8/25/15

Hidup yang Mandeg

Masih tentang Mbah Barno, Ayahanda Pak Toto Raharjo (Yai Tohar). Sewajarnya orang jaman dulu, anaknya banyak, nyaris selusin. Yang unik adalah, beliau memberi nama anak-anaknya sesuai dengan situasi desa Lawen yang sedang ia bangun.

Ini adalah metode pemberian nama yang unik. Berbeda dengan kebanyakan orang jaman sekarang, mencari di ensiklopedia nama bayi Bahasa Arab. Latah...

Tapi wajar saja kalau orang jaman sekarang metode pembuatan nama anaknya seperti itu. Kenapa? Karena mereka tak punya pengalaman hidup sebagaimana yang Mbah Barno dan orang-orang jaman dulu alami.

Tak ada tahapan tahun prihatin, tahun tirakat, tahun mulai menata, tahun mulai tertata dan seterusnya. Kalaupun ada fase-fase seperti itu, itupun tidak dalam konteks 'pengerjaan tugas kehidupan', melainkan perjalanan mencapai penghidupan. Alias 'kere munggah mbale'. Itu kan puncak obsesi orang jaman sekarang?

Begitulah jaman sudah mengalami downgrade. Tak ada misi hidup sebagaimana Mbah Barno membangun dan menata desa Lawen dengan framework kekhalifahan.

Orang yang berkarier, milestone hidupnya hanya soal mutasi kerja dan kenaikan pangkat. Orang yang berbisnis, milestone hidupnya hanya soal gonta-ganti bisnis, gali lubang tutup lubang. Hidup yang mandeg. Tapi fine-fine saja. Karena kita tidak pernah mengenal bagaimana si konsep hidup yang berjalan sesungguhnya.

No comments:

Post a Comment