12/11/15

Rumah Jawa Masakini

Rumah orang Jawa jaman dulu itu lebih ideal ketimbang produk developer masa kini. Setidaknya pemfungsiannya lebih optimal. Setiap sendi arsitekturnya mengandung filosofi. Kalau digali, bisa satu diktat sendiri hanya sekedar mengupas adiluhungnya produk arsitektur orang jaman dulu. Orang yang dicap kuno, tapi cara hidupnya jauh lebih mutakhir dibanding orang sekarang.

Kalau mau copy paste arsitektur jaman dulu, tentu saja susah. Kayu mahal, tukang mahal. Apalagi tanah, muahaaal. Maka, karena yang penting substansinya bukan bentuknya. Paling tidak, ada nilai-nilai substansi yang tetap terjaga, walau bentuk, juga ukuran rumah tidak bisa kita tiru untuk dihadirkan dimasa kini.

Ada banyak tentu saja, kita ambil lima saja misalnya apa-apa yang ada di rumah jaman dulu dan bisa kita adaptasikan untuk kita hadirkan di rumah masakini.

1. Padasan
Gentong air di depan rumah yang bisa dimanfaatkan untuk pejalan kaki yang butuh minum atau cuci kaki. Ya, kalau sekarang bisa lah dengan menaruh keran cuci mobil di depan rumah.

2. Halaman
Halaman yang luas, bisa untuk taman bermain gratis, tempat berkumpul anak-anak kita dengan anak-anak tetangga. Ruang interaksi yang multifungsi. Ya, kalau sekarang tidak harus seluas halaman rumah jaman dulu, mahal tanahnya. Tapi kita bisa memanfaatkan carport, dioptimalkan untuk ruang interaksi bagi siapa saja, jangan malah dibuat sesak dengan perabot. Pot pun sekadarnya saja.

3. Ruang Tamu
Ruang tamu jaman dulu memakai risban dan meja besar, enak untuk diskusi sambil medang. Kalau perabot besar macam risban dan meja besar malah mempersempit ruangan, yang penting ruang tamu dibuat lega, tapi tetap bisa untuk ngobrol formal dan diskusi berpanjang-panjang. Juga bisa untuk pisowanan, dimana orang-orang bertamu bermaksud menghadap, berkonsultasi atau sekedar meminta saran. Jangan malah ruang tamu disetting untuk sales-friendly belaka.

4. Dapur
Dapur itu bukan ruang belakang. Sekalipun ruangannya ada di belakang. Dapur adalah hal paling primer dalam rumah. Segala sesuatu yang dinikmati di rumah asalnya adalah dari dapur. Walaupun tidak bisa menghadirkan dipan untuk menyambut tetangga ngendong, para-para untuk menaruh barang yang harus keep warm, setidaknya, dapur tetap kita pandang sebagai ruang yang primer, bukannya ruang yang paling terabaikan. Sekalipun kita tidak suka memasak.

5. Ruang Pribadi
Ruang untuk meditasi atau uzlah atau tafakur. Ruang untuk me-time. Bisa didesain suka-suka, tidak harus bernuansa etnik klasik seperti ruang meditasi di keraton milik raja. Yang penting bisa untuk merenung dan menenangkan diri. Kalau lahan terbatas, kita bisa memanfaatkan loteng.

Begitulah kalau prinsip-prinsip itu tetap dijaga, sekalipun bentuknya sama sekali berbeda, tapi kita sudah berasa berada di Rumah Jawa.

No comments:

Post a Comment