1/31/12

Makelar Jengkol & Makelar Sedekah

Menjadi makelar jengkol itu enggak mudah, karena sudah banyak pelaku-pelaku senior yang berkecimpung disini. Walau tidak mudah, tetapi mungkin, tetapi tidak mudah, tetapi mungkin, tetapi tidak mudah, tetapi mungkin. Tapi intinya sederhana, siapkan saja sejumlah uang, beli jengkol-jengkol dari petani, lalu cari pembeli, dan kita akan dapat selilsih harga.

Konsep ini begitu sederhana, berbeda dengan makelar sedekah. Jelas, peluang mendapatkan kemuliaan jauh terbuka lebar dengan menjadi makelar sedekah. Betapa tidak, dikala kita hidup di masyarakat dan bangsa yang mereka begitu taat pada pajak karena ingin disebut orang bijak, tetapi mereka masih begitu kikir dalam persoalan zakat, infak dan sedekah. Maka, ketika kita berperan menjadi pelumas yang melumerkan kekikiran komunal masyarakat, insyaallah ganjaran & "simpatik" dari Allah mengiringi setiap perjalanan hidup kita.

Namun begitu, memakelari sedekah tidak semudah mengumpulkan uang dari orang, kemudian membagikannya. Mengapa?

1. Akan ada tantangan riya dari dalam diri yang begitu besar, sadar atau tidak sadar ketika terbesit rasa nyaman dipandang orang dengan status makelar sedekah yang kita sandang bisa-bisa kita tidak jadi mendapat kebaikan ukhrowi dari aksi kita

2. Kalau keikhlasan dalam bersedekah adalah dimensi 'quantum', maka pengurutan skala prioritas adalah dimensi 'klasik' nya. Ya, karena sepaket dengan perburuan kita terhadap ridho dan balasan Tuhan, dalam menyalurkan sedekah, ada amanat buat kita sebagai makelar untuk menyampaikan uang sedekahan itu untuk sebesar-besar social-impact

Ini menurutku rumit dan sangat menantang tanggung jawab kita. Bagaimana membeli karpet masjid apakah lebih tinggi kemanfaatannya dibanding memodali pedagang asongan yang hidup di kolong jembatan. Apakah memberi makanan buka puasa bersama lebih urgen kebutuhannya ketimbang menyantuni kaum fakir yang sedang sakit dan tidak punya biaya berobat.

Saya pernah menulis dulu, bahwa sedekahers yang hanya mengharap balasan 10x lipat atau hanya mengharap ridho dari Tuhan itu adalah sedekahers yang egois. Sekehers yang TOP BGT adalah yang dia sudah meyakini tentang balasan pelipatgandaan dan penganugerahan ridho dari Tuhan, sehingga tidak lagi memikirikan itu, tetapi sebagai ungkapan syukur akan adanya pelipatgandaan dan ridho dari Tuhan itu dia berhati-hati betul memberikan sedekahnya untuk manfaat sosial yang paling optimal.

Nah, kalau makelar sedekah tidak punya skala prioritas penyaluran, sedekahers mah bisa aja menyedekahkan sendiri, enggak perlu lewat makelar.

3. Adanya keuntungan terselubung. Misalnya, karena kita menggalakkan makelar sedekah, brand bisnis kita jadi naik. Karena kita berkampanye makelar sedekah, maka order tidak perlu tender, langsung dikerjakan oleh bisnis kita. Karena dikerjakan oleh bisnis kita, sekalipun dengan harga yang super khusus, kita masih diuntungkan adanya promo melalui kemasan produk kita yang tersebar luas dalam program makelar sedekah. Nah, adanya keuntungan terselubung seperti itu yang sekalipun tidak ada dalam siasat atau rencana, tetapi itu baik atau tidak si? Itu karena berkah dari Tuhan, atau itu efek samping marketing yang diupayakan atau tidak diupayakan menjadi keuntungan yang kita terima atas program sosial yang kita jalankan?




No comments:

Post a Comment