10/6/15

Qiyamulail di Perpust

Budaya itu terbentuk oleh tuntutan zaman. Seperti budaya belanja di Netherlands misalnya, orang terbiasa berbelanja siang sampai sore saja. Sebab toko baru buka jam 10 atau 11 pagi. Dan sedikit saja toko yang buka hingga di atas jam 6 sore. Kenapa singkat sekali waktu belanja? Karena gaji karyawan mahal.

Kalau budaya mengunjungi tempat perbelanjaan waktunya singkat, budaya mengunjungi perpust waktunya lama. Perpust buka sampai jam 2 dini hari. Itu kata Mas Selo, mahasiswa master di Univ Delft asal Malang yang membantuku disini kemarin. Dia membantuku di event Misi Dagang Jateng bersama Pak Gub kemarin di Schakenbosch, Den Haag.

Enak kalo perpust sampai dinihari. Nggak harus pinjam buku, nggak harus baca buku kan disana. Sekarang jaman gadget, informasi cukup dipantengin di depan layar.

Loh, kalau cukup dipantengin di layar, bisa dirumah noh? Bisa. Tapi kan kalau di perpust bisa rame-rame, bareng-bareng, engga ngantuk jadinya.

Bisa juga qiyamul lail jamaah disana. Qiyamul lail artinya mendirikan malam. Mendirikan malam bisa dengan :
1. Tadzabur alam
2. Membaca Qur'an
3. Menuntut ilmu.

Tadzabur alam bisa dengan tafakuf merenungi malam. Membaca Qur'an bisa dengan sholat tahajjud juga. Menuntut ilmu, bisa dengan mengerjakan tesis atau belajar ilmu lainnya.

Loh. Mengerjakan tesis kok qiyamul lail. Ya nggak bisa to? Ya nggak bisa kalau cara pandang kita sekuler. Ilmu dunia dan ilmu agama dipisah.

Karena di Indonesia jarang perpustakaan buka hingga waktu tahajjud, haha, sampai waktu ashar juga jarang, ya sudah perpustakaan kita di halaman rumah, tradisi intelektuali kita langsung dibawah langit.

Kalau tidak begitu, kapan qiyamul lail kita mengungguli budaya yang Barat punya?

No comments:

Post a Comment