9/6/11

Paradoks Dua Juta

Sebelum puasa, aplikasiku dan Hilmy lolos di RES di Bali. Kampus hanya memberi sangu sepertiga dari yang kita ajukan, 500.000 rupiah. Sudah sudah sudah, jangan dinalar, karena memang nominal segitu tidak akan ketemu nalar dengan logika apapun juga. 500.000 bisa 2 orang sampai ke Bali?

Tapi itu tidak jadi soal, kita memang tidak menuntut banyak dari Kampus kok,. dan kampuspun sedemikian sebaliknya, cukup menyadari ketidaknalaran nominal itu, sehingga cukup uang itu cair, sampai saat ini selembar kuitansipun tidak ada yang kita tandatangani.

Eventpun selesai, selang beberapa lama, ada kabar dari Pemkab, dana sponsorship turun, 2.000.000 besarnya dan bisa diambil di Bapernas. Singkat cerita uang itu sudah dicairkan dan sudah ada di kampus. Kitapun bergegas ke kampus mengambil uang itu.

Entahlah, beda nominal, beda pula nalarnya mungkin, kali ini tiba-tiba kita dimintai nota perjalanan, sampai nota beli es teh di warteg. "Ini sudah prosedurnya mas!", gitu kata orang Kampus yang disebut dosen.

Paradoks, sewaktu cuma 500.000 enggak ada prosedur ini, eh tiba-tiba nambah 2 juta, tiba-tiba prosedur muncul, harus menyetorkan nota dan laporan keuangan... apa-apaan....!!!!!!!!!!!!!. Oh, seandainya prosedur adalah sesosok manusia, pasti mas dan mba prosedur sudah bunuh diri seringkali dijadikan kambing hitam, oleh orang-orang yang berilmu, berjabatan.


Lho, mbok bilang dari dulu, jadi sepanjang perjalanan, BUKAN MENDADAK BEGINI, apa memang niatnya mempersulit? Akhirnya Hilmy ngecek ke Bapernas, syarat laporan keuangan tidak ada, cuma minta agenda dan makalah kegiatan saja copiannya diantarkan.

Aku tidak mau neka-neko lah, sudah sangat hafal di negeri ini bagaimana dana bantuan jadi bancakan, sehingga tak pernah sampai ke subyek yang seharusnya menerimanya. Ya sudah, kita sepakat untuk tidak mengambilnya. kecuali 2 juta itu utuh, dan tanpa ditodong laporan keuangan.






No comments:

Post a Comment