12/21/15

Ekonomi Sederhana

Tentang perlambatan ekonomi yang terjadi nyaris menyeluruh, dari perusahaan multi-nasional sampai perusahaan ecek-ecek, disatu sisi adalah sebuah keluhan disisi lain juga kesyukuran.

Bagaimana tidak mengeluh kalau sales mobil dan sales kredit semakin diforsir demi target. Pun demikian kaum usahawan kecil. Kalau pedagang nasi goreng harus menaikkan harga jualnya, itu bukan aji mumpung atas momentum, itu karena kepepet atas harga2 bahan baku yang melambung. Disisi lain mereka harus siap dengan realita pembeli menjadi berkurang drastis karena daya beli konsumen melemah.

Itulah arti 2.000 rupiah dinaikkannya harga premium yg merupakan satu dari tiga kebutuhan bahan pokok selain beras dan gas. Kita belum mendengar dampak pengalihan subsidi untuk pendidikan dan daerah tertinggal, tapi sudah bising dengan pelemahan daya beli masyarakat yang menyeluruh se-nasional.

Belum lagi ditambah faktor ekonomi global, pemusatan modal dan berbagai rekayasa ekonomi lainnya. Apakah sensus ekonomi tahun ini akan mampu menyajikan fakta yang jujur dari data yang akan mereka serap dari lapangan se-nasional ini? Kita lihat saja nanti.

Kalau hal di atas adalah sisi keluhannya. Maka ada pula sisi kesyukurannya. Syukurnya adalah, mudah2an perlambatan ekonomi ini akan mendekatkan kita pada momentum dimana kita sadae bahwa rekayasa ekonomi sudah terlalu akut. Sehingga secara kompak dan massal kita mau bersama-sama kembali ke konsep ekonomi yang sederhana. Sederhana bahwa bisnis adalah tukar menukar kebutuhan, bukan rekayasa keinginan disulap jadi kebutuhan. Sederhana bahwa iklan itu mengenalkan produk, bukan menjebak. Sederhana bahwa modal itu faktor pendukung sistem, bukan penguasa sistem. Sederhana bahwa hidup yang enak itu hidup sederhana.

No comments:

Post a Comment