan tidak didapat, semua kecewa... maka saya benar-benar tidak bisa bertanggung jawab penuh atas itu.
Itulah kepemimpinan, dicap jelek hari ini (sekalipun cap jelek itu tidak terucapkan), lebih baik ketimbang dipuji-puji hari ini, tetapi hasilnya mengecewakan... Rizky untuk SDI, SDI untuk Indonesia Emas.
No comments:
Post a Comment