11/20/12

Rumus Diputus Pacar

JK Rowling, penulis Harry Potter atau Andrea Hirata, penulis Laskar Pelangi. Novel-novel yang fenomenal itu, konon kabarnya tidak memiliki latar belakang kepenulisan fiksi. Tapi kok bisa boom ya karyanya?

Aku ketemu jawabannya minggu lalu dari CoachYusa. Ia menerangkan bahwa di dalam kehidupan kita ada dimensi-dimensi. Dan persoalan di satu dimensi tidak bisa diselesaikan di dimensi yang sama, harus di dimensi atasnya. Hal di satu dimensi hanya bisa benar-benar ditaklukan melalui dimensi diatasnya.

Dimensi itu adalah physic ada di paling bawah, emotion ada di nomor dua, mind ada di nomor tiga dan soul ada di paling atas. Yang Coach sampaikan sebagai contoh kemarin adalah misalnya kita sakit di badan kita. itu tidak selesai dengan dipijat atau minum obat sebetulnya, karena itu hanya stimulan, tapi sakit itu selesai kita kita bisa mengubah persepsi emosi kita atas sakit itu.

Ini seperti kasus GusDur yang waktu itu klicir berdarah-darah jarinya karena terjepit pintu. Dan dia hanya memprogram emosinya (sekarang dikenal dengan istilah self-hipnosis) dan akhirnya ia tidak merasakan itu sebagai sakit. obat dan pijat ada di dimensi yang sama dengan sakit badan, yakni physyc. Sedangkan self-hypnosis ada di dimensi emotion, dimensi diatasnya.

Samahalnya, rumus orang diputus pacar itu bukan mencari pacar baru. Rumus orang ditinggal nikah itu, bukan merem mencari kambing dibedakin terus dinikahin. Karena sakitnya diputus dan ditinggal nikah itu ada di dimensi emosi, ya kita main-mainnya jangan di dimensi yang sama, mainlah di dimensi atasnya, di mind. Caranya, merenunglah, menyendirilah, untuk me-reprogram tentang arti berpacaran, tentang arti pernikahan, jadi, kita bisa kebal dari rasa sakit itu, lalu bisa berfikir dengan sehat dan menjalani hidup dengan  bebas dari pengaruh negatif perasaan memilukan itu.

Lalu hubungannya dengan Joko Rowling dan Andrea Hirata apa? Kata mentor Rama kalau mau jadi sineas profesional, haruslah menonton film sebanyak mungkin. Kata mentor Ike, kemarin juga bilang begitu. Kata Ahmad Tohari, kalau mau jadi novelis, harus lahap semua novel. Loh, tapi Mas Joko dan Mas Andrea tidak melakukan itu, malah melebihi pencapaian2 novelis lain? Kok bisa?

Ya, karena rumus dari mentor itu berlaku pada konteks tertentu dan tidak berlaku pada konteks lainnya. Kalau kita hanya ingin menyamai atau menang-menang dikit dengan sineas atau novelis yang sudah ada, ya syaratnya adalah mempelajari semua karya yang pernah ada.

Tapi kalau kita ingin mencapai pencapaian ultimate, ya bisa jadi semua itu malah akan memenjara proses kreatif kita. Karena proses kreatif itu tanpa batas. Kalau mempelajari teknik perfilman dan kepenulisan itu ada di dimensi mind, maka proses kreatif itu ada dimensi atasnya lagi : soul.

Mind tidak bisa diselesaikan di mind juga. Harus di dimensi atasnya : soul.




No comments:

Post a Comment